Mohon tunggu...
Ummu Fatimah
Ummu Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Do the best

Speak your idea for the better future

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ajang Miss Indonesia dan Mindset tentang Perempuan

9 November 2024   21:12 Diperbarui: 9 November 2024   21:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Yayasan Miss Indonesia bersama RCTI akhir tahun ini kembali akan menggelar ajang Miss Indonesia 2025. Seleksi Miss Indonesia bertajuk Campus Spesial Hunt, menggandeng salah satu kampus bersar pendidikan di Jawa Timur untuk memberikan karpet merah pada audisi ini, Universias Negeri Malang. Respon pro dan kontra bermunculan dari mahasiswa kampus terkait.

            Kubu pro sebagai mana yang terlihat dalam Menfess UM pada platform X, berpendapat bahwa kampus pendidikan bukan kampus Islam sehingga sah sah saja untuk memberikan karpet merah. Sedangkan kubu kontra berpendapat bahwa ajang ini tidak lain adalah karpet merah untuk merendahkan kehormatan perempuan yang bertentangan dengan syariat Islam. Sehingga mereka melakukan penolakan tegas atas terselenggaranya ajang ini baik dilakukan di kampus Islam ataupun tidak.

            Dewasa, fenomena ini perlu dicermati dengan jernih, argumentative dan berdasar atau bernash. Lantas, bagaimana sebenernya perempuan harusnya diperlakukan, sehingga jelas apakah aktivitas yang dilakukan telah memberikan hak perempuan sebagaimana mestinya atau sebaliknya.

Bagaimana Memandang Perempuan

            Ajang Miss Indonesia tidak lain adalah dampak dari sebuah sudut pandang masyarakat terhadap perempuan. Masyarakat selama perjalanan peradaban dunia mengalami pergeseran dalam memandang perempuan. Peradaban Romawi misalnya memandang perempuan adalah manusia kelas dua, sehingga tidak mendapatkan hak kehidupan sebagaimana laki laki. Dunia Eropa memandang perempuan adalah manusia pelengkap laki laki yang bebas di eksploitasi seksualitasnya serta makhluk lemah yang mudah dijadikan tempat berkumpulnya makhluk ghaib di dalam tubuhnya serta perempuan dianggap identic dengan penyihir. Hasilnya, pernah terjadi pembakaran masal sekitar 600 perempuan di Eropa karena perempuan perempuan tersebut dianggap sebagai penyihir sehingga layak untuk dibakar hidup hidup. Selain itu, di Jazirah Arab sendiri perempuan adalah manusia yang hina, nilainya sama dengan barang yang mudah diperjual belikan, menjadi komoditas seksual, bahkan menjadi sumber aib. Sehingga, banyak bayi bayi perempuan yang dikubur hidup hidup.

            Sudut pandang masyarakat terhadap perempuan yang senantiasa memandangnya sebagai komoditas seksual layaknya barang ini mengakibatkan penderitaan menahun bagi kaum perempuan. Sehingga muncul narasi feminism di dunia Eropa sebagai bentuk kritik atas sudut pandang tersebut. Narasi ini menginginkan adanya kesamaan dalam memandang perempuan dan laki laki. Berbagai sudut pandang ini jelas tidak memposisikan perempuan sebagai manusia.

            Sedangkan setelah munculnya peradaban Islam, peradaban ini memandang perempuan sebagai manusia layaknya laki laki. Sehingga tidak ada perbedaan antara kebutuhan hidup perempuan dan juga laki laki yang harus dipenuhi. Perempuan juga memiliki hak yang sama yaitu perlindungan atas akal, jiwa, darah, harta, dan kehormatan. Oleh karena itu perempuan tidak boleh dipandang layaknya barang atau sebagai pelengkap laki laki atau bahkan hanya dinilai dari sisi sisi seksualiatasnya. Sebab hal ini akan mencederai kehormatannya sebagai manusia.

Mindset Sekuler Liberal memperlakukan Perempuan

            Setiap peradaban memiliki sudut pandang tertentu terhadap perempuan, sehingga nasib kaum perempuan dipengaruhi oleh sudut pandang ini. Pada peradaban hari ini yang memisahkan agama dengan kehidupan atau sekuler. Tanpa adanya agama, manusia bebas untuk berpikir, memiliki sudut pandang sendiri atau bermindset liberal. Kebebasan ini mengakibatkan manusia merasa bebas dalam berperilaku, bergaul, satandart hidup hingga menentukan value hidup yang akan ditunjukkan kepada publik. Sehingga mengakibatkan hilangnya batasan batasan berpenampilan.

            Standart kehidupan yang dinilai dari aspek materi, membuat masyarakat berpedoman bahwa populeritas adalah value terbaik dalam kehidupan. Sehingga adanya ajang pencarian bakat sebagaimana Miss Indonesia menjadi hal yang ditunggu tunggu untuk meningkatkan value diri. Adanya value hidup dan mindset sekuler liberal dengan mudah menjadikan perempuan popular dengan memanfaatkan seksualitas. Tidak bisa dipungkiri bahwa ajang seperti ini akan menampilkan sisi kecantikan perempuan untuk menang dan popular.

            Selain itu, perempuan dengan populeritas tersebut akan mudah bekerja sama dengan perusahan perusahan periklanan. Perusahaan ini menggandeng perempuan cantik dengan dalih meningkatkan pendapatan. Padahal sejatinya produk mereka tidak berkaitan dengan sisi kecantikan perempuan. Jika, perempuan diperlakukan demikian pada dasarnya perempuan telah kembali direndahkan sebagai mana peradaban kuno yang ada di dunia. Kehormatan perempuan digadakan demi populeritas sebab perempuan hanya dinilai dari seksualitas semata. Parahnya hal ini dilakukan oleh perempuan tanpa paksaan melainkan dengan penuh kesadaran, tanpa mereka pahami bahwa kehormatan mereka tengah diperjualbelikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun