Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bell dan Rossie : 2 | Pelarian

23 Mei 2024   19:28 Diperbarui: 18 Juli 2024   21:36 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat pagi Nona Bell. Hari ini Anda harus bangun lebih awal. Tuan Besar akan marah jika Anda tidak datang pada jamuan makan malam di rumah Gubernur," ucap Martha. Pernah jadi pengasuh Bell dan Rossie tapi sekarang jadi kepala pelayan.

Bell mengerjapkan matanya. Dia yakin matahari belum ingin atau bahkan masih bersembunyi. "Apa Rossie sudah kau bangunkan?" ucapnya setelah menguap.

"Tentu saja Nona Rossie sudah bersiap," jelas Martha. "Beliau sangat bersemangat kali ini."

"Dia tidak tahu saja kalau mau dijual Ayah pada Tuan Gubernur,"bisiknya kesal.

Martha menyiapkan sebuah gaun terbaik dengan warna emas di beberapa motif kainnya. Cantik,  senada dengan warna rambut Bell yang keemasan. Sebuah kereta kuda telah terparkir di depan mansion. Meskipun hanya keluarga Baron, tapi Ayah Bell dan Rossie salah satu bangsawan terkaya di pulau selain Tuan Gubernur. 

"Aku tidak tahu harus bagaimana menyapa Gubernur. Apakah Tuan Gubernur atau Tuan Count?" ucap Rossie setelah kereta kuda mereka melaju.

"Tidak perlu kau pikirkan. Lebih baik kita menyimpan suara kita dari pada harus beramah-tamah dengan keluarga itu." Bell menatap jendela. Pepohonan seolah berlarian mengejarnya. 

"Aku juga tidak punya niat untuk datang ke tempat itu," ucap Rossie tiba-tiba.  Suaranya melemah. 

"Apa karena Max akan pergi hari ini?"

"Namanya Leon. Maxi hanya nama samaran."

"Apa maksudmu? " Bell mengerutkan dahi.

"Dia juga bukan kerabat dari Bibi Jane---"

"Aku tidak tahu apa maksudmu, Ross. Kenapa kau mengatakannya?"

"Ikutlah denganku, Bell. Ini kesempatan kita pergi dari Pulau."

"Kenapa tiba-tiba kau ingin pergi? Dan kemana kita akan pergi? Ayah pasti---"

"Ayah tidak membutuhkan kita, Bell. Kita hanya alat baginya. Apa kau tahu jika sebentar lagi Ayah akan menikah?"

"Itu hanya gosip. Kenapa kau percaya akan hal itu,"

"Tidak!" Rossie menggenggam tangan Bell. "Ayah akan menikah dan aku sudah melihat suratnya. Anak tertua Gubernur yang akan menikah dengan Ayah. Bukan kita,  tapi Ayah," tegas Rossie.

Bell mengerutkan dahi. Mencoba mencerna kalimat-kalimat yang keluar dari mulut saudarinya. "Kemana kita akan pergi?"

"Ibu Kota,"jawab Rossie cepat.

"Apa kau punya rencana setelah kita sampai di sana?"

Rossie mengedikkan bahu. "Aku hanya berpikir kalau kita bisa tetap hidup jika kita tidak berpisah. Kau cerdas dalam bekerja dan aku cerdas dalam mengelola uang, kita ditakdirkan bersama, bukan?"

Selang beberapa saat, kereta kuda yang mereka tunggangi itu berhenti. Sang kusir mengeluh sakit perut. Ini kesempatan. Kesempatan yang Rossie buat agar dia bisa kabur, di depan sana ada Leon yang tengah menunggu dengan kereta kuda yang lain menunju dermaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun