Mohon tunggu...
UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Harus Menjadi Tanggung Jawab Bersama, Bukan Hanya Lembaga

28 Oktober 2024   16:24 Diperbarui: 28 Oktober 2024   16:37 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Ketua Majelis Diktilitbang pimpinan pusat Muhammadiyah, Prof Achmad Jainuri Ma PhD turut menyampaikan sambutan kepada para wisudawan  sesi 3 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) tahun akademik 2024 - 2025 yang diwisuda pada Ahad, (27/10/2024).

Sebelum memulai sambutan, terdapat dua tayangan video pendek yang menggambarkan betapa mirisnya pendidikan yang ada di Indonesia. Di video pertama ditunjukkan seorang anak yang sedang berbicara dengan gurunya menggunakan nada tinggi dan nyolot.

Lihat juga: 2 Persoalan Terkini yang Akan Ditemui Para Wisudawan

Sedangkan video kedua, ditampilkan betapa rendahnya nilai kompetensi siswa Indonesia, bahkan ketika dihadapkan dengan soal-soal akademik dasar.

"Betapa mirisnya anak-anak sekolah. Nilai etika moral yang sudah tak nampak di dalam perilaku kehidupan sehari-hari, itu merupakan masalah moral," kata Prof Jain.

Sedangkan yang kedua, tambahnya, para siswa di Indonesia juga miris secara kompetensi. Mereka tidak bisa menyelesaikan soal-soal tingkat dasar seperti penjumlahan atau pengetahuan umum.

Orang Tua dan Peran Krusialnya

Melihat betapa mirisnya sistem di Indonesia saat ini, Prof Zain mengatakan bahwa tanggung jawab kepada para generasi muda tak hanya diemban oleh lembaga pendidikan saja, tapi juga orang tua yang memiliki peran krusial di dalamnya.

Ia mencontohkan kehidupan di negara barat yang diasumsikan sebagai masyarakat yang sangat individualistik. Namun dalam konteks pendidikan, mereka sangat bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka, terutama di usia sekolah dasar.

"Kita ini kadang-kadang kebacut. Anak tidak boleh bermain, tidak boleh istirahat, harus belajar terus. Tapi akhirnya yang nyantol di kepala hanya sebagian kecil materi saja," teasnya.

Menurutnya anak-anak juga memiliki hak untuk bermain. Mereka memiliki waktu dan ruang untuk refreshing, dan mereka tidak dibiarkan begitu saja, melainkan tetap didampingi.

"Karena itu, mohon kerjasamanya dalam mengarahkan dan mengawasi putra-putri kita yang masih di sekolah, baik tingkat dasar, menengah, maupun atas," pesannya kepada para wali wisudawan.

Selain orang tua, kata wakil ketua BPH Umsida itu, pemerintah juga harus aware akan urgensi kualitas pendidikan di Indonesia. Misalnya saja tayangan di media hiburan yang harus terus dipilah agar tayangan sesuai dengan usia penonton.

Optimis dengan Sistem Pendidikan Selanjutnya

Dok Humas Umsida
Dok Humas Umsida

Atas nama majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof Zain berterima kasih dengan rezim saat ini, yang memilih orang-orang untuk mengatur pendidikan di Indonesia. Menurutnya, kebijakan itu sudah sangat tepat.

"Menteri pendidikan tinggi dan teknologi yang dipimpin Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro. InsyaAllah dia akan membawa pendidikan tinggi kita menjadi seperti yang kita harapkan," tuturnya.

Dengan didampingi Stella Christie sebagai wakil menteri, Prof Zain setuju dengan prinsipnya, yaitu mengembalikan fungsi perguruan tinggi to create knowledge. Jadi, mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi itu bertujuan untuk menciptakan ilmu baru.

Begitu juga di ranah tingkat dasar dan menengah. Ia setuju dengan ditunjukkan Prof Abdul Mu'ti sebagai mendikdasmen. 

Prof Zain melanjutkan, "Dia menerima masukan dari masyarakat. Di antara masukan-masukan itu seperti raport harus dihidupkan kembali, harus ada nilai merah dan tidak merah, harus ada ujian, harus ada naik dan tidak kelas,".

Lihat juga: Rektor Umsida Optimis Prof Abdul Mu'ti Jadi Menteri Pendidikan yang Pas

Kalau tidak orang yang betul-betul memahami dan berpengalaman dalam masalah pendidikan, menurutnya, maka  akan sulit untuk menangani bobroknya pendidikan di Indonesia.

Penulis: Romadhona S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun