Menjadi seorang wanita adalah sebuah tantangan, ketika kamu salah dalam melangkah maka kamu akan gagal. Wanita adalah makhluk yang unik, maka tidak heran jika ada sebagian pria yang mencoba menjalani hidup layaknya wanita. Ketika pria ingin menjadi wanita, apakah wanita tidak merasa cemburu jika ternyata pria tersebut lebih wanita dari wanita yang sesungguhnya? Pria bisa saja lebih wanita dari wanita yang seaungguhnya jika pria tersebut lebih mengerti tentang keistimewaan dari seorang wanita.
Ketika hakikatnya derajat wanita lebih tinggi dari seorang pria, lantas kemudian wanita meminta untuk disetarakan. Sungguh sangat kufur nikmat! Tidak semua aspek kehidupan hak seorang pria dan wanita harus disetarakan. Hak yang harus setara antara pria dan wanita yang paling mendasar adalah hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, kehidupan sosial, dan kepastian hukum untuk mempertahankan hidup.
Fitrah seorang wanita adalah mahluk yang lemah secara fisik mupun psikis dan hal tersebut tidak bisa dimanipulasi, bagaimanapun caranya. Ketika di belahan dunia sini wanita sibuk bertahan hidup dari sebuah kekerasan fisik, psikis dan seksual dari seorang pria, di belahan dunia sana wanita sibuk memperjuangkan gerakan feminisme (kesetaraan hak pria dan wanita dalam segala lini kehidupan), sementara di belahan dunia lain pria bahkan wanita berjuang menolak gerakan feminisme dan di sini saya mencoba bersikap moderat, tidak ke kiri dan ke nanan, saya berada di tengah-tengah.
Pada dasarnya gerakan feminisme adalah sebuah paham barat yang mulai menjalar ke Indonesia, paham ini sesungguhnya bertentangan dengan ajaran Islam. Islam memposisikan wanita sebagai mahluk yang penuh dengan berbagai keistimewaan, tapi sayang sebagian ada yang tidak mengerti dengan keistimewaan itu. Fisik dan psikis yang lemah bukanlah sebuah kekurangan melainkan sebuah keistimewaan.Â
Ketika pria dengan fisik yang kuat dituntut untuk bekerja keras dan berat, sangat tidak adil jika wanita dengan fisik yang lemah juga dituntut bekerja keras dan berat demi sebuah kesetaraan. Ketika seorang suami hanya dituntut mencari nafkah, sementara wanita dengan keistimewaan memiliki rahim sehingga harus melahirkan, menyusui, dan merawat anak sangat tidak adil jika harus juga ditintut untuk mencari nafkah demi sebuah kesetaraan.Â
Setara belum tentu adil, tapi adil sudah tentu setara. Adil yang dimaksud dalam hal ini yaitu memposisikan pria dan wanita sesuai fitrahnya, karena masing-masing memiliki kekuranagan sehingga dengan fitrah tersebut dapat saling menutupi kekurangan masing-masing.Â
Fitrah menempatkan wanita sebagai makhluk yang lemah secara fisik maupun psikis dan bekerja hanya di wilayah domestik (di sumur, di dapur dan di kasur) sehingga hakikatnya wanita bergantung pada pria dan pria adalah pelindung bagi wanita, harapannya begitu.Â
Karena wanita diyakini lemah, belakangan hal ini dijadikan sebuah stereotip sehingga banyak perusahaan dan lapangan pekerjaan yang tidak mempercayakan untuk menggunakan jasa wanita. Â
Ketika hal tersebut terjadi adakah yang bisa menjamin setiap anak perempuan akan terlahir dari keluarga kaya raya, sehingga mampu membiayai hidupnya? Adakah yang bisa menjamin dia memiliki saudara laki-laki? Adakah yang bisa menjamin orangtuanya memiliki umur yang panjang? Jika tidak ada yang bisa menjamin, lantas bagaimana jika hal tersebut terjadi bagamaina cara anak perempuan itu mempertahankan hidupnya jika tidak bekerja?
Adakah yang bisa menjamin seorang wanita akan menikah dengan pria yang akan selalu sehat seumur hidupnya? Bagaiman jika tenyata ditengah pernikahannya suaminya jatuh sakit atau mengalami kecelakaan sehingga dia tidak bisa bekerja untuk menafkahi keluarganya? Haruskan istrinya tetap diam di rumah? Jika istrinya tidak bekerja, bagaimana cera mareka makan untuk hidup?
Dan adakah yang bisa menjamin seorang wanita akan menikah dengan pria yang baik hati, penyayang dan pekerja keras? Sebelum menikah dan awal masa pernikahan pria tersebut dikenalnya sebagai suami idaman tetapi semakin kesini karena disebabkan beberapa faktor akhirnya pria tersebut berubah menjadi seorang peminum, main perempuan, berjudi, ringan tangan yang akhirnya membuat mereka bercerai. Ketika bercerai wanita tersebut memiliki anak dan belum bersuami lagi, bagaimana cara dia bisa makan untuk hidup dirinya dan anakanya padahal dia tidak bekerja?
Dalam kondisi ini yang dapat menjamin wanita untuk tetap dapat mempertahankan hidup adalah dengan memberikan akses yaitu membuka peluang dan menyediakan lapangan pekerjaan layaknya seorang pria. Akses yang dimaksud adalah bersifat pilihan bukan tuntutan. Sehingga ketika wanita sedang berada dalam kondisi yang mengharuskan ia untuk menggunakan akses tersebut, ia dapat menggunakan hak pilihnya. Kenapa ini merupakan hak pilih? Karena ini bukan merupakan suatu tuntutan yang harus dilakukan. Sehingga hal ini tidak menghilangkan keistimewaan perempuan.
Di sini saya tidak sedang memperjuangkan gerakan feminisme karena saya meyakini gerakan ini bertentangan dengan aturan Islam. Tetapi jika melihat kenyataan, semakin modernya zaman, semakin majunya peradaban, dan semakin canggihnya tekhnologi membuat dunia semakin kejam dimana rasa kemanusiaan semakin tertinggal.
Ketika Rasulullah SAW., telah berhasil membawa kita keluar dari zaman jahiliah dimana pada zaman itu perempuan tidak ada artinya sama sekali, ketika lahir di kubur, ketika hidup tidak di hargai. Kenyataan sekarang seakan memaksa kita untuk kembali ke zaman jahilah tersebut.Â
Realita sekarang pria yang difitrahkan sebagai pelindung, malah justru dia yang malah mengancam wanita, sehingga pria harus diwaspadai. Ini yang kemudian memaksa wanita menjadi kuat, agar dapat melindungi dirinya sendiri.Â
Kenyataan kehidupan dunia seakan memaksa wanita untuk hidup tidak sesuai fitrahnya. Salahkah wanita? Saya rasa tidak! Wanita akan menjadi salah ketika dunia baik-baik saja, aman, tentram, tidak ada ancaman, semua berjalan sesuai fitrahnya dimana pria menjadi pelindung lantas wanita meminta kesetaraan atas hak terhadap pria untuk bekerja dan berekpresi sesuai maunya.
Ketika wanita hidup tidak sesuai fitrah, salahkan wanita? Tidak! Karena dalam hal ini wanita melakukannya dalam keadaan terpaksa, jika tidak melakukan hidupnya terancam. Ketika semuanya baik-baik saja wanita tetap harus hidup sesuai fitrahnya.
Kembali ke pertanyaan: Gerakan feminisme, haruskah diterima?
Jika saya yang di tanya, maka saya akan menjawab: Diterima atau tidaknya, tergantung dari tujuan memperjuangkannya.Â
Saya akan tidak setuju jika gerakan feminisme dilakukan bertujuan untuk sengaja menghilangkan keistimewaan atau menjauhkan wanita dari fitrahnya. Dan saya akan setuju jika gerakan feminisme dilakukan untuk mengantisipasi ketika kemungkinan buruk terjadi pada wanita dan membantu wanita untuk tetap bertahan hidup.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H