Langkah selanjutnya, Barthes melakukan Analisis Komodifikasi Budaya. Menurut semiotika ini, Qurban adalah praktik yang sangat dikodifikasi dalam budaya Islam. Kodifikasi ini mencakup aturan-aturan syariat tentang jenis hewan yang boleh disembelih, tata cara penyembelihan, hingga cara distribusi daging. Kodifikasi ini menciptakan struktur tanda yang kompleks, di mana setiap elemen memiliki makna yang ditentukan oleh aturan agama dan tradisi budaya.
Makna Qurban Menurut Semiotika Barthes
Dalam menganalisis praktik qurban dengan pendekatan tafsir semiotika Roland Barthes, kita dihadapkan pada pemahaman bahwa makna tidak hanya bersifat statis dan terdapat di permukaan, tetapi juga bersifat dinamis dan multi-tafsir. Barthes menekankan bahwa suatu tanda tidak memiliki makna yang tetap atau universal, melainkan makna tersebut terbentuk dalam relasi dengan konteks budaya, sosial, dan historis di mana tanda tersebut berada.Â
Lihat juga: Dukung Pendidikan Anak Imigran, Umsida Kolaborasi dengan INTI International University
Dalam konteks qurban, kita dapat melihat bagaimana tanda-tanda seperti hewan yang disembelih, darah yang mengalir, dan daging yang didistribusikan memiliki makna yang kompleks dan bervariasi.
Pertama-tama, kita dapat melihat bahwa tanda-tanda fisik dalam qurban seperti hewan yang disembelih dan darah yang mengalir memiliki makna simbolis yang dalam. Menurut Barthes, simbol-simbol seperti ini tidak hanya mencerminkan makna langsung (seperti pengorbanan atau ketaatan), tetapi juga membuka ruang untuk interpretasi yang beragam. Misalnya, darah yang mengalir dapat diinterpretasikan sebagai simbol kesuburan, pembersihan, atau bahkan perjuangan.
Selain tanda-tanda fisik, tafsir semiotika Barthes juga menyoroti pentingnya konteks budaya dan sosial dalam pembentukan makna. Dalam konteks qurban, praktik ini tidak hanya dipahami sebagai ritual ibadah semata, tetapi juga sebagai manifestasi nilai-nilai sosial dan solidaritas dalam masyarakat Muslim. Tanda-tanda seperti distribusi daging qurban kepada yang membutuhkan bukan hanya mencerminkan ketaatan kepada ajaran agama, tetapi juga mengkomunikasikan nilai-nilai kepedulian, kebersamaan, dan saling berbagi.
Selain itu, perspektif semiotika Barthes juga menekankan pentingnya penafsiran subyektif dalam proses pembentukan makna. Artinya, setiap individu atau kelompok mungkin memiliki interpretasi yang berbeda terhadap tanda-tanda dalam qurban, tergantung pada latar belakang, pengalaman, dan sudut pandangnya. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan keragaman makna yang terkandung dalam praktik qurban, serta kemampuan tanda-tanda tersebut untuk meresap ke dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Dengan demikian, melalui pendekatan tafsir semiotika Roland Barthes, praktik qurban tidak hanya dipahami sebagai ritual keagamaan tetapi juga sebagai arena yang kaya dengan makna dan simbol-simbol yang dapat dianalisis secara mendalam. Interpretasi Barthes mengajarkan kita untuk melihat di balik makna-makna yang tampak jelas, dan menggali kompleksitas serta keragaman makna yang terkandung dalam praktik keagamaan dan budaya seperti qurban.
Lihat juga:Â Rekonsiliasi dan Keterhubungan Manusia Melalui Komunikasi Sejati Saat Idul Fitri
Kesimpulan
Menggunakan semiotika Roland Barthes, kita dapat memahami qurban bukan hanya sebagai tindakan ritual, tetapi sebagai sistem tanda yang kaya dengan makna dan konotasi. Denotasi dan konotasi, tanda, penanda dan petanda, mitos, paradigma dan sintagma, serta kodifikasi budaya semuanya berperan dalam menciptakan dan menyebarkan makna qurban dalam masyarakat Muslim.Â