Beberapa hari lalu saya nonton Asma Nadia menjadi narasumber di salah satu televisi nasional. Rupanya, kita tidak bisa melihat masa kecil penulis best seller ini dari kehidupannya sekarang. Bisa dibilang, beliau memiliki perjalanan hidup yang kontras.
Namun, doa melalui nama asli Asmarani Rosalba ini terkabul. Rosalba, yang berarti Mawar Putih, kiranya tepat mencerminkan sosok anggun berdedikasi itu.
Koran Sayur
Sejak kecil, wanita dua anak ini memang suka membaca. Namun, aksesnya terhadap buku tidaklah seberuntung kebanyakan dari kita. Jika sekarang uang bukan masalah karena kita bisa membaca online, dulu mana ada fasilitas demikian.
Keterbatasan ekonomi keluarga tidak menghalangi minat baca perempuan berdarah Tionghoa itu. Teks-teks sudah akrab di kehidupannya sejak umur tiga tahun. Helvy Tiana Rossa lah yang menjadi ‘guru’.
Bersama kakaknya tersebut, beliau sering merubung sayur bawaan ibundanya. Bukan mengincar sayurnya, tetapi koran pembungkusnya. Dikencangkanlah kertas berita dan informasi itu lalu dilahap alias dibaca. Kadang mereka menemukan artikel penuh, kadang terpotong karena halaman berikutnya tidak ikut menjadi bungkus.
Sang Ibunda bertutur, awalnya, perempuan yang akrab dipanggil Rani tersebut hanya ikut melihat koran saja. Ia kerap meniru apa yang dilakukan kakaknya, padahal koran di tangannya terbalik. Rani kecil pun sering mendengarkan ocehan saudara sulungnya saat membaca.
Bimbingan ibu dan kebiasaan tersebut menjadikan kedua pendiri Forum Lingkar Pena ini sudah bisa membaca sebelum masuk Sekolah Dasar.
Diusir
Awalnya, cinta mereka terhadap buku seperti bertepuk sebelah tangan. Bersama kakak dan adiknya, ia kerap mengunjungi salah satu kios penyewaan namun hanya mampu melihat-melihat. Saking seringnya hanya menunjuk-nunjuk tanpa membayar, mereka semua diusir.
Asma kecil yang belum sekolah pun menangis dan ingin bisa menulis buku. Sang Kakak menguatkan, mengajak adiknya untuk bertekad menulis sebanyak buku di penyewaan tersebut. Hari itu mereka bercita-cita membuat tempat baca untuk seluruh anak Indonesia.
Asa tersebut tidak bisa disebut bau kencur. Terbukti, puluhan tahun kemudian, berdirilah perpustakaan gratis, Rumah Baca Asma Nadia. Hingga kini, terbentuk sekitar 140 cabang tersebar dari Sumatera sampai Papua. Rumah baca ini juga didirikan untuk Tenaga Kerja Indonesia di Hongkong.
Akibat Buku Bekas
Saat sekolah, kalau punya uang lebih, perempuan kelahiran Jakarta itu berburu di pusat buku bekas. Pernah dia berhasil mengoleksi serial namun tidak menemukan edisi terakhirnya. Ia dan kakaknya pun menciptakan ending masing-masing.
Ngamen
Si Dua Serangkai memang bukan arang yang mudah patah. Saat mulai bergelut di dunia menulis, ngamen di bus bersedia mereka tempuh untuk membeli sebuah mesin tik. Hanya dengan alat konvensional itu, mereka membuat tulisan yang dikirim ke berbagai media, padahal komputer sudah masuk ke Indonesia. Tak sia-sia, medan kehidupan menempa penulis mendunia tersebut.
Peran Ibu
Anugerah Allah SWT. turun kepada Asma Nadia melalui ibu yang sejak kecil juga suka melahap buku. Beliau mengajarkan anak-anaknya untuk bisa membaca sebelum masuk sekolah. Sosok inilah yang mengorbankan jatah makan siangnya untuk membelikan buku bagi Rani selama di Rumah Sakit. Mental tidak mengenal lemah, tidak mengenal keluh, bahkan tidak menangisi kehidupan disuntikkannya pada Si Buah Hati.
Keluarga Penulis
Setelah menikah, Sang Mawar Putih juga memperoleh dukungan dari keluarga kecilnya. Sebagai suami, Isa Alamsyah yang juga wartawan dan penulis sangat memahami impian istrinya. Meski kemudian tidak ahli memasak, beliau mendukung penuh wanita pilihannya tersebut untuk bepergian dan menekuni dunia menulis. Asma Nadia mengakui pria ini merupakan sosok inspiratif baginya.
Tidak terkecuali dukungan dari kedua buah hati. Eva Maria Putri Salsabila, anak pertama juga jadi sumber ide dan tukar pendapat. Adam Putera Firdaus turut menjadi saingan bundanya. Lewat puisi, ia pernah mengalahkan karya Asma Nadia di suatu lomba.
Mawar Putih Telah Mekar
Kini, Mawar Putih telah mekar. Wanginya telah merebak ke ranah internasional. Universitas Iowa pernah mengundang beliau bersama 35 penulis dunia lainnya. Ia juga menjelajah 270 kota di 59 negara untuk buku Jilbab Traveler.
Kurang lebih 49 buku telah lahir dari tangannya bahkan hingga di angkat ke layar kaca, seperti Emak Ingin Naik Haji, Rumah Tanpa Jendela, dan Assalamu ‘Alaikum Beijing. Bukunya yang berjudul Catatan Hati Seorang Istri tampil menjadi sinetron.
Tidak hanya cerpen dan novel, perempuan yang lahir pada tahun 1972 tersebut juga menulis lagu. Albumnya ialah Bestari I – III (1996 – 2003), Air Mata Bosnia, Kaca Diri, dan lain-lain.
Dedikasinya juga dicurahkan melalui Yayasan Asma Nadia untuk pendidikan anak yatim piatu dan kurang mampu.
*Silahkan dikutip asal menyebut sumbernya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H