Mohon tunggu...
Umi Lestari
Umi Lestari Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Menulis untuk hiburan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Terjebak Hujan Deras Plus Kilat dan Petir

16 Februari 2024   22:15 Diperbarui: 18 Februari 2024   19:14 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit mendung dalam perjalanan ( dokpri)

            Anak lelaki kami yang nyantri di pondok pesantren di Jombang sehari sebelum pemilu pulang tanpa memberitahu sebelumnya. Dan ini kejutan bagi kami. Ia pulang karena akan mengikuti pesta demokrasi, memilih pemimpin bangsa ini. Ini pengalaman baru baginya, karena baru pertama kali ikut nyoblos. Setelah 3 hari dirumah ia harus kembali ke pondok.

            Saatnya kami mengantar anak kembali ke pondok. Perjalanan yang rutin kami lakukan. Madiun - Jombang terasa sangat dekat karena sudah menjadi agenda kami setiap bulan dalam rangka menjenguk anak.

            Ada hal yang menarik selama perjalanan ke Jombang. Kami terbiasa melaksanakan sholat lima waktu di 3 atau 4 kota. Misal sholat dhuhur di Jombang, ashar di Kertosono, maghrib di Nganjuk dan isya' di Madiun. Atau bila berangkat siang seperti yang kami lakukan saat ini, kami sholat dhuhur di rumah (Madiun), sholat ashar di Jombang, maghrib di Nganjuk dan isya' di Madiun lagi.

            Ketika waktu menjelang maghrib kami tiba di daerah Wilangan Nganjuk. Kami berniat sholat di masjid yang biasa kami singgahi yaitu Masjid Mambaul Huda. Masjid ini sangat cukup besar, sangat nyaman untuk singgah atau beristirahat para musyafir. Parkirnya cukup untuk menampung beberapa mobil dan motor. Terletak dipinggir jalan raya jurusan Surabaya, sangat strategis.

Masjid ini cukup bagus dan bersih. Ditempat wudlu pria terdapat kolam ikan, sangat sangat cocok untuk refreshing melepas lelah. Fasilitasnya lengkap, toilet, kamar mandi dan tempat wudlu sangat banyak. Airnya juga melimpah.

Didepan masjid terdapat minimarket yang menjual berbagai snack makanan daerah. Ada juga makanan seperti nasi jotos, gorengan, kopi dan bakso. Setelah sholat banyak yang singgah untuk beristirahat sambil membeli makanan disana.

Petang itu sangat mendung. Sepanjang perjalanan kami mulai Jombang sampai Nganjuk, langit sudah gelap. Sesampai diparkiran masjid, azan maghrib dikumandangkan.  Kami segera mengambil wudlu untuk mengikuti sholat berjamaah.

Saat sholat sedang berlangsung, hujan mulai turun. Semakin lama semakin deras dan sangat deras. Suara imam yang sudah melalui pengeras pun terganggu oleh derasnya guyuran hujan. Dentuman petir dan kilat bertubi-tubi menambah suara imam menjadi kurang jelas bagi kami.

 Mukena para jamaah berkibar, menandakan angin juga menyertai hujan petang itu. Suara hujan semakin deras dan suara imam pun akhirnya semakin tak terdengar. Setelah sholat selesei, hujan masih belum reda.

Hujan deras di wilayah Wilangan (dokpri)
Hujan deras di wilayah Wilangan (dokpri)

Kami dan para jamaah lain menunggu hujan agak reda. Kilat dan petir masih bersaut-sautan. Menakutkan. Didepan kami ada seorang nenek duduk dengan membawa barang dagangannya. Beberapa kerupuk dan entah apa yang didalam rinjing didepannya.

Tiba-tiba.....gelap. Listrik padam. Semua orang yang berada di dalam masjid maupun diserambi secara spontan bereaksi karena mendadak gelap gulita. Beberapa saat kami menunggu dalam gelap, hanya kilat dan lampu kendaraan yang lewat yang menerangi.

Lalu tampak seorang laki-laki membawa senter berjalan ke arah sisi kanan masjid. Ia memasuki ruangan dan setelah itu lampu menyala dengan terang. Alhamdulillah,... kami berucap bersamaan. Ternyata lelaki tadi menyalakan mesin jenset. Di masjid terang benderang lagi, namun perkampungan diseberang jalan masih gelap gulita.

Nenek tua masih duduk ditempatnya. Tampak ia sibuk merapikan daun pisang penutup dagangannya. Naluri kamipun bergerak untuk membeli dagangannya. Kasihan. Saya dekati nenek itu.

" Mbah, jualan apa?"

" Gorengan, kerupuk pecel dan golang-galing," jawab nenek itu sambil tersenyum.

" Ada lontongnya, Mbah?" Kami pikir kalau lontong pecel dan kerupuk pasti enak.

" Tidak ada," jawab nenek itu singkat.

" Baiklah Mbah, kami dibuatkan kerupuk pecel saja. Dua bungkus Mbah. "

Sesaat kemudian kami menikmati jualan nenek itu. Nenek yang sudah tua namun masih bersemangat  mencari uang.

            Nampaknya hujan mulai reda. Mobil-mobil dan motor yang parkir di halaman masjid sudah mulai jalan. Kami juga melanjutkan perjalanan pulang, masih beberapa puluh kilometer utnuk sampai ke rumah.   

    

           

           

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun