"Jangan paksa aku, Bell. Aku akan ke pusat kota dan mendapatkan pekerjaan. Tidak sebagai pelayan seorang bangsawan."
"Pekerjaan apa yang kau maksud? Apa kau sudah merencanakan ini sebelum kau pergi?"
Rossie mengangguk. "Tentu saja. Aku sudah menunggu hari ini sejak beberapa tahun terakhir. Aku mempunyai teman yang bekerja disebuah galeri. Aku berjanji akan menemuinya jika aku datang ke Ibu Kota."
Bell mengerutkan dahi tak percaya kalau ada hal seperti itu yang Rossie sembunyikan darinya.
Butuh waktu kurang lebih setengah jam berjalan kaki menuju sebuah mansion di pinggir kota. Tempat tinggal yang megah dengan hutan keluarga mengelilinginya.
"Bukankah rumah ini sangat besar? Aku bahkan canggung jika harus menyebut ini rumah." Bell terus mengagumi bangunan di depan matanya itu.Â
"Ini adalah mansion keluarga Landgrass. Untuk saat ini mansion hanya ada Viscount Moel. Tapi satu bulan lagi Duke yang baru akan datang dan segera menempati mansion jadi membutuhkan banyak pekerja," jelas Aster.
Segera setelah sampai, Bell dan Aster bertemu dengan kepala pelayan. Bell langsung diterima di tempat itu. Sedangkan Rossie, gadis itu masih berputar-putar mencari galeri yang tertulis di sebuah surat. Tengah hari yang terik membuatnya merasa sedikit pusing.Â
"Maaf, Nona. Apa Anda butuh bantuan. Saya melihat Anda lemas dan pucat sekali." Seorang penjual roti pinggir jalan menghampiri Rossie.
"Terima kasih, Nyonya, atas bantuan Anda. Saya hanya lelah. Saya tengah mencari sebuah galeri."
"Bolehkah saya tahu apa nama galerinya?"