Kami dan para jamaah lain menunggu hujan agak reda. Kilat dan petir masih bersaut-sautan. Menakutkan. Didepan kami ada seorang nenek duduk dengan membawa barang dagangannya. Beberapa kerupuk dan entah apa yang didalam rinjing didepannya.
Tiba-tiba.....gelap. Listrik padam. Semua orang yang berada di dalam masjid maupun diserambi secara spontan bereaksi karena mendadak gelap gulita. Beberapa saat kami menunggu dalam gelap, hanya kilat dan lampu kendaraan yang lewat yang menerangi.
Lalu tampak seorang laki-laki membawa senter berjalan ke arah sisi kanan masjid. Ia memasuki ruangan dan setelah itu lampu menyala dengan terang. Alhamdulillah,... kami berucap bersamaan. Ternyata lelaki tadi menyalakan mesin jenset. Di masjid terang benderang lagi, namun perkampungan diseberang jalan masih gelap gulita.
Nenek tua masih duduk ditempatnya. Tampak ia sibuk merapikan daun pisang penutup dagangannya. Naluri kamipun bergerak untuk membeli dagangannya. Kasihan. Saya dekati nenek itu.
" Mbah, jualan apa?"
" Gorengan, kerupuk pecel dan golang-galing," jawab nenek itu sambil tersenyum.
" Ada lontongnya, Mbah?" Kami pikir kalau lontong pecel dan kerupuk pasti enak.
" Tidak ada," jawab nenek itu singkat.
" Baiklah Mbah, kami dibuatkan kerupuk pecel saja. Dua bungkus Mbah. "
Sesaat kemudian kami menikmati jualan nenek itu. Nenek yang sudah tua namun masih bersemangat  mencari uang.
      Nampaknya hujan mulai reda. Mobil-mobil dan motor yang parkir di halaman masjid sudah mulai jalan. Kami juga melanjutkan perjalanan pulang, masih beberapa puluh kilometer utnuk sampai ke rumah.  Â