Mohon tunggu...
Pena Siyasi Muslimah
Pena Siyasi Muslimah Mohon Tunggu... Lainnya - Tanda Kasih untuk Ummat

Beropini melalui goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan pada Anak: Negara Bertanggung Jawab terhadap Perlindungan Anak

17 Agustus 2020   19:47 Diperbarui: 17 Agustus 2020   20:06 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak Januari s.d. Juli 2020, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung menerima 70 aduan kekerasan terhadap anak, yang meliputi kekerasan fisik, psikis dan seksual. Jika dilihat skala nasional, maka tercatat sepanjang Januari-Juni 2020 menurut laporan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) ada 3.297 kasus kekerasan terhadap anak, dengan 3.254 anak perempuan korban dan 1.019 anak laki-laki korban.

Memasuki wabah pandemi Covid-19 ternyata kekerasan tidak hanya menyasar korban dari kalangan dewasa saja, namun juga korban anak-anak. Kekerasan seksual mendominasi kasus kekerasan pada anak-anak ini, yang seharusnya semasa belajar dari rumah (BDR) anak-anak lebih terlindungi, lebih aman, namun nyatanya tidaklah demikian.

Faktanya kasus kekerasan terhadap anak ini bukanlah kasus yang hanya terjadi di masa pandemi wabah Covid-19 saja, namun jauh sebelumnya, kondisi anak-anak di Indonesia khususnya, dan anak-anak di dunia, tidaklah berada dalam situasi dan kondisi yang aman dari kejahatan. Dari tahun ke tahun, laporan kasus kekerasan pada mereka semakin meningkat, tanpa kejelasan solusi yang dapat menuntaskannya.

Sekulerisme Kapitalis Biang Kerok Problem Kekerasan pada Anak

Sekulerisme adalah konsep hidup yang meniadakan peran agama dalam penetapan kebijakan negara. Sementara kapitalisme adalah corak pemerintahan yang kekuasaan tertinggi ada pada pemilik modal (para pengusaha) yang menitik beratkan segalanya pada keuntungan bisnis. 

Dari sinilah bermula semua problem masyarakat bermunculan, termasuk problem kekerasan pada anak. Sejak awal, konsep pemerintahan Kapitalisme tidak pernah tulus melindungi rakyat, khususnya anak-anak. Sistem ini seolah mengatakan bahwa rakyat sah-sah saja untuk dijadikan tumbal kebijakan. Dan wabah Covid-19 semakin membuka borok kapitalisme sekuler di berbagai Negara penganutnya.

Wabah Covid-19 semakin menyebar karena adanya kebijakan anti lockdown di wilayah episentrum wabah. Mereka tidak ingin melokalisir wabah karena akan merugikan para pengusaha secara materil. Dari sinilah kemudian wabah menyebar ke seluruh dunia, korban berjatuhan, tidak terkecuali anak-anak. 

Dalam kondisi seperti ini, maka diberlakukanlah Work From Home (WFH) dan Belajar Dari Rumah (BDR), yang justru menambah masalah bagi rakyat. WFH memunculkan PHK besar-besaran serta pengurangan jam kerja, sehingga secara otomatis mengurangi pendapatan kaum pekerja/buruh. Minimnya pendapatan mengakibatkan stress keluarga, KDRT dan kekerasan anak bermunculan kasusnya.

BDR pun memunculkan problem baru. Para orang tua terpaksa menjadi guru di rumah. Hal ini ternyata menambah tingkat stress orang tua. Anak yang jenuh dan bosan di rumah, menjadikan mereka malas mengerjakan tugas, dan kekerasan orang tua kepada anak semakin marak. Anak-anak yang setiap saat dibebaskan memegang gadget -dengan alasan belajar daring- ternyata tidak terkontrol penggunaannya, sehingga sebagian mereka ada yang terjerumus ke dalam prostitusi online. Inilah kebijakan pemerintahan Kapitalisme yang tumpang tindih, bukannya memunculkan solusi.

Kebijakan Negara Islam (Khilafah) Memberi Solusi Tuntas Kekerasan pada Anak

Tidak ada satupun sistem yang mampu memberikan solusi bagi semua problem masyarakat -termasuk problem anak- selain sistem Islam dalam dalam bingkai negara Khilafah. Perlindungan sistem terhadap anak berjalan begitu paripurna, solutif dan menenteramkan. Dalam negara Khilafah, anak mendapatkan perlindungan sejak mereka masih berupa nutfah hingga lahir dan mencapai usia dewasa. Di antara perlindungan negara Khilafah terhadap anak-anak, dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pertama: Motivasi dalam Islam terkait kehamilan yang halal dengan janji pahala yang besar, serta larangan untuk aborsi -pengguguran kandungan- tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat (QS. Al-Isra : 31).

Kedua: Islam mewajibkan para ayah untuk mencukupi nafkah sesuai kemampuan secara ma'ruf pada mereka (QS. Al-Baqarah : 233).

Ketiga: Negara memberikan santunan kepada anak-anak balita dalam pemenuhan kebutuhan vital pertumbuhannya. Hal ini dijelaskan dalam kisah di masa Umar bin Khattab yang memberi santunan untuk bayi-bayi dan anak yang telah disapih oleh ibunya.

Keempat: Negara menanggung seluruh biaya hidup anak-anak yatim yang tidak memiliki kerabat sekaligus memotivasi masyarakat untuk ikut menyantuni anak-anak yatim sebagai amalan sunnah. 

Dengan keempat kebijakan tersebut, anak-anak akan memiliki kesempatan hidup layak dan terpenuhi kebutuhannya.

  • Perlindungan anak atas fitrah dan kecerdasan akal

Pertama: Hak memiliki orang tua yang shalih sebelum anak dilahirkan. Hal ini terkait motivasi memilih pasangan yang akan menjadi calon ayah dan calon ibu. Kriteria pasangan dalam pernikahan hendaknya difokuskan pada kualitas keimanan (agama) agar lahir anak-anak yang shalih dan terjaga fitrah Islamnya.

Kedua: Hak mendapatkan pendidikan formal yang gratis dari negara, yang mana kurikulum pendidikan dalam konsep Negara Khilafah seluruhnya bersandar pada aqidah Islam dan bertujuan membentuk kepribadian Islam serta mewujudkan jiwa kepemimpinan Islam dalam setiap diri anak didik.

Ketiga: Hak memiliki guru-guru yang shalih melalui penyediaan guru-guru dengan standar pemahaman Islam yang baik dan keilmuannya yang memadai. Negara Khilafah akan memberikan upah memadai bagi setiap guru, agar mereka focus dalam pengajaran ilmu dan pembinaan kepribadian Islam anak-anak.

Keempat: Hak mendapatkan pembinaan dari para ulama sebagai tambahan pendidikan luar sekolah. Di masa Khilafah, para ulama menjadi rujukan ilmu dan pemahaman Islam bagi masyarakat. Maka, masyarakat berlomba-lomba untuk menitipkan anak-anak mereka kepada para ulama.

  • Perlindungan anak dari tindakan kejahatan

Pertama: Hak perwalian, hubungan nasab, mahram dan privasi dalam kehidupan domestik (QS. An-Nuur : 27-29). Hal ini menjadikan anak-anak memiliki wali, pelindung, penanggung jawab, serta keamanan dari kejahatan pihak luar.

Kedua: Syariat menutup aurat dan berpakaian terhormat (QS. An-Nuur :30-31, QS. Al-Ahzab : 59). Pakaian tertutup aurat akan menjaga fisik dan jiwa anak dari kerusakan akhlak, serta mencegah tindak pelecehan seksual dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Tertutupnya aurat akan mencegah bangkitnya syahwat orang-orang sekitar.

Ketiga: Larangan khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan larangan safar muslimah tanpa mahram (al-Hadits). Khalwat akan membangkitkan syahwat dan seringkali mengantarkan pada perzinaan dan perkosaan. Sementara, mahram dalam safarnya seorang perempuan akan menjaga keamanan dan kehormatan.

Keempat: Adanya pengawasan Qodhi Hisbah di tempat-tempat publik. Qodhi adalah petugas negara (hakim) yang akan mengadili dan menjatuhkan sanksi bagi pelaku tindak pelanggaran syariat di tempat publik. Anak-anak dan juga masyarakat akan terjaga keamanannya, meski mereka berada di area umum.

Kelima: Adanya sanksi tegas terhadap pelaku tindakan kriminal. Negara Khilafah akan memberlakukan sanksi tegas bagi setiap pelaku kejahatan (pelanggaran syariat) sesuai hukum Islam, sehingga fungsi hukum sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah) akan berjalan secara optimal. Kejahatan akan berkurang bahkan akan sangat jarang terjadi, kehidupan akan aman dan tentram.

Demikianlah, hanya sistem Negara Islam, yaitu Khilafah Islamiyah yang akan menjamin perlindungan bagi masyarakat luas, dan anak-anak pada khususnya. "Hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah :50). Wallahu a'lam bish showab [Nurul Hidayani]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun