Jika membincang wacana Pilkada di Indonesia yang akan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), ternyata sudah ada beberapa negara yang menerapkan regulasi itu.
Lihat juga: Mengapa Politik Uang Masih Terjadi Walau Sudah Ada UU? Ini Kata Pakar Umsida
Bahkan sejak era Yunani, sistem perwakilan sudah menjadi salah satu opsi untuk mengatasi kelemahan demokrasi (rendahnya kualitas keputusan dari mayoritas yang awam).
Sistem perwakilan ini masih jadi pilihan yang terbukti efektif dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan demokratis, diantaranya di Inggris, Belgia, Malaysia dan Spanyol.
"Dua negara yang disebut pertama terbukti sukses menjadi negara demokratis dan mampu mensejahterakan kehidupan rakyatnya," tutur ahli Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Dr Riqi Ridlo Phahlevy SH MH.
Tak Bertentangan dengan Konsep Konstitusi
Melihat dari beberapa penerapan sistem tersebut di beberapa negara, dosen yang biasa disapa Dr Rifqi itu berpendapat bahwa secara normatif konsep Pilkada dipilih DPRD tidak bertentangan dengan konstruksi norma dalam UUD 1945.
Dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 dinyatakan bahwa "Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis".
"Rumusan norma tersebut hanya menentukan terkait prinsip dan landasan nilai dalam penyelenggaraan Pilkada yang harus dilaksanakan secara demokratis berdasarkan nilai dan prinsip demokrasi," ujar dosen prodi Hukum itu.
Menurut Dr Rifqi, format dan skema Pilkada yang selaras dengan nilai dan prinsip demokrasi itu harus secara langsung oleh rakyat atau secara perwakilan oleh para wakil rakyat, itu menjadi arena pilihan yang merupakan open legal policy bagi pemerintah dan pembentuk Undang-Undang (UU).
Ia mengatakan, "Dalam hal ini, klaim tentang demokrasi dikaitkan dengan terlaksananya nilai dan prinsip demokrasi, bukan pada pilihan skema Pilkada secara langsung oleh rakyat maupun melalui proses perwakilan oleh anggota DPRD,".