Umat semestinya semakin cerdas secara politik, bahwa urusan mereka tidak akan pernah bisa diselesaikan dengan tuntas jika umat membiarkan penguasanya mencampakkan syariat Islam. Maka persoalan ini, sekali lagi, menjadi peringatan Allah subhanahu wa ta'ala bagi kita semua umat Islam: "Apakah hukum jahiliah yang kalian kehendaki, maka hukum siapakah yang lebih baik (daripada) hukum Allah bagi orang-orang yang yakin". (TQS Al Maidah 50).
Paradigma Pembangunan Infrastruktur Transportasi yang Murah/Gratis, Berkualitas dan Berbasis Pelayanan
Sistem hidup Islam menaruh perhatian yang sangat besar terhadap seluruh hajat hidup umat termasuk transportasi melalui kepemimpinan Islam yang khas. Berikut paradigma yang perlu dibangun agar tranportasi publik bisa dijangkau masyarakat, berkualitas dan manusiawi:
Pertama, negara berfungsi sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya menjamin akses setiap individu terhadap transportasi publik murah/gratis dan berkualitas. Sebab Rasulullah SAW menegaskan dalam hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Bahwa Beliau berkata:
...
"Imam adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya"Â (HR Bukhari dan Ahmad).
Karenanya haram negara menjadi regulator dan fasilitator sebagaimana logika neolib.
Kedua, transportasi publik bukan jasa komersial akan tetapi hajat dasar bagi keberlangsungan kehidupan normal setiap insan, baik yang bersifat rutin maupun insidental. Ketiadaannya akan berakibat dharar/penderitaan yang diharamkan Islam, sebagaimana ditegaskan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalaam yang artinya, "Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan."(HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Ketiga, Islam melarang keras transportasi publik dikuasai individu atau entitas bisnis tertentu apalagi asing kafir penjajah. Baik infrastruktur jalan raya, bandara dan pelabuhan dengan segala kelengkapannya. Hal ini karena ditegaskan Rasulullah Saw yang artinya, "Siapa saja yang mengambil satu jengkal saja dari jalan kaum Muslimin, maka pada harikiamat kelak Allah SWT akan membebaninya dengan beban seberat tujuh lapis bumi." (Terjemahan HR Imam Thabrani).
Keempat, wajib digunakan anggaran mutlak untuk pembiayaan transportasi publik, tidak bergantung pada investasi atau pinjaman asing. Yakni, harus ada pos dari  kekayaan negara yang diperuntukkan untuk pembiayaan transportasi publik yang ketiadaannya berdampak dharar bagi masyarakat. Prinsip ini meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk memikul tanggungjawabnya. Pembiayaan diperuntukan untuk pengadaan pesawat secara memadai dari aspek kualitas dan kuantitas, bahan bakar minyak penerbangan, bandara dengan segala kelengkapannya, dan sumber daya manusia dalam penerbangan.
Salah satu sumber kekayaan negara untuk pembiayaan transportasi publik adalah barang tambang yang jumlahnya seperti air mengalir  (Abdul Qadiim Zalum ,Al Amwaal Fii Daulatil Khilafah:104-106). Barang tambang dengan karakter demikian jumlahnya berlimpah di negeri ini, berada di laut dan darat. Jika pengelolaannya sesuai syariah maka negeri ini akan memiliki sumber pendanaan yang tetap untuk membangun infrastruktur transportasi  dari pos pemasukan barang tambang tersebut.Â
Jika pengelolaan sumber daya alam milik umum yang berbasis swasta (corporate based management) diubah menjadi pengelolaan kepemilikan umum oleh negara (state based management) dengan tetap berorientasi pada kelestarian sumber daya (sustainable resources principle) maka akan menghasilkan pemasukan kas negara yang san gat besar. Jauh melampau capaian akumulasi pos penerimaan APBN Indonesia yang sudah termasuk pajak dan utang