Mohon tunggu...
Ninis
Ninis Mohon Tunggu... Freelancer - Aktivis Muslimah Balikpapan

Saya seorang Aktivis Muslimah di Balikpapan, penulis opini dan ibu dari 3 orang anak.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi Makin Parah, Butuh Islam Kaffah

14 Desember 2023   11:46 Diperbarui: 14 Desember 2023   11:47 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Parah, kini korupsi tak hanya dilakukan oleh pejabat yang berada di pusat namun juga ada di daerah. Beberapa waktu lalu KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pejabat negara yang ada di wilayah Kalimantan Timur. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan pihaknya telah menyita sejumlah uang dari OTT tersebut.

Setelah didalami, OTT KPK tersebut terkait proyek pengadaan jalan di Kaltim, kemudian ditetapkan ada lima tersangka. Dua tersangka diantaranya adalah Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) di Wilayah 1 Kaltim Rahmad Fadjar (RF) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Riado Sinaga (RS). Mereka diduga telah menerima duit dari pemenang lelang pada proyek lelang peningkatan dan perbaikan jalan senilai Rp 50,8 miliar itu. (Kaltim.prokal.co).

Dari pengembangan kasus tersebut, pasca KPK menggeledah Kantor PT Fajar Pasir Lestari (FPL) di Jl Sudirman, Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur, Kamis (30/11/2023). KPK akhirnya menetapkan Abdul Nanang Ramis sebagai pemilik PT FPL sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa pada proyek jalan di Kalimantan Timur.

Selanjutnya KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur CV Bajasari (BS) Nono Mulyatno (NM); Pemilik PT Fajar Pasir Lestari (FPL) Abdul Nanang Ramis (ANR); Staf FPL Hendra Sugiarto (HS). Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim tipe B, Rahmat Fadjar (RF) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). (Kaltara.Tribunnews.com 23/11/2023).

Korupsi di negeri ini bak jamur di musim hujan, makin banyak dilakukan oleh pejabat pusat hingga daerah. Bahkan lembaga yang memberantas korupsi yang dianggap "bersih" pun tak luput dari kasus ini. Praktik gratifikasi (penyuapan), pencucian uang, pemerasan dan korupsi kerap menjadi bukti penangkapan para pejabat. Sejatinya apa yang menyebabkan maraknya kasus korupsi dan bagaimana solusi tuntas dalam masalah korupsi ini?

Demokrasi Suburkan Korupsi

Jika kita telah lebih jauh, kasus korupsi di negeri ini makin banyak. Hal tersebut menandakan bahwa korupsi bukan sekedar problem individu semata tapi problem sistemik. Sampai-sampai ada istilah korupsi berjamaah karena sedemikian parahnya. Sebab, yang terjadi selama ini yang menjadi fokus KPK adalah menangkap para pelaku korupsi, tanpa mencari tahu apa akar masalahnya dan hukuman bagi pelaku korupsi juga tidak tegas.

Sejatinya akar masalah korupsi yakni aturan kehidupan kita yang jauh dari agama (sekuler). Agama (syariat Islam) tidak lagi dijadikan standar dalam perbuatan manusia. Menghalalkan segala cara demi mengumpulkan kekayaan termasuk memilih jalan untuk korupsi atau terlibat kasus suap menyuap. Selain itu, gaya hidup hedon sudah menjadi kebiasaan para pegawai dan pejabat.

Korupsi di negeri ini terbukti sudah demikian parah, buktinya korupsi dilakukan secara beramai-ramai tidak hanya oleh pejabat pusat tapi juga pejabat daerah. Korupsi seolah telah menjadi budaya, terlebih sistem demokrasi membuka peluang bagi para pejabat melakukan korupsi. Sistem demokrasi yang sarat dengan politik transaksional tak bisa dihindari. Untuk menduduki jabatan tertentu terbiasa menggunakan cara instan yakni suap, tak ayal ketika sudah mendapatkan jabatan yang melakukan korupsi untuk mengembalikan modal. Korupsi ibarat lingkaran setan yang tak berujung. Terbukti nyatanya sistem demokrasi menyuburkan korupsi.

Ditambah dengan tidak tegasnya sistem sanksi di Indonesia. Meskipun sudah ada Peraturan UU No.20/2002 tentang tindak pidana korupsi mengatur ancaman hukuman untuk para pelaku koruptor seumur hidup, paling singkat 1 tahun penjara dan paling berat 20 tahun penjara. Alih-alih sanksi tersebut membuat jera dan mengurangi kasus korupsi, nyatanya justru pelaku korupsi makin banyak. Selain itu, perlakuan dan penjara yang "istimewa" diberikan pada pelaku korupsi. Fasilitas yang mewah dan pengurangan masa tahanan di momen-momen tertentu sudah menjadi rahasia umum. Sehingga wajarlah publik menanyakan keseriusan negara dalam memberantas korupsi.

Islam Kaffah Cegah Korupsi

Dalam Islam korupsi termasuk tindak kejahatan (jarimah). Sebab, korupsi salah satu cara memiliki harta dari jalan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Ketakwaan individu di tengah kehidupan sekuler kian terkikis. Tak peduli lagi akan halal dan haram dalam mencari harta, yang penting tercapai kebahagiaan duniawi. Sehingga butuh Islam kaffah (totalitas) sebagai solusi integral.

Berikut mekanisme dalam sistem Islam untuk mencegah dan membuat jera pelaku korupsi: Pertama, memberikan gaji yang layak pada pegawai atau pejabat sehingga ia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Upah yang layak diberikan pada pegawai atau pejabat untuk mencegah munculnya keinginan untuk korupsi sebab sudah cukup dari gaji yang diterimanya. Selain itu, dalam kehidupan Islam ditumbuhkan ketakwaan pada individu dan takut mendapatkan harta dari cara yang haram.

Kedua, pengangkatan pegawai atau pejabat negara berdasarkan integritas dan profesionalisme. Sehingga yang dipilih memang mumpuni dibidangnya, adil dan amanah ketika diberi jabatan. Serta menutup celah terjadinya praktik suap-menyuap (riswah) untuk menduduki suatu jabatan. Orang yang fasik atau tidak adil tidak akan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu.

Ketiga, Islam memiliki sistem hukum yang tegas akan mencegah terjadinya korupsi dan memberikan sanksi yang membuat jera. Sebagaimana pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab, beliau melakukan pembuktian terbalik yakni mengaudit harta kekayaan sebelum dan sesudah menjabat. Jika ditemukan ketidakwajaran setelah menjabat maka akan disita hartanya yang terbukti didapatkan dari hasil korupsi dan diberi sanksi tegas sesuai ta'zir Khalifah. Sanksi tersebut bisa dipenjara, diasingkan atau dihukum mati.

Demikianlah solusi tuntas Islam untuk mencegah praktik korupsi. Pemberantasan korupsi bukan hanya sekedar cita-cita namun bisa menjadi kenyataan jika menjadikan Islam sebagai cara pandangnya. Wallahu A'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun