Pertengahan bulan Juli, masyarakat dihebohkan dengan fenomena tewasnya 2 orang usia 20an tahun serta puluhan korban lainnya harus dilarikan ke RSJ karena mabuk Kecubung (Tirto.com, 7,11). Kasus ini kemudian ditangani oleh Polda Kalsel dan Polres setempat yang melakukan olah TKP. Setelah dilakukan penelitian terkait kandungan Kecubung, tumbuhan ini positif mengandung dua zat kimia yaitu Scopolamine dan Atropin, Keduanya tergolong sebagai obat antikolinergik yang memiliki efek mampu menenangkan sistem syaraf pengonsumsi sekaligus meningkatkan kerja otot jantung sehingga mengahasilkan efek berdebar.
      Hasil laboratorium juga menunjukkan bahwa buah Kecubung tidak mengandung zat zat dengan sifat narkotika dan psikotropika seperti dugaan awal. Adanya efek konsumsi obat obatan NAPZA justru berasal dari obat tanpa merk yang sengaja dikonsumsi oleh para korban ke dalam alcohol bersama camburan buah Kecubung. Kecubung sendiri ditambahkan pada alcohol untuk meningkatkan efek tenang dan juga sensasai berdebar yang mereka terima. Lantas alasan apa yang membuat para korban gelap mata hingga mengabaikan keselamatan mereka demi sebuah sensasi sesaat.
Haus Sensasi
      Berdasarkan penuturan korban kepada pihak kepolisian dapat diketahui bahwa para korban memiliki tujuan untuk bersenang senang dengan merasakan sensasi ketenangan dari aktivitas yang mereka lakukan. Ketika sensasi itu dirasa berkurang efeknya maka tidak sedikit yang menambah dosis obat atau bahan apapun untuk meningkatkan efek obat obatan tersebut. Hakikatnya yang dirasakan oleh korban berkaitan dengan resistensi hormon dopamine dalam tubuhnya. Hormon dopamine yang biasa disebut sebagai hormon bahagia adalah zat kimia alami yang dihasilkan oleh tubuh untuk memberikan intruksi kepada organ tubuh yang lain sehingga terdefinisi di otak sebagai sebuah kesenangan, Kesenangan ini yang biasanya diartikan oleh masyarakat sebagai kebahagiaan.
      Hormon dopamine yang terus menerus dihasilkan dengan konsetrasi tinggi akan memicu tubuh untuk resisten terhadap hormon ini sebagai bentuk respon tubuh agar tubuh tetap seimbang. Efeknya,  manusia tidak akan merasakan sensasi yang sama ketika dosis obat yang digunakan lebih sedikit atau tetap. Hal ini yang mendorong pengguna obat obata NAPZA untuk meningkatkan dosis obat yang digunakan hingga tubuhnya overdosis.
      Pada dasarnya, manusia ingin merasakan ketenangan atau kebahagiaan dalam jiwanya adalah hal yang manusiawi dan fitrawi. Akan tetapi menggunakan obat obatan sebagai jalan untuk menuju hal tersebut adalah cara yang tidak tepat. Karena ketenangan atau kebahagiaan pada dasarnya bukan dihasilkan dengan cara yang demikian. Selain karena tidak sesuai dengan syariat Islam yang melarang manusia untuk mengonsumsi segala hal yang membuat akalnya hilang, obat obatan NAPZA hanya akan memberikan efek senang sesaat tanpa menghadirkan ketenangan atau kebahagiaan.
Kebahagiaan VS Kesenangan
      Bahagia dapat didefinisikan sebagai kondisi jiwa dan juga diri yang tenang. Sedangkan kesenangan dapat didefinisikan sebagai kondisi jiwa yang sedang menggebu nggebu dan bersemangat. Keduanya bisa saja memiliki kolerasi pada kondisi tertentu, seseorang yang bahagia pasti senangm, tetapi seseorang yang senang tidak selalu bahagia. Kebahagiaan pada dasarnya dihasilkan dari terpenuhinya kebutuhan naluri dan kebutuhan jasmani yang ada di dalam dirinya dengan cara yang sesuai dengan cara yang rasional, menentramkan hatinya dan sesuai dengan hakikat penciptaannya tau biasa disebut dengan fitrah. Sedangkan kesenangan adalah kondisi dimana kebutuhan naluri dan jasmani terpenuhi sesuai dengan kehendak atau hawa nafsunya baik itu rasional dan fitrawi atau tidak.
      Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kebahagiaan tidak akan terwujud ketika manusia menggunakan cara yang salah dalam memenuhi kebutuhannya. Standarisasi ini hakikatnya dapat diketahui dalam aturan Al Khaliq Al Mudabbir. Sedangkan cara yang tidak tepat salah satunya dengan konsumsi obat obatan NAPZA. Sayangnya, sudut pandang masyarakat saat ini yang dibiasakan dengan pemahaman sekuler yaitu pemisahan agama dengan kehidupan menghasilkan konsep hidup liberal atau bebas dalam memenuhi segala kebutuhan naluri dan juga jasmani. Koridor benar salah telah terkikis habis sehingga menghasilkan manusia yang hanya fokus pada kesenangan sesaat yang merusak.
Alamr Merah Dunia Pendidikan
      Dua pemahaman berbahaya yang hadir di tengah masyarakat tersebut diperparah dengan konsep kurikulum pendidikan hari ini yang mengadopsi pemahaman sekulerisme. Dikotomi pendidikan agama dan ilmu pengetahuan yang lain menghasilkan generasi yang kaya dengan informasi tetapi tidak memiliki keahlian dalam menentukan hakikat benar salah dalam memenuhi kebutuhannya. Pendidikan agama hanya dipahami sebagai informasi untuk menjalankan ibadah ritual semata serta dianggap sebagai bagian dari sejarah umat manusia. Agama tidak pernah dijadikan sebagai standart perbuatan aktivitas keseharian. Adanya penanaman moral termasuk menentukan benar salah bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, standart yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan mulai dari K13 hingga kurikulum merdeka adalah standart kebermanfaatan. Sehingga manusia memiliki pemahaman bahwa standart aktivitas adalah kebermanfaatan.
      Padahal kebermanfaatan sendiri adalah hal yang tidak pasti atau berbeda beda pada setiap individu. Efeknya manusia tidak memiliki standart perbuatan yang jelas, hal inilah yang inilah yang disebut sebagai sekulerisme liberal. Pemisahan agama dengan kehidupan yang menghasilkan kebebasan berperilaku. Efeknya tuntutan kehidupan sosial hanya berporos pada hal hal yang diinginkan, menyenangkan dan memiliki banyak manfaat materil semata tanpa memperhatikan aspek benar salah. Hal ini seharusnya cukup menjadi alamr merah dunia pendidikan dan sistem sosial di masyarakat. Sebab, jika pemahaman sekulerisme liberal tetap diadopsi dan semakin berkembang di tengah tengah kehidupan, bukan tidak mungkin fenomena mabuk kecubung yang ditemui akan semakin banyak dan semakin parah.
Pandangan Pendidikan Islam
      Islam sebagai way of life dalam kehidupan, menempatkan agama sebagai standart perbuatan seorang manusia. Manusia harus terikat dengan hukum syariat sebagai bentuk konsekuensi keimanan kepada Allah Subhanahu Wataala. Hal ini diaktualisasikan bukan hanya oleh individu tetapi juga masyarakat dan juga negara melalui sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk menjadikan manusia memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dengan demikian standart perbuatan, baik buruk, sekaligus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan memerhatikan syariat Islam sebagai pertimbangan.
      Pola pendidikan seperti ini juga didukung dengan peraturan dari negara yang distandarkan pada syariat Islam sehingga terbentuk masyarakat Islam yang memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan Islam. Efeknya masyarakat akan memiliki makna kebahagiaan yang berbeda dengan masyarakat sekuler. Kebahagiaan masyarakat Islam adalah ketika mereka menjalankan aktivitas sesuai dengan hukum syariat serta mampu menjaga lingkungan mereka agar tetap menjalankan hukum syariat. Hanya saja pandangan ini hanya mampu terjadi ketika negara mengadopsi Islam sebagai pandangan hidup bagi negara.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H