Mohon tunggu...
Andi Nurlela
Andi Nurlela Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen Departemen Sosiologi Fisip UNHAS

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebatik, Pulau di Antara Dua Bendera

25 September 2024   09:00 Diperbarui: 25 September 2024   09:03 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Masa depan Sebatik akan sangat ditentukan oleh bagaimana kedua negara, Indonesia dan Malaysia, terus membina hubungan baik di perbatasan ini. Dialog diplomatik yang erat, kerja sama ekonomi, dan pembangunan infrastruktur yang adil akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa pulau Sebatik tidak hanya menjadi sekadar simbol perbatasan, tetapi juga sebuah contoh sukses dari bagaimana kehidupan di perbatasan bisa berkembang.

Sebuah Simbol Toleransi dan Kerukunan

Di tengah semua tantangan dan dinamika politik yang melingkupi Sebatik, satu hal yang jelas, pulau ini adalah simbol nyata dari toleransi dan kerukunan lintas negara. Masyarakat Sebatik telah hidup berdampingan selama berpuluh-puluh tahun-tahun, saling berbagi budaya, tradisi, dan bahkan sumber daya. Di sini, perbedaan tidak menjadi penghalang, melainkan justru menjadi kekuatan.

“Bagi kami, suku pendatang merupakan anugerah. Sebab kedatangan mereka membawa perubahan besar untuk Pulau Sebatik. Dulunya hutan belantara, tetapi lambat laun daerah ini cukup berkembang hingga sekarang. Meskipun kami Suku Tidung minoritas dan merupakan suku asli daerah ini, tapi kami merasakan hidup saling berdampingan dan saling menghargai satu sama lain” ujar Ismail, Tokoh Adat Suku Tidung Sebatik.

Bagi Indonesia, Sebatik adalah cerminan dari semangat kebhinekaan yang telah lama menjadi pilar bangsa. Pulau ini mengajarkan bahwa meskipun berada di ujung Nusantara, jauh dari pusat kekuasaan, rasa kebersamaan dan persatuan tetap bisa tumbuh. Dalam konteks sosiologis, Sebatik menunjukkan pentingnya solidaritas sosial dan integrasi dalam masyarakat yang beragam. Masyarakatnya membuktikan bahwa batasan-batasan politik mungkin ada di peta, tetapi tidak selalu ada di hati dan pikiran manusia.

Sebagai bangsa, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk terus mendukung dan melindungi wilayah-wilayah perbatasannya, termasuk Sebatik. Pulau ini bukan hanya soal kedaulatan, tetapi juga soal menjaga martabat dan kehidupan masyarakat yang tinggal di sana. Nilai-nilai seperti toleransi, saling menghormati, dan kerjasama antar suku menjadi fondasi bagi kehidupan sosial yang harmonis di Sebatik. Di ujung Nusantara, Sebatik berdiri sebagai saksi hidup dari perjalanan panjang bangsa ini dan sebagai pengingat bahwa keindonesiaan adalah tentang persatuan dalam keberagaman.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun