Mohon tunggu...
Ummu Hanifah Nurlaili
Ummu Hanifah Nurlaili Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Not human, if not humanistic

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mood Swings: Apakah Saya Bipolar?

28 Desember 2021   18:00 Diperbarui: 29 Desember 2021   02:25 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kondisi saat ini, dimasa pandemi semakin banyak orang yang sibuk atas pekerjaan mereka dan aktivitas yang padat. Banyaknya tuntutan dan permasalahan akan sering dirasakan oleh banyaknya individu yang akhirnya akan memicu munculnya stress. Tidak hanya orang dewasa, remaja juga akan merasakan hal yang sama apalagi dalam kondisi pandemi saat ini tidak memungkinkan untuk mereka sekolah secara luring. Mereka harus duduk di depan layar laptop sambil mendengarkan guru mereka menjelaskan materi yang ia dapat, sehingga memunculkan sikap bosan dan terkadang menimbulkan suatu bentuk respon yang berbeda – beda seperti terjadinya gangguan mood (perasaan).

Sebagai manusia pasti kita pernah mengalami perubahan suasana hati yang relatif cepat dan tanpa kita sadar. Tidak hanya wanita yang mengalami perubahan suasana hati, laki – laki juga sering mengalami kejadian yang sama apabila mereka sedang dilanda stress. Perubahan suasana hati merupakan kondisi psikologis yang terjadi pada seseorang sebagai reaksi emosional terhadap situasi tertentu. Individu yang memiliki mood swings belum tentu dikatakan bipolar.

Perubahan suasana hati dapat terjadi dengan cepat maupun bertahap. Perubahan yang relatif cepat dengan kondisi yang bertolak belakang bisa menandakan gejala mood swings. Mood swings adalah perubahan suasana hati yang terlihat jelas dan terasa. Mood swings merupakan salah satu dari gejala gangguan mental yang dialami pengidap bipolar. Kondisi mood swings tidak mengganggu aktivitas sehari – hari sehingga akan dikatakan normal orang tersebut karena akan dikatakan sebagai hal yang biasa. Namun, apabila kondisi mood yang mengganggu aktivitas dapat dikatakan sebagai gejala bipolar.

Gangguan bipolar merupakan gangguan mental yang ditandai perubahan emosi yang cukup drastis. Seseorang yang mengalami bipolar cenderung merasa terpuruk atau senang, terkadang juga individu dengan gangguan bipolar merasa pesimis akan dirinya sendiri. Gangguan bipolar dapat terjadi oleh siapapun dan kapanpun. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai manusia untuk menjaga perasaan dalam suatu kondisi dalam lingkungan sekitar.

Apa sih, mood swings itu? Mood swing adalah perubahan mood atau suasana hati yang terlihat. Selama perubahan mood tidak mengganggu aktivitas sehari – hari maka akan dikatakan sebagai hal yang normal. Akibat dari mood swing bermacam, mulai dari akibat PMS (bagi perempuan), tidur yang berantakan, hormon, stress, hingga depresi. Akhirnya akan menimbulkan perubahan mood yang begitu cepat.

Sebenarnya, mood swings merupakan hal yang wajar bagi setiap orang ketika mengalaminya dalam sehari – hari. Menurut Grohol, psikolog asal Amerika Serikat semua orang di dunia bisa dibilang pernah mengalami mood swings (perubahan suasana hati) dalam hidup. Mulai dari anak muda, orang dewasa, hingga orang yang sudah berumur pernah mengalaminya. Oleh karena itu, mood swing masih dikatakan wajar selama tidak mengganggu aktivitas seseorang. Namun, apabila hal tersebut sudah mengganggu aktivitas sehari – hari itu tandanya mood swings terlalu berlebihan.

Bedanya dengan bipolar merupakan gangguan yang bersifat berulang yang menunjukkan suasana perasaan dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu (Organization, 1993). Gangguan bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius dan dapat menyerang seseorang (Parks, 2014). Gangguan ini sering dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri yaitu naik turunnya mood, aktivitas dan energi (Mintz, 2015). Keadaan emosional orang dengan gangguna bipolar ekstrim dan intens yang terjadi pada waktu yang berbeda atau bisa disebut mood. Episode ini dikategorikan sebagai mania, hipomania, episode campuran dan depresi (Ahuja, 2011).

Menurut Aliansi Ganggunan Kejiwaan Nasional (NAMI), bipolar adalah gangguan yang ditandai oleh perubahaan mood atau perasaan yang parah. Gangguan ini sering disebut gangguan unipolar (depresi berat), dimana perubahan suasana hati yang hanya di satu kutub, sedangkan bipolar perubahan suasana hati ada di kedua kutub yang tinggi dan rendah (Parks, 2014)

Bipolar memiliki tiga tipe, yaitu Bipolar campuran, Bipolar II, dan Bipolar III. Bipolar campuran memiliki siklus yang bergantian antara episode mania – suasana hati normal – depresi – suasana hati normal – episode mania. Bipolar I ditandai dengan episode mania yang berat dan depresi berat (Ahuja, 2011). Gangguan bipolar tipe I ini ketika kondisi mania, penderita sering dalam kondisi "berat" dan berbahaya. Bipolar I memiliki satu episode mania. Bipolar tipe II ini penderita masih bisa melakukan aktivitasnya, tidak separah bipolar tipe I. Bipolar tipe ini, mudah tersinggung, kondisi depresinya berlangsung lama dibanding kondisi hipomania nya. Episode mania berlangsung secara tiba – tiba dalam kurun waktu 2 minggu hingga 4 - 5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung lebih lama sekitar 6 bulan, namun tidak melebihi satu tahun kecuali pada orang yang lanjut usia (Ri, 2014).

Dalam etiologi bipolar, ada beberapa macam faktor yang ditemukan yaitu faktor biologis, faktor psikososial, dan faktor lain dari depresi. Pada faktor biologis, belum diketahui pasti penyebab dari bipolar (Jiwo, 2012). Dalam faktor biologis ini terdapat tiga indikasi yaitu genetik dan faktor biokimia. Pada faktor genetik, ditemukan adanya data keluarga yang menunjukkan bahwa apabila satu orang tua memiliki gangguan mood, maka seorang anak akan memiliki risiko antara 10 dan 25 persen mewarisi gangguan mood juga. Apabila orang tua memiliki gangguan bipolar, akan ada risiko pengaruh besar terhadap anak (Kaplan & Sadock's, 2015).

Risiko keluarga dengan gangguan mood bipolar sekitar 25% dan gangguan depresi sekitar 20%. Risiko anak – anak dari satu orang tua dengan gangguan mood bipolar adalah 27% dan dari keuda orang tua dengan gangguan mood bipolar adalah 74%. Maka dari itu, faktor genetik sangat berpengaruh dan dapat membuat individu rentan terkena gangguan mood (Ahuja, 2011).

Selain faktor genetik, faktor biokimia juga terlibat dalam penyebab adanya bipolar. Dua neurotransmiter yang sering terlibat dalam patofisiologi gangguan mood adalah norepinefrin dan serotonin (Kaplan & Sadock's, 2015). Serotonin sering dikaitkan dengan depresi, indentifikasi beberapa subtipe serotonin dapat meningkatkan mood (Kaplan & Sadock's, 2015). Hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa gejala depresi pada riwayat keluarga yang memiliki depresi disebabkan karena pengurangan triptofan, dimana triptofan merukapan prekursor utama seretonin. Kelaianan bipolar sering dikaitkan dengan berkurangnya sensitivitas reseptor serentonin (Kring & Johnson, 2018). Otak menggunakan tiga katekolamin berbeda yaitu dopamin, norepinefrin, dan epinefrine. Setiap sistem memiliki peran fungsional yang berbeda dalam bidang persarafan (Nestler et al., 2009). Derajat CSF dari metabolit amina menunjukkan penururnan norepinefrin atau fungsi 5-HT dalam depresi (Ahuja, 2011). Dalam beberapa kasus kesehatan, orang yang depresi terjadi pengurangan jumlah neurotransmiter tertentu (misal norepinefrin) (Kate, 2017).

Faktor psikososial juga merupakan salah satu faktor terjadinya bipolar. Adanya faktor stres lingkungan, adanya stres yang menyertai episode pertama menghasilkan perubahan jangka panjang pada otak. Perubahan yang berlangsung relatif lama dapat mengubah keadaan fungsional neurotransmiter dan sistem persinyalan intraneuronal, perubahan yang mungkin termasuk kehilangan neuron dan pengurangan berebhan dalam portal sinaptik. Akibatnya, seseorang akan memiliki risiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya (Kaplan & Sadock's, 2015)

Banyak orang beranggapan bahwa orang yang megalami naik turun suasana perasaan, ia disebut bipolar. Jawaban dari suatu pernyataan tersebut adalah 'tidak'. Munculnya mood swings pada individu bukan berarti mereka mengalami gangguan bipolar. Mood swings sering disalah artikan, mood swings terkadang kita merasakan senang di pagi hari dan sedih di malam hari, sedangkan kalau bipolar mereka mempunyai episode mania dan depresi yang berjarak, terkadang beberapa orang yang belum memahami bagaimana bipolar terjadi mereka self diagnose tentang ciri – ciri mood swing ke ciri – ciri bipolar (Institute, 2012)

Mood swing pada setiap individu umumnya cukup unik, ada yang sekali dan ada yang setiap hari. Hal ini juga memicu anggapan orang – orang bahwa mereka mengalami bipolar.

Studi lebih baru menunjukkan tingkat gangguan mood yang sangat tinggi. 80% dari Fakultas Andreasen dari Lokakarya Penulis Lowa yang terkenal memiliki gangguan mood, lebih dari setengah dengan gangguan bipolar. Tingginya angka pada gangguan bipolar dipengaruhi oleh self diagnose (Richards & Kinney, 1990).

Ada banyak yang memicu terjadinya mood swing yang sampai akhirnya seseorang tersebut menjadi aware dan dapat menangani mood swings tanpa perlu panik dan cemas, serta tanpa perlu merasa bahwa diri kita tidak normal yang akhirnya menjadi labeling. Menurut Ifandi, seorang psikolog yang memiliki channel "Satu Persen", "Saya memiliki pasien, mereka sering bercerita bahwa mereka memiliki mood swing yang tidak normal, ada yang cerita kalau ia bipolar. Padahal kalau di dengar dari ceritanya, sebenarnya normal – normal, aja". Maka dari itu, self awareness penting untuk dilatih supaya dapat menanggapi mood swing tanpa panik dan cemas. Apabila kita panik dan cemas, itu adalah salah satu tanda kita kurang perhatian terhdap diri kita sendiri. Atau bisa juga kita tidak bisa menerima perasaan yang kita rasakan, padahal akan membuat emosi semakin parah karena dilawan. Lalu apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah mood swing:

1.         Track hal apa saja yang akan dilakukan hari ini

Menentukan suatu kegiatan yang akan dilakukan di suatu hari sehingga terjadinya mood swing akan dapat disadari. Misalnya, saat perempuan sedang PMS ia akan lebih sensitif dan pemarah, maka tracking yang dilakukan adalah memberi informasi bahwa hari ini adalah tanggal PMS ditakutkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka pasangan harus paham bahwa dalam keadaan PMS perempuan lebih sensitif dari sebelumnya.

2.         Membuat Habit terkait Tracking

Membuat habit bisa dilakukan dengan menulis diary, catatan tentang kondisi yang terjadi di hari tersebut. Hal ini dapat membuat tracking tentang hal – hal yang membuat diri seseorang tersebut mengalami mood swings. Kebiasaan ini juga bisa membuat seseorang untuk mengevaluasi diri, tentang bagaimana keadaan hari ini, siapa saja yang terkena marah hari ini, apa reaksi ketika menghadapi tantangan hari ini, apa yang sudah disyukuri hari ini. Menurut Irfandi, "semua pasien yang saya kasih tugas membuat habit ini, mereka lakukan di malam hari, dan kata mereka habit ini berhasil dan mereka merasa habit ini berguna banget bahkan dapat mengurangi kecemasan".

3.         Ingat bahwa adanya faktor penting yang mempengaruhi emosi

Faktor penting yang terkait adalah makan, tidur, dan olahraga. Apabila pola dari ketiga tersebut dapat diperbaiki maka akan dapat mengendalikan stress yang dimiliki, dapat mengurangi mood swings, lebih baik dalam penanganan emosi.

4.         Penanganan emosi

Banyak orang yang belum mengerti bagaimana cara untuk menangani emosi. Banyak orang juga belum mengetahui basic knowledge tentang emosi, maka dari itu perlu adanya sesi konsultasi yang private karena mereka belum paham tentang regulasi emosi, coping stress, dan lain sebagainya. Sebenarnya apabila individu diberi pemahaman tentang basic knowledge tentang emosi, mereka akan paham dan mampu untuk menangani emosi secara individu. Apabila tingkat stress yang dialami sudah parah maka perlu dilaksanakan sesi konseling dengan psikolog maupun psikiater.

Referensi

Institute, B. D. (2012). Bipolar DisorDer : symptoms Bipolar DisorDer : symptoms Fact Sheet. October, 1–4.

Jiwo, T. (2012). PUSAT PEMULIHAN DAN PELATIHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA G a n g g u a n j i w a b i p o l a r : Panduan bagi pasien , keluarga dan teman dekat.

Kring, A. M., & Johnson, S. L. (2018). Abnormal psychology: The science and treatment of psychological disorders. John Wiley & Sons.

Mintz, D. (2015). Bipolar Disorder: Overview, Diagnostic Evaluation and Treatment. MD and the Austen Riggs Center.

Organization, W. H. (1993). PPDGJ III.

Ri, D. (Departemen esehatan republik I. (2014). Pharmaceutical care untuk penderita gangguan depresif.

Richards, R., & Kinney, D. K. (1990). Mood Swings and Creativity. Creativity Research Journal, 3(3), 202–217. https://doi.org/10.1080/10400419009534353

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun