Dosen yang pernah menjabat sebagai Wakil Rektor III Umsida itu menjelaskan," Meskipun menyakiti bukan hal yang baik, tapi jika frustrasi sudah sangat tinggi maka dia akan tetap menyakiti orang tersebut,".
Jadi, imbuhnya, saat kebutuhan yang dominan adalah kebutuhan untuk bebas sedangkan kebutuhan untuk kasih sayang kecil, menyakiti orang lain yang membuat dia frustrasi bisa jadi akan lebih dia lakukan meskipun dia tahu bahwa menyakiti itu adalah suatu tindakan yang buruk.
"Misalnya pada kasus pembunuhan seorang mahasiswi di Bangkalan dengan cara dibakar, kemungkinan hal tersebut terjadi akibat frustasi lantaran kenyataan yang dia pahami tidak sesuai dengan kebutuhannya supaya bisa bebas," jelasnya.
Meskipun pelakunya adalah mahasiswa program studi yang berafiliasi dengan agama, dia lebih memilih menyakiti pasangannya bahkan membunuhnya dengan keji daripada tindakan yang lain karena pada dasarnya dia berhubungan tidak atas dasar cinta dan kasih sayang tapi karena ingin bebas atau bersenang-senang saja.
 Cara Mengendalikan Frustasi
Selanjutnya, Dr Eko menerangkan tentang tiga sumber yang bisa menimbulkan dampak emosional yang kuat pada seseorang yang melahirkan frustasi yang kuat, yaitu:
- Â Seseorang yang dianggap penting oleh individu
- Â Benda-benda atau barang yang berkesan
- Â IdealismeÂ
Dr Eko berkata, "Seseorang berpotensi frustasi yang tinggi karena sumber tersebut. Jadi untuk mengatasi rasa frustasi yang terjadi pada anak muda atau generasi strawberry membutuhkan dua hal penting untuk mengendalikan frustasi ini,".
Cara yang pertama adalah cara menciptakan sebuah lingkungan yang penuh dengan kasih sayang.Â
"Dalam konteks perguruan tinggi, kasih sayang bukan berarti sebuah lingkungan yang tanpa tantangan, tapi yang penting di sini adalah bagaimana mendeliver tantangan tersebut," jelas Sekretaris Majelis Dikdasmen dan PNF PWM Jatim tersebut.
Menurutnya, kampus membangun lingkungan yang berbasis relasi saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain.Â
Tidak ada dosen yang berbicara dengan nada tinggi atau merendahkan orang lain atau mahasiswanya.Â
Demikian pula sesama mahasiswa yang harus membangun sikap saling menghormati dan toleransi, tidak ada bullying, menerima segala macam perbedaan dan saling mendukung untuk mencapai sebuah level akademik tingkat tinggi yang berperadaban.Â