Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untuk Apa Mencintaimu

4 Desember 2023   18:34 Diperbarui: 5 Desember 2023   14:01 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hai, Bob!" sapa Stephanie.

Bob hanya melihat bayangan seseorang yang menyapanya itu lewat kaca spion mobil yang tengah di otak-atiknya di garasi. "Jika kau mencari Nola, dia kuliah hari ini. Tapi jika kau mencari Romi, dia sedang mengantar Ibu."

Stephanie menghentikan langkahnya, lalu berbalik. Kembali ke garasi dan mengamati Bob. Berulang kali Stephanie mengembuskan napas kasar membuat Bob merasa risih. 

"Kalau kau bosan, pergi saja ke taman belakang."

"Apa kau mengusirku?"

Bob membanting pintu mobil hingga membuat Stephanie terperanjat dan lari ke dalam rumah. Bob yang juga terkejut tidak menyangka jika gadis itu akan langsung lari tanpa menyumpahi dirinya. Dia sama sekali tidak tahu kalau tangannya akan membuat pintu mobil begitu keras tertutup. 

"Sial," ucapnya memaki diri sendiri. 

Satu jam telah berlalu. Entah apa yang dilakukan Stephanie di dalam rumah. Karena penasaran, Bob mengintip dari luar jendela. Gadis itu tertidur di depan TV yang menyala. Bob tertawa melihat gadis itu tidur terlentang begitu nyaman di rumahnya. Angin dingin bertiup kencang, menggugurkan daun-daun,  rintik hujan perlahan turun. Tapi Bob yang tengah di dalam garasi dengan headphone yang memutar musik keras tidak menyadarinya, begitu juga dengan Stephanie.

Baca juga: Kedasih

Namun tiupan angin dan hujan yang lebat menunbangkan sebuah pohon di depan rumah hingga dahan dan daunnya mengenai sebagian teras dan garasi. Hempasannya menciptakan sebuah gelombang angin yang kuat sehingga menyadarkan Bob. 

Dengan segera dia ke dalam rumah. Stephanie duduk di lantai memeluk bantal. Wajahnya begitu pucat.

"Kau tak apa?" Gadis itu bergeming. "Akan ku ambilkan air---" belum Bob beranjak, Stephanie memegang kaos Bob hingga pemuda itu terhenti.

"Tidak. Jangan tinggalkan aku," ucapnya.

Stephanie sangat takut hujan, apalagi hari ini badai datang dan dia tidak di dalam rumahnya.

"Bisakah kau memelukku, Bob?"

Dengan ragu, Bob mendekati Stephanie. Tangan besarnya merengkuh tubuh mungil Stephanie.

"Apa sudah lebih baik?"

Stephanie mengangguk.

"Bergegaslah ke loteng. Kau tahu kan rumah ini sangat sering terkena banjir. Aku harus menyelamatkan barang-barang---"

"Aku tidak bisa," Stephanie mulai menangis. 

"Aku akan segera menyusulmu. Percayalah! Kita tidak punya waktu." Bob kembali memeluk Stephanie kemudian menggendongnya ke lonteng rumah itu.

Tidak butuh waktu lama, air sudah terlihat memasuki pintu depan. Rumah mereka sudah di bangun tinggi bahkan lebih dari satu meter tingginya dari halaman. Banjir seperti ini sudah biasa terjadi setiap tahun dan Bob tidak heran lagi. Hanya beberapa barang elektronik yang dapat Bob selamatkan sebelum air menggenangi lantai dasar rumahnya. Cuaca yang dingin dan tubuh Bob yang basah entah keringat atau cipratan air, lelaki itu terengah-engah di ujung anak tangga.

"Kau baik-baik saja, Bob?"

"Entahlah," ucapnya ragu.

Listrik sudah padam begitu pohon tumbang. Tentu saja kabel ke rumah itu terputus. Entah pukul berapa saat itu, tapi langit begitu gelap dan angin masih bertiup kencang. Nola mengabari jika dia akan di rumah temannya untuk sementara waktu sedangkan Romi dan Ibu, mereka akan ke rumah Paman. Hanya ada Bob dan Stephanie di rumah.

"Sebaiknya kau mengabari keluargamu, Anie," sapaan akrab semua orang terhadap Stephanie tapi baru kali ini terucap oleh Bob. Stephanie ternganga. "Minumlah, ada cokelat hangat untukmu. Tempat ini sudah di buat untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu ada badai," jelas Bob.

"Apa kau sungguh Bob?"

Bob tak mengerti. "Kenapa?"

"Bob yang aku kenal tidak akan bersikap manis seperti ini padaku." Stephanie tersenyum,  "bukankah Bob yang biasanya akan menghindariku? "

"Apa aku sungguh seperti itu?"

Stephanie mengangguk. "Iya, itu yang aku tahu. Bob yang aku kenal begitu dingin kasar dan angkuh."

Bob mengusap wajahnya. "Aku tidak tahu jika aku akan seperti itu di matamu. Karena kupikir kaulah yang membenciku. Makanya aku berusaha menghindarimu."

Stephanie mengerutkan dahi. "Aku?" tunjuknya pada diri sendiri,"Kenapa aku membecimu?"

Bob tertawa. Selama ini dia begitu dingin jika berhadapan dengan Stephanie dia selalu merasa jika gadis itu tidak menyukainya. Berbeda dengan Romi yang ramah atau Nola yang ceria, Bob lebih pendiam. Sekalipun Stephanie begitu akrab dengan kedua adiknya tapi sangat jarang Bob bertegur sapa dengan Stephanie. Bukan dia tidak mau, tapi saat melihat wajah gadis itu saja sudah membuatnya gugup, hingga akhirnya buang muka.

"Jadi selama ini kau membuang muka padaku karena kau gugup?" Stephanie tersenyum. "Selain dengan Romi dan Nola, aku sungguh ingin akrab juga denganmu, Bob."

"Sebenarnya aku menyukaimu tapi aku tahu kau lebih cocok dengan Romi---"

"Kau mencintaiku?"ucap Stephanie menghentikan perkataan Bob.

"Untuk apa aku mencintaimu?" ucap Bob terburu-buru. 

"Jadi tidak?"

"Hei, kau itu pacar Romi. Bagaimana kau bertanya seperti itu padaku."

Stephanie tertawa.

"Apa ada yang salah dengan kalimatku?"

"Aku tidak pacaran dengan Romi, asal kau tahu. Kita hanya jalan bersama layaknya teman.

"Apa kau mau jadi pacarku?" ucap Bob lirih. Kalimat yang susah payah dia tahan selama ini, hari ini luruh bersama angin dan badai yang tengah terjadi.

"Apa kau tahu jika pendengaranku baik? Sekalipun kau berbisik aku akan dengar."

Wajah Bob memerah. "Jadi bagaimana?"

"Baiklah. Aku akan menjadikan badai ini sebagai kenangan baik karena mendengar pernyataan cinta dari seseorang yang sudah lama aku perhatikan. Terima kasih, sebenarnya aku juga menyukaimu, tapi aku pikir kau membenciku."

Bob memeluk Stephanie,  mereka berdua duduk menatap badai selayaknya menatap senja di tepi pantai. 

Selesai 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun