Pada era pemerintahan Jokowi, Muhammadiyah juga melakukan kritik terhadap beberapa kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dalam menghadapi persoalan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), Muhammadiyah menyampaikan keberatan dan mengusulkan RUU ini tidak diproses lanjut.Â
Muhammadiyah berpegang pada kesepakatan nasional yang sering diungkapkan banyak kalangan bahwa Pancasila sudah final. Muhammadiyah membakukannya dalam konsensus nasional pada Dar al-Ahdi wa al-Syahadah. Berbagai sikap kritis itulah yang kemudian berdampak pada tergiringnya opini bahwa Muhammadiyah memberikan ruang bagi tumbuhnya gerakan radikal.Â
Wacana terus dimunculkannya isu radikalisme, khilafah, Wahabisme yang berlangsung hingga saat ini adalah indikasi penggiringan yang dimaksud. Radikal dan terorisme, termasuk isu Wahabisme sebagai gerakan radikal sesungguhnya merupakan bagian dari kebijakan politik luar negeri USA dalam rangka memperlemah potensi kekuatan negara Muslim.Â
Kebijakan ini disinyalir digunakan oleh beberapa rezim penguasa di dunia Muslim dan menjadi politik pelemahan terhadap Islam dan umat Muslim. Ternyata, politik ini juga didukung oleh sebagian umat Muslim sendiri (lihat "Confession of Hillary Clinton"). Muhammadiyah memahami resiko ini. Orang Muhammadiyah is very simple and humble, yang penting tidak melakukan seperti yang dituduhkan.Â
Biarkan anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. The show must go on.
Penulis: Prof Achmad Jainuri MA PhD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H