Mohon tunggu...
UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Masalah Pinjol dan Perlindungan Hukumnya

13 Maret 2024   16:36 Diperbarui: 13 Maret 2024   16:39 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi membawa dampak yang cukup kompleks bagi kehidupan sehari-hari. Salah satu dampak tersebut ialah adanya pinjaman online atau peer to peer lending, hal itu merupakan salah satu bentuk financial technology (fintech), yang dapat menawarkan pinjaman dengan syarat serta ketentuan yang lebih mudah dan fleksibel jika dibandingkan dengan Lembaga Keuangan Konvensional seperti Bank.

Pinjaman online merupakan suatu fasilitas pinjaman uang oleh penyedia jasa keuangan yang terintegrasi dengan teknologi informasi, mulai dari proses pengajuan, persetujuan hingga pencairan dana dilakukan secara online atau melalui konfirmasi SMS atau telepon.

Adapun cara kerja Pinjaman online ialah penyelenggara hanya berperan sebagai perantara yang mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Dalam keberadaannya, saat ini sudah banyak pinjaman online yang terdaftar di OJK. Walaupun ada banyak juga pinjaman online yang beroperasi tanpa pengawasan dan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal Inilah yang dikenal sebagai pinjaman online illegal.

Pasar Fintech di Indonesia dalam bentuk pinjaman online dianggap cocok oleh masyarakat, apalagi jika melihat penetrasi kepemilikian Smartphone dan penggunaannya yang sangat tinggi, walaupun banyak masyarakat yang belum memiliki akses keuangan.

Istilah pinjaman online atau yang biasa kita kenal sebagai Pinjol memang bukanlah suatu hal yang baru. Namun, akhir-akhir ini kasus pinjol semakin marak terjadi. Banyak sekali anak muda khususnya yang terlilit dengan utang Pinjol.

Marak Anak Muda di Indonesia Terlilit Utang Pinjol! 

Di Indonesia, berdasarkan keterangan dari laman CNBC Indonesia, jumlah outstanding amount atau jumlah utang yang belum terbayarkan dari Buy Now Pay Later (BNPL) sebesar Rp 25,16 triliun per semester I-2023. Sementara total outstanding yang termasuk kredit macet atau non-performing loan (NPL) sebesar Rp 2,15 triliun. Besaran tersebut berasal dari sekitar 13 juta pengguna BNPL, yang mana sudah melampaui lebih 2 kali lipat pengguna kartu kredit yang sebanyak 6 juta.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL layanan buy now paylater (BNPL) per April 2023 mencapai 9,7% atau di atas batas aman 5%. Berdasarkan umur, rentang usia muda 20-30 tahun menyumbang 47,78% terhadap rasio NPL BNPL.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan bahwa nilai pinjaman anak muda ada yang sebesar Rp 300.000 dan Rp 400.000. Meskipun terbilang kecil, pinjaman-pinjaman yang kemudian menjadi tunggakan itu tetapi mempengaruhi credit score anak muda.

Baca juga: Dosen Umsida Jelaskan Puasa Sebagai Ekspresi Kemanusiaan

Perilaku masyarakat digital juga menjadi faktor yang penyebab Pinjol semakin konsumtif, yang kemudian itu dianggap sebagai soulsi terbaik. Dan kebanyakan orang tidak memikirkan bagaimana dampak yang ditimbulkan kemudian hari. Kompas.id juga telah mencatat bahwa terdapat sejumlah 2,6 juta anak muda yang pada akhirnya kesulitan membayar Pinjol.

Kelompok usia muda dan pekerja awal yang berusia 17 hingga 34 tahun menduduki peringkat teratas dalam kasus ini. Dilansir dari Kompas, kelompok ini menerima pinjaman Rp 2,44 juta atau lebih besar 121 persen dari gaji yang hanya Rp 2,02 juta per bulan. Pinjaman konsumtif diberikan bertenor pendek, misal kurang dari 30 hari dengan bunga 0,4 persen per hari.

Salah satu faktor yang menyebabkan fenemona ini terjadi, ialah kecenderungan Generasi X dan Z yang lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup. Misalnya seperti menghadiri konser, suka belanja, fomo terhadap produk-produk baru, hingga pergi berlibur. Anak muda masa kini selalu mudah terjebak dengan kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi terkait pinjaman yang rendah.

Faktor lain yang mendorong anak muda untuk kerap melakukan pinjol disebabkan oleh kemudahan dalam memakai pinjol. Sistem yang dugunakan sangat mudah, dengan hanya melakukan swafoto dan menyerahkan data identitas pribadi, uang mulai ratusan ribu hingga jutaan ribu rupiah bisa dengan muda masuk ke rekening pribadi. Padahal, jika melihat sistem pinjam meminjam lewat bank, biasanya terdapat analisis 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition) ke nasabah.

Kenali Sisi Gelap Pinjol

Mediaindonesia.com menyebutkan, berdasarkan data sejak tahun 2019, saat mana pinjaman online mulai memasyarakat, jumlah orang yang mengakhiri hidupnya, percobaan bunuh diri (berhasil diselamatkan), dan membunuh orang lain karena pinjaman online ilegal dan pinjaman keliling atau bank emok (nama bank keliling di Jawa Barat) mencapai 51 kasus. Pada tahun 2021, saat puncak pendemi Covid-19, jumlah kasus bunuh diri karena masalah utang tersebut sebanyak 13 orang.

Permasalahan akibat pinjol juga sempat disindir melalui film berjudul "Sleep Call" yang diproduksi oleh IDN Pictures. Dalam film tersebut sangat jelas digambarkan mengenai kekalutan anak muda dalam mengatasi pinjol. Digambarkan pula bahwa terkadang pinjol dapat menjadi salah satu jalan untuk menyelesaikan suatu masalah. Namun, terkadang orang melupakan bahwa dunia pinjol memiliki sisi gelap yang jauh lebih menyeramkan.

Permasalahan yang kerap dialami para konsumen pinjol adalah karena tidak memikirkan dampak. Biasanya kronologi masalah muncul ketika jatuh tempo dan konsumen tidak bisa membayar tagihan,maka penagihan akan dialihkan kepada pihak ketiga yaitu debt collector. 

Debt collector sering melakukan penagihan dengan datang langsung ke rumah/ kantor dengan memaksa dan memaki supaya konsumen membayar hutangnya. Ironisnya debt collector memperoleh akses atas data yang terdapat pada ponsel konsumen termasuk foto pribadi di galeri, sosial media, aplikasi transportasi dan belanja online, email, bahkan supaya pinjaman cepat disetujui dan dicairkan konsumen dengan terpaksa memberikan nomer IMEI.

Lebih buruknya lagi konsumen mengalami teror yang tidak wajar (ditelpon saat tengah malam), diancam, baik lewat telepon maupun pesan singkat, pelecehan seksual secara verbal dan cyber bullying dengan cara mengintimidasi dengan menyebar data dan foto konsumen kepada orang yang ada dalam daftar kontak konsumen disertai kata-kata yang mendiskreditkan. Penagihan juga dilakukan kepada keluarga, teman, rekan kerja, dan saudara sehingga mengganggu hubungan keluarga dan hubungan sosial.

Hal tersebut menimbulkan trauma, stress, depresi, gelisah (anxiety), tidak fokus bekerja, dan kehilangan kepercayaan diri bahkan sampai bunuh diri.  Lebih parahnya ada konsumen kehilangan pekerjaan akibat penagihan yang dilakukan kepada atasannya di tempatnya bekerja.

Pengaturan Tentang Pinjaman Online di Indonesia

Dalam pengaturan dan perlindungan hukum tentang pinjaman online Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial sebagai dasar hukum berlakunya bisnis perjanjian pinjaman online ini dibentuk dengan tujuan dapat mengikuti perkembangan teknologi keuangan yang sangat pesat. Dan dalam pinjaman online seluruh perjanjian yang dibuat antara debitur dan keditur tertuang di dalam kontrak elektronik yang tercantum dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan bahwa:

"Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik".

Kekuatan hukum kontrak elektronik juga dapat dilihat di dalam Pasal 18 ayat (1) UU ITE yang menyatakan bahwa, "Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak."

Artinya bahwa suatu transaksi yang menjadi perjanjian lalu dituangkan di dalam kontrak elektronik bersifat mengikat para pihak, yang dapat disamakan dengan perjanjian atau kontrak-kontrak pada umumnya.

Kontrak elektronik sendiri tentunya termasuk klasifikasi akta di bawah tangan, maksudnya bukan akta yang bersifat autentik atau notariil. Meskipun kontrak elektronik merupakan akta di bawah tangan, namun bisa dijadikan sebagai alat bukti, akan tetapi memang kekuatan pembuktian akta dibawah tangan tidak sesempurna kekuatan bukti akta autentik.

Terkait dengan Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pinjaman online Ilegal hingga tahun 2016 memang belum ada peraturan khusus yang mengatur pinjaman online, oleh karena itulah saat itu OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. OJK memberikan terminologi terkait pinjaman online sebagai berikut :

"Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet."

Ada dua kelemahan akta di bawah tangan. Pertama, tidak adanya saksi yang membuat akta di bawah tangan tersebut jadi akan kesulitan untuk membuktikannya. Kedua, apabila salah satu pihak memungkiri atau menyangkali tandatangannya, maka kebenaran akta di bawah tangan tersebut harus dibuktikan kebenarannya di muka pengadilan.

Baca juga: Pesta Budaya Meriahkan Penutupan KKN P Umsida 2024

Suatu sebab yang halal adalah bahwa suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa:

"Suatu persetujuan tanpa sebab atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau terlarang tidaklah mempunyai kekuatan."

Setiap perjanjian yang terjadi wajib didasari dengan asas itikad baik, Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Perjanjian kredit secara online dipandang serupa dengan perjanjian yang ada didalam perspektif KUHPerdata, karena secara substansial unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian kredit online pada dasarnya tidak bertentangan dan memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Masalah-masalah tentang jasa keuangan berbasis online tersebut ternyata diindikasikan melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia, hal tersebut diatur dalam Undang- Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30, yang menyatakan bahwa:

  1. Pasal 29 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
  2. Pasal 30 Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pinjaman Online

Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sesuai kewenangannya mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan telah menelurkan beberapa regulasi perlindungan konsumen untuk mengatur fintech :

  1. Pasal 29 Bab IX Pusat Data berbunyi Penyelenggara wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia.
  2. Pasal 30 Bab x perlindungan dan kerahasiaan data
  3. Pasal 31 Bab XI Edukasi Dan Perlindungan Konsumen
  4. Pasal 32 yang menyebutkan:
  • Penyelenggara wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi terkini kepada Otoritas Jasa Keuangan dan konsumen mengenai aktivitas layanan keuangan digital.
  • Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
  1. Pasal 33 yang menyebutkan:
  • Penyelenggara wajib menyampaikan informasi kepada konsumen tentang penerimaan, penundaan, atau penolakan permohonan layanan keuangan digital.
  • Dalam hal Penyelenggara menyampaikan informasi penundaan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Penyelenggara wajib menyampaikan alasan penundaan atau penolakan.

6. Pasal 34 Penyelenggara wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.

Bentuk perlindungan yang diberikan oleh OJK diantaranya apabila terdapat dan ditemukannya tindakan-tindakan yang melanggar dan mengakibatkan kerugian maka OJK akan meminta untuk menghentikan kegiatan usaha dari pelaku usaha Pinjaman online tersebut.

Selain itu OJK juga akan melakukan pembelaan hukum kepentingan masyarakat sebagai konsumen yang berupa pengajuan gugatan di pengadilan terhadap para pihak yang mengakibatkan kerugian juga akan memberikan teguran berupa peringatan terhadap para pelaku  usaha yang dianggap menyimpang agar segera memperbaikinya

Tentu saja, dalam menggunakan jasa pinjol konsumen harus mempertimbangkan dengan bijak hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan. Mulai dari memperhatikan dan memahami syarat dan ketentuan yang ditetapkan, meneliti secara rinci seluruh informasi mengenai tagihannya, hingga mewaspadai persyaratan jika merasa ada krencuan. Untuk mencegah dan menghindari terjadinya pelanggaran data pribadi, sangat disarankan untuk penggunaan layanan pinjaman berbasis online jangan digunakan jika tidak dalam keadaan yang sangat mendesak.

 

Nama Penulis: Alfaro Mohammad Recoba S.I.kom

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun