Mohon tunggu...
Ummu Kulsum
Ummu Kulsum Mohon Tunggu... Wiraswasta - mompreneur

ingin menjadi manusia yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sepotong Kaki yang Pergi

2 Juni 2023   23:11 Diperbarui: 2 Juni 2023   23:23 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, mudik lebaran ke kampung halaman adalah rutinitas tahunan untuk keluarga kecilku. namun , ada yang tak biasa di tahun ini. Saat aku berkunjung ke rumah paman, beliau keluar menyambut kami dengan langkah tertatih. Terlihat menahan sakit di kaki, beliau berkata bahwa kakinya sudah terasa sakit sejak sebelum bulan puasa. Kaki tersebut terasa dingin, namun tidak ada pembengkakan, jadi aku menyarankan untuk dibawa ke dokter, tapi beliau berkata tidak mau dan memilih membeli obat saja di apotek.

Tiga minggu kemudian, aku dikabari bahwa kaki Paman semakin parah sakitnya. Keluarga besar pun memaksa beliau untuk ke rumah sakit. Dan benar saja, aku begitu terkejut saat saudara sepupu bilang jika satu jari kaki Paman harus diamputasi.

Rasa sesal datang menghampiriku, kenapa dulu tidak membujuk beliau untuk ke rumah sakit. Namun, nasi telah menjadi bubur. Hari dimana aku akan menjenguk Paman pasca operasi, anakku demam, sehingga aku memundurkan waktu sampai tiga hari kemudian. Ternyata sakit paman tidak kunjung sembuh, malah semakin menjadi. 

Hari Minggu, ayahku mengajak kami menjenguk Paman, tapi lagi-lagi aku tak bisa karena harus menghadiri family gathering di sekolah anak. Aku khawatir anakku akan sedih jika orang tuanya tidak bisa hadir di acara sekolah yang sangat seru itu. Ayah dan ibuku pun pergi ke kabupaten tempat tinggal Paman dan keluarga besar kami lebih dulu. 

Saat acara family gathering, ponselku berdering berkali-kali. Aku pun pergi ke tempat yang lebih sepi untuk mengangkat telepon. Saat kulihat ternyata ayah yang memanggil, aku pun mulai was-was. Ayah mengabarkan jika Paman dirujuk ke Rumah Sakit Pemerintah Provinsi, yang tidak jauh dari rumahku, mungkin hanya 15 KM. Akan dibawa besok pagi, jadi ayah memintaku mendaftarkan online Poli Bedah. Karena sedang ada acara, tugas pun kudelegasikan kepada adikku. 

Senin pagi, Paman dan rombongan keluarga tiba di kota kami. Mereka mampir lebih dahulu ke rumah orang tuaku di kecamatan sebelah, untuk istirahat dan sarapan. Lalu pukul 7 pagi, melanjutkan perjalanan ke rumah sakit yang dituju. Siang hari, Pamanku yang lain menelponku memberitahu urusan sudah selesai, rombongan akan segera pulang ke kota asal. Berhubung mobil yang mengantar sudah lebih dulu pulang, karena mengira Paman akan opname, aku pun menghubungi suami untuk mengantar rombongan kembali ke rumah. Suami yang habis bertemu klien di ujung kabupaten, langsung melajukan mobil ke rumah sakit.

Penasaran, aku pun menghubungi keluarga yang ikut mengantar, kenapa tidak opname saja, kata mereka pamanku tidak mau dilakukan tindakan hari itu, dan diberi waktu 12 hari untuk mempertimbangkan. Aku pun tambah bingung, memangnya tindakan apa yang akan dilakukan pihak rumah sakit. Betapa kaget dan sedihnya hatiku, saat diberitahu kaki paman sebaiknya diamputasi, sebatas mata kaki. Langsung lemas dan air mata pun tak bisa kubendung. Separah inikah?

Besoknya, ayah menelepon, keluarga di kampung bilang bahwa paman sudah kesakitan dan memutuskan untuk menerima tindakan amputasi kaki tersebut. Aku dan suami pun menawarkan ambulan layanan umat untuk menjemput, agar paman bisa berbaring saat perjalanan. 

Hari itu, suami ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan, dan dikabari secara mendadak, jadi teman suami lah yang membawa ambulan tersebut. Baru kusadari, betapa pentingnya ambulan layanan umat seperti ini. Dan aku pun terharu, suami sering menyempatkan waktu menjadi relawan untuk mengemudi ambulan ini, meski tidak dibayar tapi ada rasa bahagia yang tak bisa diungkapkan saat bisa menolong orang lain. Dan satu lagi, tidak perlu persyaratan yang rumit untuk memakainya. Syaratnya hanya sakit saja. Pihak ambulan tidak pernah bertanya urusan KTP, BPJS atau yang lain. Semoga ke depan banyak dermawan yang menyediakan ambulan seperti ini untuk membantu masyarakat.

Kembali lagi ke kondisi paman. Setelah dilakukan observasi oleh rumah sakit rujukan itu, sepertinya ada perbedaan diagnosis dari rumah sakit yang pertama. Aku pun sepanjang malam membaca artikel dan jurnal untuk menndalami dan mengira-ngira, apa sakit yang lebih pas dengan keadaan paman. Melihat ciri-ciri dan pengakuan apa yang dirasa oleh beliau, aku pun sependapat dengan pihak rumah sakit yang baru, yaitu ada penyumbatan pada pembuluh darah di kaki. Pihak keluarga yang sudah diberi penjelasan pun sudah mengikhlaskan jika amputasi kaki adalah jalan terbaik. Dokter pun menghibur, mengatakan kaki palsu sudah banyak dan mudah didapat, jadi tidak perlu risau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun