Menurutnya, Indonesia adalah bangsa konsumen. Memang jumlah penduduknya besar, tapi lebih banyak hanya mengkonsumsi produk-produk dari luar negeri. Misalnya saja handphone yang menjadi salah satu barang paling penting masyarakat saat ini.
Karena para kawula muda yang bermain gadget, akhirnya mereka dicap sebagai generasi rebahan. Artinya, hanya bermodal rebahan dan gadget dengan beberapa klik, mereka sudah bisa mendapatkan makanan.
Indonesia juga dikenal sebagai yang mudah diadu domba. Banyak perbedaan pendapat yang kerap memicu perpecahan. Misalnya saat pemilihan, banyak masyarakat yang bersikap anarkis, bahkan melakukan tawuran.
Ia mengatakan, "Di sisi lain, banyak generasi-generasi kita yang justru bersikap hedon. Banyak sekali konten yang berisi flexing. Semakin mahal sesuatu yang mereka miliki, maka mereka semakin merasa beken,".
Kemudian, Indonesia juga dicap sebagai bangsa yang cepat marah, "Medsos kita dipenuhi oleh sumpah serapah,".
Kalau sudah seperti itu, katanya, berarti masyarakat akhirnya hanya menjadi bagian dari masalah itu. Masyarakat Indonesia  adalah part of problem, bahkan ada yang menjadi Trouble Maker. Ujungnya, hal tersebut akan membuat masyarakat Indonesia menjadi sampahÂ
"Karena itu, Umsida bangkit dan lahir untuk mendedikasikan diri sebagai perguruan tinggi unggul untuk menjadi bagian dari penyelesaian masalah karena itu," tutur Prof Muttaqin.
Belajar Mensyukuri Nikmat dan Fokus Masa Depan
Ia mengajak para wisudawan untuk mensyukuri apa yang telah diperoleh.Â
Ia mengatakan, "Kita bisa hadir di wisuda ini semata-mata atas kehendak-Nya, tidak ada yang bisa menjamin hari ini, jam ini, kita sudah keluar dari ruangan ini, kita masih bisa melihat matahari,"Â
Karena itu, Prof Muttaqin mengajak para wisudawan untuk mensyukuri wujud kesyukuran yang paling baik, yaitu mendayagunakan potensi kebaikan yang dimiliki.
Lihat juga: Perdana Terima Maba dengan Status Unggul, Ini Pesan Umsida di Fortama 2024