Ucapan Bell benar. Tidak ada seorangpun yang berada di dapur. Semua ora kelelahan bekerja seharian.
"Duduklah. Aku akan membuatkan sup untukmu."
Leon mengikuti saja arahan Bell. Tidak butuh waktu yang lama, gadis itu sudah selesai dengan supnya. Setelah berterima kasih, Leon langsung menyantap sup itu. Hening, kedunya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tidak butuh waktu lama, mangkuk Leon sudah bersih, sup sudah masuk ke lambung lelaki yang duduk di depan Bell itu.
"Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Leon ragu-ragu. "Sebenarnya tertulis jelas di wajahmu, jika sedang ada sesuatu yang kau pikirkan."
"Sungguh?" Bell tak percaya.
"Apa kau merindukan rumahmu?" Leon menebak-nebak. "Tak apa, bukannya ini pertama kalinya kau pergi jauh---"
"Tidak. Bukan itu,"Bell terdiam sejenak."Ini terlalu biasa saja. Bukannya seharusnya ayah mencari kami? Aneh bukan, dua putrinya hilang tapi seorang Ayah diam saja?"
"Tidak. Aku pernah mengalaminya---"
"Aku tidak tahu apa yang ayahku pikirkan. Tapi ini tidak seperti dugaan. Sudah hampir dua bulan, tapi sepertinya ayah tidak ada niatan mencari kami ke ibu kota,"
"Apa kau akan pulang, jika ayahmu datang?"
Bell menatap Leon. Ada kebingungan di pelupuk matanya.