Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Winter Lily: Dua Lamaran dan Satu Tujuan (Bagian 22)

19 Juli 2023   18:34 Diperbarui: 19 Juli 2023   18:35 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nath telah mengganti pakaiannya dengan gaun indah motif bunga kembali. Di ruangan kerja Grand Duke, Luciana mewakili Alex menerima utusan Vederick. Nath duduk d kursi panjang dan Artur duduk di hadapannya dengan utusan itu berdiri di antara keduanya. Helena tidak mempunyai rencana apapun. Ini terlalu mendadak dan tidak ada kabar berita sebelumnya.

Dengan sedikit gugup Nath meminta izin untuk berbicara. Kedua tangannya meremas gaun merah muda yang di kenakan sore itu. Suaranya bergetar. Gadis itu mengawali ucapannya. 

"Sa ... saya tidak bisa menerima lamaran Pangeran," gadis itu menghentikan kalimat nya. Matanya mengarah pada seseorang di depannya lalu pada Helena yang tengah duduk di balik meja Grand Duke. "Apa saya harus datang sendiri ke istana untuk menolaknya?" Tatapan Nath kembali bergerilya. 

"Tidak perlu sayang! Jika alasanmu jelas. Dan---bukankah kau adalah satu-satunya putri Grand Duke Alexander Carperia?" Helena berdiri mendekati Nath dan mengusap kepalanya. Matanya yang lembut berubah tajam. Sejak Nath memasuki ruangan itu sang utusan tidak henti-hentinya menatap Nath yang berambut perak---bukan rambut dari keturunan Alexander. Hanya rambutnya. Sebelum datang ke ruangan itu Nath baru saja mendapat pertolongan dari Artur untuk merubah matanya jadi kemerahan. Terima kasih, ucap Nath dalam batinnya.

"Sampaikan pada Pangeran, kalau saya akan segera bertunangan dengan Duke Vandermork. Undangannya akan segera kami kirim ke istana."

Itu bukan jawaban yang dipikirkan oleh Artur sebelumnya. Antara senang dan tidak mengerti jalan pikir perempuan di hadapannya itu. 

Utusan pangeran Vederick itu pergi dengan menggenggam kabar kurang menyenangkan bagi sang Pengeran. Tapi melegakan bagi Raja dan Ratu. Utusan itu pergi tanpa persetujuan resmi kerajaan. 

Dua jam lagi telah berlalu. Nath sudah lima kali mengganti pakaiannya. Dari gaun, baju zirah, baju latihan gaun dan baju latihan lagi. Senja yang telah menguning di Barat tidak membuat Nath berhenti mengayunkan pedangnya. Keringat dan debu bercampur di wajah cantiknya--- hingga Anna datang menghentikan gadis itu. 

"Cukup, Nona!" ucap wanita itu.

Segelas the dan camilan manis---Anna sajikan disebuah meja bundar dengan dua kursi mendampinginya. Beberapa pelayan baru saja menatanya rapi. Langit merona merah, dan angin dingin menyusup ke setiap jengkal kastil. 

Nath menoleh---matanya menatap jemu hamparan kemerahan itu. Tidak ada yang baik-baik saja jika perang itu masih berlangsung. Makanan manis dan teh hangat bukanlah sebuah keberuntungan di tengah masa sulit, tapi ini terasa egois. Nath menancapkan pedangnya di antara puing-puing granit. 

Setengahnya berhasil menghujam. Selepas dia pergi, para kesatria tidak ada yang sanggup menarik pedang itu. Nath berlalu dan menolak halus teh dan camilan manis kesukaannya itu. 

Artur tidak lama. Selepas utusan Vederick pergi, laki-laki itu juga bergegas pergi. Nath duduk menatap bulan yang baru separuh. Aroma malam menelisik tiap jengkal kamarnya sebelum Anna datang dengan setumpuk selimut tambahan dan dua pelayan mengikuti dengan cangkir-cangkir dan teko di atas meja yang dapat didorong. 

"Bolehkah saya menutup jendelanya, Nona?" ucap salah seorang pelayan. 

Nath tidak menoleh. "Biarkan saja! Aku masih menikmati cahaya bulan malam ini."

"Tapi udara dari luar akan semakin dingin, Nona. Saya tidak mau Anda sakit," timpal Anna.

"Anna ... "

"Saya, Nona!"

"Butuh waktu berapa lama untuk mati di cuaca sedingin ini tanpa makanan?"

Anna menoleh tak mengerti. Matanya bertemu dengan satu persatu pelayan di belakangnya. Selama ini dia hidup di Kastil Carperia. Alex yang membawanya dari tempat penjualan budak. Saat itu Anna baru berusia 7 tahun dengan luka hampir di seluruh tubuhnya. 

"Mungkin seseorang akan mati dalam semalam jika tidak makan di cuaca seperti ini, Nona!" ucap Anna sedikit ragu. Sejenak semua diam. Lengang. 

"Kapan Ayah akan pulang?"

"Ini belum pasti. Tapi Jeremy mengatakan jika Tuan tengah dalam perjalanan pulang."

Nath beranjak dari kursinya di depan jendela yang tinggi nya lebih dari tiga meter menjulang tinggi. Ada tiga dan semuanya sama tingginya. Butuh dua orang atau lebih untuk membuka dan menutupnya. Tirai-tirai putih berkibar tertiup embusan angin yang menyusup masuk mendahului dua pelayan yang sedang bersusah payah menutup jendela itu.

"Kalian pergilah!"

"Nona beristirahatlah. Selamat malam, Nona. " 

Ketiganya pergi meninggalkan Nath. Dari atas ranjangnya Nath kembali menatap cahaya bulan---samar. Itu bulan yang sama yang orang lain juga menatapnya. Tapi malam ini dia tengah duduk di atas kasur empuk dan hangat dengan perut kenyang dan pakaian yang juga nyaman. Tapi ratusan bahkan ribuan orang di luar sana mungkin menatap bulan itu untuk terakhir kalinya sambil menanti ajal dengan perut kosong dan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang.  

Nath membuka telapak tangannya. Sebuah benda sepanjang dua kali pena bermotif bunga lily itu keluar. Itu belati. Beberapa waktu lalu dia berhasil menguasai teknik memasukan benda itu ke dalam tubuhnya. Nath memandangi benda itu. Lama. 

"Baiklah! Aku sudah memutuskan!" gumamnya kemudian benda di tangannya itu menghilang. 

Kabar akan pertunangan Duke Vandermork dengan putri dari Grand Duke melesat dari mulut ke mulut di seluruh Carperia dan wilayah kekuasaan Duke Vandermork. Tidak hanya itu, istana juga telah menerima kabar itu. Vederick murka dan mengutuk Artur dengan sumpah serapah ketika utusan tiba memberikan kabar. 

Sementara di kastil Carperia, Nath masih menunggu Alex. Ayahnya itu semakin sibuk menerima tamu sejak kabar Nath menerima permintaan pertunangan dengan Duke Vandermork tersebar. Mereka tidak datang untuk mengucapkan 'selamat' , melainkan meminta Grand Duke membatalkan pertunangan itu. Para bangsawan dan beberapa ketua serikat dagang yang menjalin kerjasama dengan Carperia terus membujuk Grand Duke agar lebih memilih Pangeran Vederick sebagai pasangan Nath.

"Ayah ...!" 

Laki-laki tampan yang tidak menua itu menoleh. Tumpukan dokumen yang sedang dipelajari serta beberapa surat yang telah dibaca sama sekali tidak membuatnya terlihat letih. Alex memberi isyarat agar Nath duduk. Tangannya masih menggenggam pena di kanan dan kertas berwarna kecoklatan di kiri. 

"Apa Ayah sudah makan?"

Alex yang biasa berwajah datar itu tersenyum. Pena dan kertas itu simpan. "Jangan khawatirkan Ayah. Kau saja yang harus banyak makan. Akhir-akhir ini kau terlihat kurus,"

"Saya tidak kurus. Hanya saja saya tidak suka jika gaun yang saya kenakan nanti terasa sesak."

"Putriku memang sudah besar sekarang ..., Lalu-apa yang ingin kau bicarakan?"

"Bolehkah saya pergi ke medan perang setelah bertunangan?" ucap Nath tanpa ragu. Suaranya yang halus dan lembut terdengar merdu. Sama sekali tidak cocok dengan kalimat yang terucap. Meminta izin berperang dengan nada pesta minum teh.

Mata biru Nath bertemu dengan mata merah Alex---keduanya terlihat serius. Terlihat jelas Alex mulai tidak suka dengan pembicaraan ini. Laki-laki itu menengguk teh yang sudah dingin di hadapannya. Ini tidak bagus. Medan perang bukan kastil yang hangat. Kapan saja bisa terbunuh. Begitu banyak mayat dan aroma darah di segala sudut. Bagaimana putri kecilnya itu dia kirim ke medan perang? Sepanjang hidupnya lebih banyak dihabiskan di dalam kastil. Mengenakan gaun dan pakaian baru setiap harinya. 

"Tidak---"

"Apa saya harus duel dulu dengan Ayah? Agar Ayah percaya kalau saya sudah lebih kuat bahkan dari Ayah?"

Alex terdiam. Tidak disangka jika putrinya kini telah tumbuh jadi gadis keras kepala. Negosiasi ini tidak akan mudah. Alex menghela napas. Berat.

"Baiklah---tapi kau tidak boleh terluka. Satu lagi---"

"Apa itu?"

"Pastikan Artur setuju." Laki-laki itu kembali pada pena dan kertas, "Dan satu lagi,"

Nath menoleh.

"Tidak jadi. Pergilah beristirahat. Kau pasti lelah bukan?"[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun