Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pergi Jelang Menikah

21 Januari 2024   20:48 Diperbarui: 21 Januari 2024   20:52 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi pribadi dibuat di Canva 

"Apa kau begitu ingin menikah?" ucap Ahmad dalam teleponnya.

"Apa maksudmu berkata seperti itu? Bukankah kau juga tahu kalau aku tidak tahu menahu perihal ini? Orang tua kita yang mengatur semuanya," Yanti terisak. Dadanya terasa sesak mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Ahmad sebelum dia memutus sambungan teleponnya.

Tepat satu bulan sebelum hari pernikahan yang sudah di tetapkan itu, Yanti memutuskan untuk pergi dari rumah. Setelah mendengar orang tuanya yang bertengkar lalu saat ingin mendapat sedikit dukungan dari calon suaminya, Yanti malah mendapat cercaan. 

Baca juga: Zalimar

"Apa nggak apa-apa, Yan? Aku cuma nggak mau nanti bapakmu mengamuk di kosanku?" Mila duduk memunggungi Yanti yang terisak di atas tempat tidur.

"Malam ini aja, Mil. Cukup malam ini aja kamu kasih aku tempat." Suara isak tangis itu terdengar hingga seberang tembok. Mila hanya terdiam, dia tahu tidak akan ada tempat lagi untuk Yanti pergi.

"Kau akan pergi ke mana?"

Yanti menggeleng."Nggak tahu." Air matanya kembali menglir deras. "Aku cuma mau pergi. Itu aja."

Mila memeluk Yanti. "Tenangkan dirimu, ayo kita makan dan pikirkan rencana selanjutnya. "

Baca juga: Lukanya Tetap Ada

Mereka berdua lalu pergi ke sebuah warung nasi tidak jauh dari kosan Mila. Di tempat itu mereka bertemu dengan Zulfa yang ternyata masih sepupu dari Ahmad, calon suami Yanti. Mila dan Zulfa sepakat untuk menyembunyikan Yanti sementara waktu, persiapan pernikahan sudah hampir 100% jadi tidak ada masalah jika calon pengantinnya menghilang.

"Lho? Bukannya calon pengantin adalah pemeran utamanya?" Yanti tidak begitu setuju dengan rencana mereka.

"Sudah kamu diam aja." Keduanya kompak dengan telunjuk di bibir.

Tepat sehari semalam Yanti hilang keluarganya mulai panik. Secarik kertas berisikan pesan terakhir Yanti jadi petunjuk dan tidak lepas dari tangan ibunda Yanti. Satu persatu teman Yanti di hubungi tapi tidak ada satupun dari mereka yang tahu di mana Yanti. 

"Ini semua gara-gara,  Bapak." Susi terisak menatap kertas itu. "Kalau saja hari itu Bapak tidak memukul Yanti, gadis itu nggak mungkin kabur."

"Jadi ini semua salah Bapak, Bu?" Dengan wajah memerah menahan amarah, Salim menatap tajam istrinya itu. "Kalau Ibu tidak memaksa Yanti meminta mahar tidak masuk akal sama calon besan kita,  anak itu nggak bakal kaya gini."

"Apa yang tidak masuk akal, Pak? Rumah itu jelas-jelas untuk mereka juga, kenapa tidak masuk akal. Ibu cuma mau Yanti bahagia," Susi tak mau kalah.

Baik Salim maupun Susi keduanya tidak ada yang merasa bersalah. Perginya Yanti terus mereka sembunyikan, bahkan jika ada tetangga atau saudara yang bertanya, mereka selalu mempunyai jawaban yang meyakinkan.

"Mau sampai kapan, Bu?" tanya Agus.

"Apanya, Gus?"

"Ibu sama Bapak membohongi semua orang perihal Mbak? Sedangkan pernikahannya tinggal seminggu lagi. Undangan juga sudah disebar. Bagaimana jika Mbak nggak pulang?"

"Berisik kamu, Gus. Mbakmu itu emang begitu kelakuannya dia cuma lagi ngambek aja. Atau malah dia sekarang lagi seneng-seneng sama calon suaminya. "

"Semalam Mas Ahmad telepon aku, Bu. Dia tanya Mbak---"

"Kamu jawab apa?"

"Aku tanya balik, bukannya dia sama Mas?"

Susi menepuk jidat anak bungsunya itu. "Dasar bodoh," ucapnya kesal.

Sementara di lain tempat, Ahmad tengah gusar memandangi ponselnya.

"Kenapa, Mad?" tanya Zulfa sambil menepuk pundak sepupunya.

"Eh, Mbak Zulfa. Gini Mbak, Yanti udah mau sebulan nggak bisa dihubungi."

"Kayanya dari kemarin kamu biasa-biasa aja? Kenapa hari ini kaya gini?"

"Pernikahanku tinggal seminggu lagi lho, Mbak."

Zulfa mengedikkan bahu. "Terus?"

"Lho, kok terus, sih? Kalau dia kenapa-kenapa gimana?"

"Ya tinggal batalkan aja pernikahannya?"

"Mbak bercanda?" Nada bicara Ahmad mulai berubah tidak ramah kepada Zulfa. "Kita udah nyiapin pernikahan ini dari bulan lalu terus tiba-tiba dibatalkan gitu aja?"

"Kamu ngerasa punya salah nggak sama Yanti, harusnya kamu juga mikir dong, nggak mungkin dia kaya gitu kalau nggak ada masalah.  Terus, kamu udah ke rumah dia belum? Tanya apa gimana ke keluarganya?"

Ahmad terdiam.  Dia sadar jika dia belum melakukan semua itu. Dia fokus entah pada apa hingga lupa kalau dia dan Yanti terakhir berkomunikasi berakhir dengan Yanti menutup teleponnya. Setelah itu berhari-hari Ahmad tidak menghubungi Yanti.

"Udah pasti kamu punya salah, makanya sekarang diem."

Tepat sebelum subuh di hari pernikahan, Yanti pulang. Semua orang yang terlibat dalam acara pernikahan itu sudah gusar dan putus asa mencari Yanti.

"Kamu kemana aja, Yan?" ucap Bibi Mun sambil memeluk Yanti. 

"Aku nggak kemana-mana, kok, Bi. Cuma pengen sendiri aja." 

Akad nikah segera dilangsungkan. Semua orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi sakral tersebut. Hati Ahmad begitu gelisah. Hingga satu jam yang lalu seseorang memberi kabar jika akad harus tetap dilangsungkan,  Yanti baik-baik saja dan jadilah suami yang baik. Tentu saja itu pesan dari Zulfa dengan sebuah foto yang dilampirkan. 

Yanti tengah memeluk Zulfa. Di sebuah kamar pengantin. 

"Aku sungguh meminta maaf, meski sebuah kata maaf saja tidak akan cukup untuk mengobati luka yang sudah terlanjur membekas itu," ucap Ahmad di lain kesempatan. "Aku tidak mau menunda meminta maaf, karena sebenarnya ini saja sudah sangat terlambat. "

"Aku tidak apa-apa.  Lupakan saja,  aku hanya berharap setelah ini hanya ada aku dan kamu dalam versi terbaik dari diri kita

Selesai....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun