Apa resesi seks itu? Dikutip dari Kompas.com (28/11/2022), resesi seks adalah keengganan seseorang atau pasangan suami istri untuk memiliki anak atau memilih untuk memiliki sedikit anak. Sehingga  mempengaruhi tingkat kelahiran  yang rendah.
Dalam beberapa tahun terakhir  resesi seks  melanda  beberapa negara seperti China, Jepang dan Korea Selatan. Apakah Indonesia juga  berpotensi mengalami resesi seks? Menurut penulis jawabannya  bisa ya, bisa tidak. Tergantung kecenderungan atau  gaya hidup  yang dipilih warganya.
Apabila warganya yang lajang banyak yang memilih tidak menikah atau yang sudah menikah banyak yang memilih untuk  tidak memiliki anak atau memilih untuk memiliki sedikit anak, maka potensi terjadinya resesi sangatlah besar.
Sebaliknya,  apabila warganya yang mayoritas beragama Islam menjalankan ajaran Islam  dengan baik maka potensi mengalami resesi seks sangatlah kecil. Kenapa bisa demikian?
Alasannya antara lain adalah pertama, karena ajaran Islam melarang  hubungan seks di luar nikah sebagaimana bunyi ayat berikut ini,
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS Al-Isra':32)  Sehingga orang Islam yang taat tidak akan hidup membujang dan  segera menikah ketika sudah ada calon istri atau suaminya.
Kedua, ketika sudah menikah orang Islam yang taat akan memilih memiliki anak banyak. Â Karena umat Islam memang dianjurkan untuk memiliki anak banyak sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berikut, "Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku berbangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu) (Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Hibban dan Hakim dan jalan ma'qil bin Yaser)
Ketiga, seorang istri yang taat berusaha  menurunkan standar atau tuntutan hidupnya yang sebelumnya konsumtif dengan menjalankan gaya hidup qona'ah yaitu sikap rela menerima dan merasa cukup  atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan merasa kurang.
Selain menjalankan hidup qona'ah, seorang istri berusaha menjadikan rumahnya sebagai pusat aktifitasnya karena sebaik-baik wanita adalah yang banyak tinggal di rumah sebagaimana firman-Nya berikut ini, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliah dahulu dan laksanakan sholat, tunaikan zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa-dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya" (Al-Ahzab: 33)
Sehingga setelah menikah, seorang perempuan yang bekerja di perusahaan mau tidak mau harus meninggalkan pekerjaannya dan totalitas menjadi ibu rumah tangga yang banyak tinggal di rumah untuk melayani suami, mengasuh anak-anak dan menyelesaikan pekerjaan rumahnya.
Kenapa seorang muslim dan muslimah harus menikah? Selain karena perintah agama juga karena kebahagiaan tertinggi seorang muslimah itu terletak di dalam rumahnya,yaitu ketika ia bisa menjadi isteri yang taat kepada suaminya. Dan hal itu hanya bisa ia peroleh setelah menikah. Dengan menikah seorang muslimah mendapatkan kesempurnaan agamanya. Â Sedangkan laki-laki muslim pada umumnya memandang menikah itu untuk memenuhi kebutuhan biologisnya secara halal, mendapatkan keturunan dan kedamaian.
 sebagaimana firman-Nya."...maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil maka nikahilah seorang saja, atau hamba perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim." (QS An-nisa:3)
Apabila isteri taat kepada suaminya maka dia berpeluang masuk surga lewat  pintu mana saja. Dalilnya adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, "Jika seorang perempuan menunaikan shalat lima waktu, berpuasa (pada bulan Ramadhan), menjaga kemaluannya, taat kepada suaminya maka dikatakan kepadanya, "Masuklah ke surga dari pintu mana saja yang kamu suka." (Dishahihkan oleh Albani dalam Shahih Al Jami' ash Shagir:660)
Tidak bisa dipungkiri bahwa menikah itu membutuhkan biaya yang boleh jadi tidak sedikit. Tetapi, sekarang orang bisa melangsungkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) dengan biaya gratis atau melangsungkan akad nikah di rumah dengan biaya relatif murah yaitu sekitar 600.000,- Â di daerah penulis.
Biaya hidup sehari-hari yang otomatis bertambah setelah berkeluarga hendaknya menjadi pemantik suami untuk berikhtiar mencari nafkah secara optimal seraya tak kenal lelah berdoa memohon pertolongan  dan bertawakal (berserah diri) kepada-Nya saja. Dia Yang Maha Kaya berjanji akan mencukupi  kebutuhan hidup orang  yang bertawakal kepada-Nya sebagaimana firman-Nya berikut ini,
"Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Â Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS ath-Thalaq:3)
Setelah anak-anak tumbuh  besar dan sekolah, tuntutan ekonomi pun meningkat. Sehingga selain tawakal,  istri sebagai pengelola rumah tangga suami juga harus istiqamah menjalankan amalan sunnah seperti berpuasa sunnah demi meraih ridho-Nya semata dan  pandai-pandai mengelola uang belanjanya. Kalau diizinkan suami  maka bisa berbisnis rumahan seperti menerima pesanan kuliner ladrang.
Banyak tinggal di rumah menyelesaikan rutinitas sehari-hari-hari adalah hal yang membosankan bagi sebagian besar perempuan. Tetapi, jika perempuan mau meluangkan waktunya sedikit saja untuk menanam tanaman sayuran seperti cabe, tomat dan kangkung dan kemudian menulis perkembangannya di buku 'diary'-nya maka dengan izin-Nya  hal yang membosankan itu otomatis akan sirna. Apalagi setelah  panen dan hasilnya bisa dijadikan cuan  selain untuk konsumsi sendiri. Tidak percaya? Silakan buktikan sendiri.
Akhirnya, pesan penulis kepada pemerintah, agar pemerintah menyediakan wadah untuk mengembangkan usaha produktif  warga seperti usaha tani hortikultura di 'greenhouse' sederhana untuk kaum laki-laki (mengingat Indonesia masih harus impor untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan pangannya) dan memberdayakan kaum perempuan lewat bisnis rumahan seperti  usaha  kuliner dan kebutuhan sehari-hari dengan memberikan modal bahan atau barang.
 --26--
Bondowoso, 20/12/2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI