Nath menoleh---matanya menatap jemu hamparan kemerahan itu. Tidak ada yang baik-baik saja jika perang itu masih berlangsung. Makanan manis dan teh hangat bukanlah sebuah keberuntungan di tengah masa sulit, tapi ini terasa egois. Nath menancapkan pedangnya di antara puing-puing granit.Â
Setengahnya berhasil menghujam. Selepas dia pergi, para kesatria tidak ada yang sanggup menarik pedang itu. Nath berlalu dan menolak halus teh dan camilan manis kesukaannya itu.Â
Artur tidak lama. Selepas utusan Vederick pergi, laki-laki itu juga bergegas pergi. Nath duduk menatap bulan yang baru separuh. Aroma malam menelisik tiap jengkal kamarnya sebelum Anna datang dengan setumpuk selimut tambahan dan dua pelayan mengikuti dengan cangkir-cangkir dan teko di atas meja yang dapat didorong.Â
"Bolehkah saya menutup jendelanya, Nona?" ucap salah seorang pelayan.Â
Nath tidak menoleh. "Biarkan saja! Aku masih menikmati cahaya bulan malam ini."
"Tapi udara dari luar akan semakin dingin, Nona. Saya tidak mau Anda sakit," timpal Anna.
"Anna ... "
"Saya, Nona!"
"Butuh waktu berapa lama untuk mati di cuaca sedingin ini tanpa makanan?"
Anna menoleh tak mengerti. Matanya bertemu dengan satu persatu pelayan di belakangnya. Selama ini dia hidup di Kastil Carperia. Alex yang membawanya dari tempat penjualan budak. Saat itu Anna baru berusia 7 tahun dengan luka hampir di seluruh tubuhnya.Â
"Mungkin seseorang akan mati dalam semalam jika tidak makan di cuaca seperti ini, Nona!" ucap Anna sedikit ragu. Sejenak semua diam. Lengang.Â