Hari itu langit tidak begitu cerah. Beberapa orang masih belum kembali ke Mansion setelah liburan panjang. Iya, ada waktu satu kali dalam satu tahun para pekerja di berikan jatah libur yang cukup lama di akhir musim panas. Karena Bell adalah pekerja paling baru jadi dia hanya mendapatkan tiga hari jatah libur. Kasihan sekali.Â
Hari ini dia tidak sendiri, ada seorang tukang kebun dan penjaga kandang kuda yang sudah kembali dari liburan mereka.Â
"Maaf, bukankah Anda Nona, Bell? Mengapa Anda ada di sini?"
"Selamat sore, Paman. Saya hanya tidak tahu harus melakukan apa. Semua pekerjaan saya sudah selesai, saya hanya ingin melihat kuda makan."
"Apa Nona Bell menyukainya?"
"Tentu---"Â
"Kalau kau mau, kau bisa menaikinya,"ucap seseorang dari arah belakang Bell yang membuat gadis itu terkejut.
"Oh, Hai Leon. Bagaimana kau ada di sini?" tanya Bell.
Leon memberikan kode kepada penjaga kandang untuk pergi. "Aku hanya datang berkunjung," ucap lelaki itu santai. Baru satu bulan tidak bertemu, tapi Leon sangat berubah, tidak ada jenggot tipis tidak ada noda tanah di baju dan rambutnya tertata rapi. Mungkin dia terlihat seperti bangsawan sungguhan.Â
"Apa kau mengenal Tuan Duke? Bagaimana kau bisa berkunjung di saat Mansion tidak ada pemiliknya?"
"Apa kau mau naik kuda?" ucap Leon yang tengah mengeluarkan seekor kuda dari kandang.
"Hey! Bagaimana kau bisa seenaknya mengeluarkan kuda itu?" Bell terlihat panik. Bagaimana jika Tuan Besar tahu kalau kudanya dinaiki oleh sembarang orang.
"Ayolah, tidak apa-apa. Tuan pasti mengerti," ucapnya menenangkan.
Entah bagaimana waktu berjalan. Langit yang cerah tiba-tiba menguning dan matahari tenggelam dalam kegelapan. Bell membuatkan beberapa menu makan malam untuk Leon.
"Walau Bagaimanapun, kau tetap tamu. Aku harus menjamu tamu." Bell membela diri ketika Leon menolak untuk diperlakukan istimewa oleh gadis itu.
"Apa kau benar Nona ketus yang menuduhku akan menjual kau dan adikmu?"
"Aku minta maaf soal itu dan anggaplah ini sebagai permintaan maafku. Apa kau sudah bertemu Rossie?"
Leon yang tengah mencicipi setiap makanan yang di hidangkan oleh Bell itu menghentikan laju sendoknya. "Aku tidak ada waktu menemuinya. Dia terlalu berisik. Kau tau itu, 'kan?"
Bell mengerutkan dahi. "Apa maksudmu? Bukankah kau menyukainya?"
"Kenapa kau berpikir begitu? Aku hanya tidak dapat menang melawan dia. Dia berisik sekali."
Leon dan Bell mengakhiri hari itu dengan berjalan-jalan di taman. Udara mulai dingin hari itu. Musim dingin sudah hampir tiba dan semua orang juga akan kembali ke mansion secepatnya untuk memersiapkan musim dingin.
"Aku tidak tahu kalau di tempat ini musim dingin begitu di sambut." Bell menggosokkan kedua telapak tangannya karena kedinginan.
"Di wilayah Utara, musim dingin tidak pernah pergi. Tidak ada satu orangpun yang peduli tentang penyambutan sebuah musim."
Bell melirik ke arah Leon. "Sejauh mana kau pergi saat jadi pelaut?"
"Aku pernah datang ke suatu tempat dengan ombak ganas dan kepiting raksasa, aku juga pernah singgah di sebuah negara dengan lautan pasir di seluruh negerinya."
"Kenapa kau kembali?"
Leon tertawa. "Oh, maaf! Aku hanya merindukan ibuku. Selama aku pergi, beliau tetap tujuanku kembali."
"Apa kau sudah bertemu ibumu?"
"Tentu saja. Ibuku tidak pergi kemana pun, jadi setiap kali aku pulang aku akan datang ke tempat ibuku."
"Aku juga ingin bisa berpetualang sepertimu,"
Leon melirik ke arah Bell. Gadis itu sudah terlalu lama terkurung di pulau itu dan rumahnya yang megah. Dan saat ini mungkin juga seperti mimpi untuknya.Â
"Aku akan menemani jika kau izinkan," ucap Leon.
"Tidak, terima kasih. Aku sampai di sini saja sudah membua
tku tidur pulas."ÂBersambung..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H