Buku yang ditulis oleh Professor Muhammad Amin Suma dengan judul Keadilan Hukum Waris Islam yang mendeskripsikan secara lengkap mengenai kewarisan islam dengan adil yang memuat materi mengenai ilmu faraid atau ilmu mengenai kewarisan islam, bagaimana pelaksanaan hukum kewarisan yang ada di Indonesia, keterkaitan ayat-ayat Al-Qur'an dengan kewarisan islam, bagaimana sabda Nabi mengenai kewarisan islam (sesuai dengan Hadits), bagaimana system pembagian warisan pada zaman jahiliah yang digambarkan pada saat Pra-Islam, apa saja prinsip-prinsip hukum kewarisan islam, bagaimana gugatan dan pembelaan saat ada perbedaan atau perdebatan mengenai pembagian hak waris antara laki-laki dan perempuan, bagaimana pandangan kompilasi hukum islam mengenai hukum kewarisan islam, apa saja hikmah pelipatgandaan bagian waris laki-laki dari bagian waris perempuan, sekitar wasiat terkait dengan hukum kewarisan, bagaimana kemungkinan perubahan yang terjadi pada kasus pembagian kewarisan.
Hukum kewarisan islam ini tidak semua orang bisa menerapkan pada kehidupannya masing-masing, karena sebagian dari masyarakat Indonesia masih menggunakan hukum adat dalam pembagian warisan. Semakin kesini hukum syariat islam semakin diragukan karena sebagian beranggapan kurang adil dalam keterkaitan dengan hukum kewarisan (faraid). Terkhusus pada pembagian dengan perbandingan 2 : 1 , dimana bagian dua untuk ahli waris laki-laki dan bagian satu untuk ahli waris perempuan.
Dalam merespon perdebatan atas dasar kekurangadilan mengenai perbandingan 2 : 1 . hal ini terdapat beberapa argumentasi dari yang dasar dengan cara berfikir secara sosiologis-empiris dan pragmatis. Dapat disadari bahwa pro dan kontra mengenai hukum waris islam akan terus mengemuka dan mewacana. Namun dengan bagaimanapun mudzakarah mengenai hukum kewarisan ini pasti akan membuahkan sebuah manfaat tersendiri.
Ilmu faraid disebut juga dengan ilmu al-mirats yang memiliki arti kekal abadi atau setara dengan baqa, al-mirats dapat diartikan pula dengan peralihan sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Kelebihan gari Ilmu faraid ini yaitu kekhususan perintah dari Rasulullah SAW kepada para sahabat nabi untuk tetap menekuni ilmu ini agar kemudian tetap mengajarkan dan menyebarkan ilmu faraid ini. Namun adapula kelemahan dari ilmu faraid yaitu cepat dilupakan atau diabaikan oleh sebagian besar umat muslim, padahal Rasulullah SAW menjuluki ilmu faraid ini dengan sebutan dari ilmu nishf al-ilmi. Mengingat ilmu faraid ini merupakan sebagian dari ibadah kita, dan juga sebagai penghubung  atau keterkaitan dengan aktivitas mualamah manusia. Tujuan dari ilmu al-mirats yaitu untuk menyampaikan hak kekayaan kepada mereka yang berhak untuk menerimanya yang menempati sebagai ahli waris yang pasti.
Pada umumnya setiap negara yang berpendudukan mayoritas muslim telah memiliki Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum kewarisan. Terkecuali pada negara yang berpenduduk muslim minoritas kemungkinan belum atau tidak memiliki Undang-Undang mengenai hukum kewarisan. Dengan begitu, masyarakat muslim yang belum memiliki Undang-Undang kewarisan maka mereka membagi harta waris dengan cara tradisional atau dengan hukum adat setempat. Bahkan di Indonesia sendiri yang sudah memiliki Undang-Undang yang mengatur kewarisan kerap kali masyarakat membagikan dihadapan kyai, ustadz, ataupun tokoh agama setempat dengan cara kekeluargaan, tidak sedikit pula yang membagi warisan dengan cara menempuh jalur hukum karena adanya sengketa-sengketa antara ahli waris sehinga harus dimeja hijaukan.
Tradisi pembagian waris tentunya tidak menjadi permasalahan yang besar menginat bahwasanya implementasi hukum kewarisan islam yang sesungguhnya sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang kemudian semua itu tersandarkan pada kesadaran hukum keluarga muslim itu sendiri. Keberadaan undang-undang yang mengatur tentang pelaksanaan hukum waris sebagaimana juga undang-undang yang mengatur perihal hukum keluarga terkhususnya perihal perkawinan.
Terdapat beberapa ayat kewarisan dalam Al-Qur'an, sebagian berpendapat terdapat 5-6 ayat saja, namun juga ada yang bependapat 9-11 ayat. Namun pada setiap sisi ayat-ayat tersebut tetap memiliki keterkaitan langsung dengan ayat-ayat induk mawaris itu sendiri. Contohnya terdapat pada surah An-Nisa ayat 9 yang dimana isinya mengingatkan manusia dari kemungkinan meninggalkan keturunan yanglemah secara ekonomi maupun teologi, yang kemudian disambung dengan surah An-Nisa ayat 13 dan 14 yang berisikan mengenai janji-jnji yang baik dan berupa ancaman yang kejam bagi siapa saja yang menaati dan mengabaikan hukum kewarisan. Terdapat tiga kelompok besar ayat-ayat mawaris yaitu, kelompok ayta induk/inti, kelompok ayat pendukung, dan kelompok ayat terkait.
- Kelompok ayat induk atau inti [ An-Nisa ayat 7, 11, 12,33,176 ]
- Dimana dalam ayat 7 dijelaskan mengenai bahwasanya laki-laki memiliki harta atas harta peninggalan orang tua dan kerabatnya dan bagi perempuan juga sama halnya ia berhak mendapatkan harta peninggalan dari orang tua nya dan kerabatnya. Kemudian dalam ayat ke 11 hingga ayat 12 dijelaskan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan seberapa besar bagiannya. Kemudian pada ayat ke 33 dijelaskan bahwa jika ada orang yang telah bersumpah setia pada keluarganya maka berilah ia sedikit atau banyak bagian untuknya. Dan yang terakhir pada ayat 176 juga sama halnya dengan ayat 11 dan 12 dejlaskan mengenai seberapa besar bagian hak warisnya kepada ahli waris.
- Kelompok ayat pendukung [ An-Nisa ayat 9, 10, 13, 14, dan 32-34 ]
- Terdapat ayat-ayat lain yang secara langsung memiliki hubungan dengan ayat-ayat waris induk,baik dari sisi perletakannya maupun dari sisi informasi dan permaknaannya. Mungkin dari beberapa ayat lain memiliki korelasi yang memperkuat posisi ayat-ayat kewarisan dan kehartabendaan pada umumnya. Pada ayat 9-10 dipringatkan kepada manusia bahwa mereka janganlah meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah ekonomi dan janganlah mereka memakan harta anak yatim dimana jika mereka memakan harta tersbut sama dengan mereka memenuhi perut mereka dengan api dan akan dimasukkan kedalam neraka yang menyala-nyala. Kemudian pada ayat 13-14 Allah menjanjikan kepada manusia yang taat akan dimasukkan kedalam surga yang penuh dnegan nikmat, dan siapa pula yang ingkar maka mereka akan di azab Allah SWT.dalam ayat 32-34 dijelaskan habwa bagian waris laki-laki setingkat lebih tinggi dari pada bagian waris perempuan, ini dilakukan untuk menepis tuduhan kepada kaum wanita dimana pada zaman Rasul wanita terkesan setengah hati dalam menyikapi hukum faraid.
- Dalam ayat-ayat pendukung ini berisikan nilai-nilai yang mengandung keadilan yang merata dan keseimbangan yang proposional.
- Ayat-ayat terkait dengan Kewarisan [ Al-Baqarah ayat 228, An-Nisa ayat 19, Al-Ahzab ayat 4, dll]
- Dalam mengkategorikan antara ayat pendukung dan ayat yang terkait memanglah agak sulit, mengingat keduanya saling mendukung dan menguatkan. Dalam ayat-ayat yang berkaitan lebih ke mengingatkan kepadanumat muslim untuk tetap mentaati semua hukum-hukum Allah tanpa menyimpang, pada saat yang bersamaan ayat ayat tersebut juga menegur kesangsian umat muslim terhadap keberadaan hukum-hukum Allah yang terkait dengan hukum kewarisan islam maupun dengan hukum-hukum yang lain. Ayat-ayat terkait bersifat umum dengan system hukum islam secara keseluruhan ada pula yang bersifat spesifik dalam pembahasannya mengenai kewarisan.
Guna untuk memperkaya ilmu dan wawasan mengenai hukum waris atau ilmu faraid, boleh kita mencoba meresapi dan menggali jauh lebih dalam mengenai ayat-ayat kewarisan. Terutama dalam aspek sabab nuzul yang berat dengan suasana dialogis semacam sosialisasi rancangan Undang-Undang pada era modern sekarang ini
Kemudian mengenai beberapa sabda Nabi/ Hadits yang membahas mengenai hukum waris atau ilmu faraid jauh lebih banyak dari ayat ayat Al-Qur'an yang membahas mengenai hukum waris. Beberapa Hadits Nabi yang membahas hukum waris yaitu HR Ibnu Majah, Al-daruquthny dan Al-Hakim dimana dalam hadis tersebut Nabi memerintahkan umat muslim untuk mempelajari ilmu faraid karena ilmu ini mudah untuk dilupakan seseorang. HR al-Hakim, dalam hadits ini Nabi membagi menjadi tiga kelompok mengenai ayat ayat Al-Qur'an yang membahas hukum waris. HR al-Hakim, menjelaskan bahwa Nabi memerintahkan umat islam untuk mempelajari ilmu faraid dan mengajarkan kepa umat islam yang lain karena tiap orang akan merasakan kematian dan ilmu mengenai hukum waris juga akan dicabut dan fitnah akan cepat menyebar sehingga banyak orang yang berseteru, dan lain sebagainya.
Dapat kita pahami bahwasanya dari banyaknya kumpulan hadits mengenai hukum waris tidaklah mencampuri ihwal ketentuan ahli waris yang menjadi bagian masing-masing sesuai dengan ketentuan Al-qur'an. Dalam Hadits hanya termaktub beberapa saja yang kemudian menjelaskan atau lebih mempertegaskan kembali yang telah diarahkan dalam Al-Qur'an dengan asas kewarisan parental setelah mengutamakan asas bilateral.
Kalangan Jahiliyah pra-islam kapanpun dan dimanapun tidak hanya di daerah Jazirah Arab disebut oleh para penentang hukum islam khususnya penentang hukum waris atau ilmu faraid, mereka sama sekali tidak memberikan warisan kepada kaum wanita dan anak anak. Mereka hanya memberikan warisan kepada kaum laki laki yang sudah dewasa, dewasa ini dalam artian mereka sudah mampu berllaga di medan perang. Mereka memiliki adagium hukum yang menyatakan bahwa siapapun tidak berhak mendapatkan warisan selain yang mampu memanah demi mendapatkan harta rampasan perang. Hukum adat Jahiliyah pra-islam ini menyebutkan ada tiga penyebab utama saling mewarisi, yaitu :
- Karena Nasab, dimana diartikan dengan anak laki laki yang sudah dewasa atau sudah benar-benar teruji bahwasanya dirinya mampu memanggul senjata dan sama sekali tidak melibatkan dari keturunan yang lemah dalam hal ini kaum perempuan dewasa sekalipun.
- Anak angkat, yaitu pengangkatan anak laki laki yang dilakukan oleh seseorang dan secara de facto dan de jure dapat diakui layaknya sebagai anak kandungnya sendiri sehingga menimbulkan hak waris di samping hak hak lainnya pada anak angkat tersebut.
- Perjanjian atau sumpah setia, dalam hal ini seseorang berjanji dengan mengatakan kepada yang lain bahwa "darahku adalah darahmu juga, kehancuranku adalah kehancuranmu juga, dank arena itu kamu berhak mewarisi aku dan aku pun berhak mewarisi kamu. Manakala setelah perjanjian atau sumpah tersebut terucap kemudian salah satu diantara mereka meninggal, maka secara otomatis mereka salah satunya berhak menjadi ahli waris.