Selain itu, ia melihat ada masalah akut yang ada dalam tradisi ini di Indonesia. Sering kali, banyak kegiatan study tour yang merefleksikan adanya praktik relasi kuasa.
Perlu ada survei juga apakah sebenarnya wali siswa/ mahasiswa sebagai stakeholder pendidikan tahu betul manfaat kegiatan ini.Â
Niko mengatakan, "Hipotesis saya, kebanyakan justru tidak tahu benar manfaat kegiatan ini dan merasa keberatan karena biasanya biaya yang harus dibayarkan mereka juga tidak sedikit,".Â
Belum lagi, sambungnya, ada risiko yang harus dibayar begitu mahal orang tua ketika sampai terjadi kecelakaan yang membawa korban buah hati mereka.
Apa Kegiatan Study Tour Sebaiknya Dihapus?Â
"Saya secara personal menganggap bahwa kebanyakan study tour yang diselenggarakan oleh pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi saat ini cenderung kontraproduktif.Â
Menurutnya, ada terlalu banyak risiko yang dipertaruhkan dan perlu dipertanyakan jika dibandingkan dengan hasil pembelajaran yang ditarget. Â
Pada kenyataannya pun, siswa atau mahasiswa dan wali sangat mungkin sebenarnya keberatan dengan program semacam ini.
Terlepas dari faktor musibah, kata kepala Pusat Bahasa Umsida itu, esensi keselamatan dalam perjalanan tidak harus bermuara pada penghapusan study tour.Â
Namun, perlu ada kajian yang rinci dan aplikasi manajemen risiko yang baik ketika penyelenggara pendidikan akan melakukan kegiatan di luar sekolah.
"Study Tour tetap perlu didukung dan dilaksanakan asalkan ada usaha yang sangat serius untuk meminimalkan adanya potensi hal-hal yang tidak diinginkan," terangnya.