Mohon tunggu...
UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wacana Pilkada Dipilih DPRD dan Pengulangan Masa Orde Baru

27 Desember 2024   16:07 Diperbarui: 27 Desember 2024   16:07 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, tepatnya pada momen Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 partai Golongan Karya (Golkar), Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Lihat juga: Menkeu Pastikan Kenaikan PPN di Tahun 2025, Ini Kata Ahli Umsida

Presiden Prabowo pun sepakat dengan usulan Pilkada dipilih DPRD. Menurutnya, hal tersebut bisa menekan anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan Pilkada secara langsung.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Rifqi Ridlo Phahlevy SH MH turut bersuara terkait wacana tersebut.

Wacana Sejak Zaman SBY

Sebenarnya, rencana Pilkada dipilih DPRD sempat akan direalisasikan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) oleh Gamawan Fauzi yang pada saat itu merupakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Ia menyuarakan wacana pemilihan oleh DPRD berbasis pada hasil riset Doktoralnya. 

Gamawan menjelaskan bahwa proses pemilihan kepala daerah oleh rakyat secara langsung memiliki sisi negatif yang potensial memburuk, yakni potensi kian transaksionalnya proses Pilkada, serta beberapa dampak buruk lain yang potensial semakin menguat. 

Namun, hal tersebut menuai banyak kritik dan banyak menerima penolakan. Hingga akhirnya, rencana Pilkada dipilih DPRD ditiadakan melalui terbitnya peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu).

Dianggap Memangkas Anggaran

Salah satu rekomendasi hasil kajian Gamawan Fauzi saat itu menyatakan bahwa Pilkada melalui wakil rakyat lebih efisien dari segi pembiayaan dibandingkan dengan Pilkada langsung. 

Disamping itu, potensi konflik horizontal akibat Pilkada jika dipilih oleh DPRD, lebih dapat dikurangi dan dikendalikan. 

"Efisiensi yang saya maksudkan disini terkait dengan penggunaan uang negara dan daerah untuk proses Pilkada," katanya.

Namun, tambah dosen yang biasa disapa Dr Rifqi itu, biaya politik yang dikeluarkan oleh para aktor politik selama proses tersebut belum tentu lebih murah dari skema Pilkada langsung.

Ia berkata, "Jangan lupakan juga, bahwa ongkos politik para politisi dalam mencapai kekuasaannya akan sepenuhnya ditanggung oleh rakyat dan negara, dengan berbagai bentuknya,".

Wacana Pilkada dipilih DPRD Hanya Aspirasi Kelompok

Dr Rifqi mengatakan, "Secara pribadi saya menilai bahwa wacana Pilkada oleh DPRD merupakan aspirasi kelompok yang saat ini berkuasa,".

Wacana Pilkada dipilih DPRD, imbuhnya, harus dilihat sebagai upaya dari kubu Kabinet Indonesia Maju (KIM) yang saat ini mendominasi parlemen untuk menguatkan dominasi dan hegemoninya. Tidak hanya di level pemerintah pusat, tetapi juga di level pemerintahan daerah. 

Dosen prodi Hukum itu berkata, "Karena wacana tersebut lebih didasari oleh aspirasi kekuasaan, maka kiranya tidak relevan untuk meletakkan wacana tersebut dalam diskursus keilmuan dan peradaban,".

Menurutnya, kondisi tersebut memerlukan peran akademisi dan Non Government Organization (NGO) untuk mengajukan argumentasi tandingan guna menjaga kelurusan arah demokrasi yang coba dibajak oleh kelompok berkuasa.

Akankah Ada Orde Baru Part 2?
Ilustrasi: Unsplash
Ilustrasi: Unsplash

Menurut ketua Lembaga Kantor Bantuan Hukum (LKBH) Umsida itu, Pilkada dipilih DPRD atau secara langsung oleh rakyat tidak ada bedanya. 

Selama dilaksanakan sesuai prinsip Pemilu yang harus langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (LUBER dan JURDIL), skema manapun akan merepresentasikan spirit negara hukum demokrasi. 

Namun, ujarnya, wacana Pilkada dipilih DPRD tersebut dilatar belakangi oleh kepentingan KIM untuk mengkonsolidasikan kekuasaan politik di seluruh Indonesia di bawah kendalinya. 

"Berdasarkan latar belakang wacana tersebut, asumsi bahwa Pilkada dipilih DPRD akan mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru (Orba) bukan sesuatu yang mengada-ada," tegas dosen lulusan S3 Ilmu Hukum UM Surakarta itu.

Dengan koalisi dominan yang dimiliki oleh KIM, menurutnya, skema Pilkada dipilih DPRD akan menjadi alat paling efektif untuk mengontrol sirkulasi kekuasaan di daerah berada di tangannya. 

Apalagi dengan kekuasaan politik di daerah yang terkontrol sedari pusat, proses pengambilan kebijakan di daerah akan sepenuhnya dapat dikendalikan dan sesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan pusat ketimbang aspirasi masyarakat di daerah. 

Lihat juga: Politik Uang dan Keefektifan Undang-Undang Pengaturannya

Dr Rifqi berkata, "Jika skema tata kelola dan kebijakan berjalan demikian, maka era Orde Baru dapat dipastikan akan terulang kembali,".

Penulis: Romadhona S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun