Dosen yang tengah menempuh pendidikan S3 bidang humaniora itu menjelaskan bahwa apa yang dikatakan oleh jubir presiden tersebut tentu akan berdampak buruk bagi masyarakat negara demokrasi.
"Karena bila diucapkan berulang-ulang, akan berpotensi menjadi mitos yang menyebabkan seseorang yang duduk di kursi pemerintahan merasa menjadi penguasa, bukan sebagai abdi negara yang melayani rakyat, dan dampak bagi masyarakat adalah sebaliknya," ungkap Joko.
Dari kejadian ini, ia menyarankan kepada para juru bicara di ranah pemerintahan bisa memiliki kesadaran penuh dalam pemilihan kosa kata sebelum dilontarkan kepada publik.
"Diperlukan kecermatan terkait setiap pernyataan yang berkaitan dengan masyarakat yang akan menerima setiap kata yang terucap." pesan Joko.
Buntut dari pernyataan "rakyat jelata" itu, akhirnya Adita Irawati meminta maaf kepada publik.
"Saya memahami diksi yang saya gunakan dianggap kurang tepat. Untuk itu, secara pribadi saya mohon maaf atas kejadian yang menyebabkan kontroversi di tengah masyarakat. Perlu saya sampaikan, kejadian ini sama sekali tidak disengaja dan sangat mungkin terjadi karena adanya pergeseran makna pada diksi yang saya gunakan di era saat ini," ujarnya.
Ia menggunakan diksi tersebut sesuai dengan arti dan makna yang tercantum dalam KBBI yang artinya adalah rakyat biasa, yaitu kita semuanya rakyat Indonesia.Â
Lihat juga: Dari Kejadian Gus Miftah, Dosen Umsida Jelaskan Pentingnya Menjaga Adab dan Lisan
"Sekali lagi tidak ada maksud melemahkan atau merendahkan. Kami akan terus introspeksi diri dan akan lebih berhati-hati dalam menggunakan bahasa dan diksi saat kami melaksanakan tugas untuk mengkomunikasikan kebijakan strategis dan program prioritas pemerintah," ucapnya dilansir dari pernyataan resmi kantor komunikasi kepresidenan.
Penulis: Romadhona S.