"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)." (QS. Hud ; 6)
Individu yang bertakwa, tidak khawatir dengan rezekinya. Tugas dirinya hanyalah berikhtiar dengan cara-cara yang halal dalam mencari nafkah. Individu yang bertakwa juga tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang kekerasan. Negara akan menjamin setiap rakyatnya bisa menunaikan kewajiban mencari nafkah dengan menyediakan lapangan pekerjaan atau membekali keterampilan.
Pada level negara, Islam dijadikan landasan dalam mengurusi kepentingan rakyat. Rasulullah saw bersabda,
"Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR. Bukhari)
Setiap pemimpin yang menerapkan Islam dalam bernegara memiliki semangat untuk melayani rakyatnya. Para penguasa sadar betul kekuasaan yang dimilikinya kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah swt. Ia akan melakukan segala upaya dalam me-riayah (mengurus) kepentingan rakyatnya.
Hal ini yang tidak akan ditemukan dalam sistem pemerintahan saat ini. Saat ini para penguasa justru sibuk dengan kepentingan diri dan kelompoknya masing-masing. Sibuk berebut dan berbagi kue kekuasaan. Tak jarang kekuasaan justru menjadikan para pemimpin semakin tamak degan melakukan segala cara untuk meraih keuntungan. Sementara hajat hidup rakyat banyak yang terabaikan. Seakan lupa, setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggung jawabaannya oleh Allah swt.
Dalam pandangan Islam, negara wajib menjamin kebutuhan rakyatnya termasuk dalam hal transportasi publik. Negara bisa menciptakan layanan transportasi publik yang mampu menjangkau hingga ke pelosok-pelosok pemukiman. Transportasi publik ini diciptakan terintegrasi satu dengan yang lainnya. Penduduk lokal bisa diberdayakan sebagai pengendara dengan upah dari negara. Negara menciptakan transportasi publik dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum syara. Negara akan menciptakan transportasi publik yang tidak bercampur baur antara laki-laki dan Perempuan. Â
Islam tidak melarang kemajuan teknologi. Adanya kemajuan teknologi yang bisa mempermudah hajat hidup banyak orang adalah sebuah karunia. Hanya saja, Islam melarang peran negara diambil alih oleh para pemilik modal. Jika demikian artinya negara melakukan kelalaian. Kemajuan teknologi di tangan para kapital hanya akan dijadikan alat untuk meraih keuntungan. Berbeda halnya jika kemajuan teknologi dikuasai oleh negara, maka akan digunakan untuk meringankan hajat hidup rakyatnya.
Dalam hal transportasi umum Ojol ini misalnya, keberadaan Ojol menjadi solusi bagi rakyat karena dirasa murah dan efisien. Namun di sisi lain, pengendara merasa terbebani dengan potongan-potongan penghasilan yang dirasa cukup besar oleh pengelola aplikasi. Hal ini terjadi karena penyedia transportasi Ojol memang perusahaan yang berorientasi memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, negara harus hadir untuk mewujudkan keadilan bagi warga maupun bagi pengendara.Â
Pemenuhan hak-hak rakyat serta keadilan hanya akan diraih dengan menjadikan Islam sebagai landasan dalam bernegara dan mengurus kepentingan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H