Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Winter Lily: Milikku (Bagian 19)

13 Juli 2023   09:04 Diperbarui: 13 Juli 2023   11:45 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari pagi Carperia yang di rindukan dengan semburat jingga dan sedikit sentuhan merah muda di garis ujung timur bukit telah menyapa. Ini pagi yang indah dengan udara sejuk yang tidak bisa dinikmati ketika sedang di ibu kota. Nath mengulurkan tangannya ke luar jendela. Ada sebuah bunga cantik mekar di sana. Itu bunga lili dengan kelopaknya yang berwarna biru. Sama seperti matanya hari ini. Saat dia pergi ke ibu kota, tidak ada kuncup atau tumbuhan itu di sana. 

Lima menit lalu Jeremy menyampaikan pesan agar Nath datang ke ruang Grand Duke setelah sarapan. Persoalan perampok batu sihir dan mata Nath yang berubah mendadak terdengar serius.

Nath mengganti pakaiannya, dari gaun tidur berwarna toska polos menjadi gaun biru muda dengan susunan motif bunga mengelilinginya. Tampak cantik dan anggun ketika gadis itu berjalan menyusuri lorong kastil Carperia.

Seseorang yang berjaga di depan ruangan Grand Duke mendorong daun pintu. Kayu besi yang kokoh dan berat. Terlihat penguasa Carperia itu tengah sibuk dengan dokumen dan pena di tangannya. Laki-laki yang tidak beranjak tua itu berdeham. Memecahkan keheningan. "Bagaimana kabarmu?" ucapnya kaku.

"Saya baik, Ayah!"

"Baguslah. Aku sempat khawatir mendengar kabarmu di istana dan penyerangan itu. Tapi sepertinya kau sudah menepati janji itu?" Alex menatap mata Nath sejenak. "Apa kau sudah tambah kuat?"

Nath mengangguk---mantap. "Saya berpikir demikian, Ayah!"

Alex terkekeh. Baru saja dia tersadar jika bayi yang dibawanya dari Gradiana kini telah debut dan menjadi gadis cantik. "Aku harap apa yang kau katakan itu benar."

"Umm ..., Ayah." Nath berhenti sejenak. Menatap mata Alex serius. "Ayah! Saya sudah tidak menginginkan jawaban Ayah soal siapa saya!"

Alex terkejut. Mata merahnya terbelalak. "Apa maksudmu?"

"Saya sudah tahu---siapa saya dan mengapa saya ada di tempat ini!" ucap Nath terdengar serius. "Aku tahu bahayanya jika mata biru yang saya miliki diketahui oleh menara sihir atau para perampok itu. Tapi Ayah, sekarang saya ada di kastil ini. Bolehkah selama saya tidak keluar, saya tetap dengan mata dan rambut ini?" Gadis itu merendahkan suaranya.

"Nath---"

"Saya masih tahan jika harus meminum racun dan menambah dosisnya setiap hari. Tapi untuk mata ini---" ucapan Nath terhenti.  Memang sangat menyakitkan jika mata itu akan di ubah warnanya. Tapi akan lebih menyakitkan jika warnanya akan berubah ke warna semula. "Saya bosan dengan rasa sakit yang seakan akan membunuh saya, Ayah. Saya tahu, jika Ayah bukan Ayah saya. Ini mungkin tidak masuk akal, tapi dari bagaimana Ayah berusaha menutupi identitas saya merubah nama dan tanggal lahir saya hingga warna mata dan rambut ..., saya paham---semua saling berhubungan. Saya sangat berterimakasih. Tapi ..., izinkan saya memanggil Ayah, dengan sebutan Ayah selamanya!"

Wajah seram Alex berubah jadi datar. Laki-laki itu tidak bersedih tidak juga terkejut. "Berdiamlah dalam kastil selama satu tahun. Dan buat dirimu lebih kuat."

"Apa itu syarat? Saya akan melakukannya jika itu adalah harga yang pas untuk panggilan 'ayah'"

Sinaran jingga menghiasi langit Carperia sore itu. Tidak ada burung atau hewan lain yang terbang dan pulang. Ini Carperia, di luar kastil udaranya bisa membekukan apa saja. Hanya beruang dan beberapa kelinci serta rusa saja yang dapat hidup. Di puncak menara tertinggi Nath berdiri sambil menatap tepian lautan yang tidak jauh jaraknya dari kastil. Dan tidak jauh dari garis pantai itu sedang terjadi peperangan yang belum usai. Sudah seminggu, Nath tekun belajar berpedang serta ilmu strategi. Lima mana elemen miliknya telah seimbang namun terus menyerang batu Ruby pemberian Claire. 

Sebuah surat datang dari istana dua hari lalu. Benar saja, Claire tidak baik-baik saja. Efek serangan itu membuat gadis berambut emas itu semakin lemah. Di balik surat dari Claire tersemat sebuah kabar mengejutkan. Jika Raja dari flowerina sudah mengajukan persetujuan menyunting Claire sebagai tanda persahabatan dan sokongan pada peperangan. 

Selama dua hari Nath terus memikirkan cara agar kekuatan nya tidak menyakiti Claire. Entah dia harus mengembalikan batu itu atau Claire yang harus melepas keseluruhan kekuatan batunya. Keduanya mempunyai risiko. 

Saat Nath meminta saran dari Alex, jawaban laki-laki itu jelas meminta Claire melepaskannya. Sesuatu yang pasti tidak akan di lakukan oleh Claire. Nath tidak tahu keadaan Claire, tapi yang jelas dia tidak dalam keadaan baik.

Di hari berikutnya Nath pergi ke sebuah tempat pembuatan perhiasan. Seorang kakek tua menyambutnya. Sebuah rumah usang dengan debu di setiap sudutnya. Dengan senyum ramah kakek itu mempersilahkan Nath.

"Ada apa, seorang Lady datang ke tempat berdebu ini?"

Nath tersenyum, "Saya tahu Anda adalah orang jenius dalam pembuatan senjata. Bahkan pedang yang Ayah hadiahkan untuk kak Noah adalah buatanan Anda."

Mata Kakek yang berusia lebih dari 90 tahun itu terbelalak. Garis-garis wajah yang menggambarkan kerja kerasnya itu terlihat dengan jelas. "Kau putrinya Alex?"

Nath mengangguk.

"Apa yang Anda inginkan, adalah perintah untuk saya!"

Nath membuka telapak tangannya, sebuah batu merah muda muncul dari sana. Cantik dan bersinar. "Saya mau Anda membuat sebuah senjata yang bisa saya bawa kemanapun dan sertakan batu ini bersamanya."

Kakek itu terdiam.

"Apa permintaan saya membuat Anda terbebani? Maaf!" Nath menghela napas.

"Tidak! Sungguh tidak, Lady! Saya hanya kagum. Dari dulu saya Cuma dengar soal batu Ruby kekaisaran yang legendaris. Dan sekarang ada di hadapan saya."

"Saya tahu Anda akan membuat yang terbaik untuk saya."

"Tentu! Tentu, Lady!"

Dengan sebilah pedang Nath terus mencabik-cabik sebatang pohon di depannya. Tanpa punya salah atau apapun, pohon itu tentu saja hanya bisa pasrah. Ya, karena dia hanya sebatang pohon. 

"Maaf Nona, Ada Tuan Markus ingin bertemu Anda!" ucap seorang pelayan menghentikan gerakan tangan Nath.

Gadis itu berlari setelah memberikan sebilah pedangnya pada sang pelayan. 

Tidak seperti saat Nath menemuinya dua minggu lalu di rumahnya, kali ini laki-laki yang sering d panggil Kakek Mark itu tampak rapi. Laki-laki tua yang sama sekali belum bungkuk itu berdiri setelah melihat orang yang ia akan temui itu menghampiri nya.

"Selamat sore, Lady!" ucapnya sambil membungkuk.

"Selamat sore, Tuan! Bagaimana kabar Anda?"

"Berkat Carperia membuat saya selalu dalam keadaan baik." Mark lalu meletakan sebuah kotak berbungkus kain di atas meja, "silahkan, Lady!"

Kain berwarna cokelat tua itu terbuka. Sebuah kotak hitam legam dengan pengait kunci di sampingnya. 'Cantik!'  satu kata yang mampu menggambarkan benda itu. Nath berhenti dan mengamati gembok untuk mengunci kotak itu.

"Benda itu hanya bisa di buka hanya dengan kekuatan Anda,"

Nath menoleh. Tak mengerti.

"Benda itu sudah saya buat agar hanya Anda yang dapat membukanya. Silahkan Anda masukkan mana Anda ke dalam benda itu."

Nath mulai mencoba membuka benda itu. Percobaan pertama gagal, kedua juga gagal. Berlanjut hingga percobaan ke-10.

Mark tersenyum. "Syukurlah benda ini benar-benar berfungsi."

Nath mengerutkan dahi. Tak mengerti.

"Maaf Lady. Boleh Anda mengulurkan tangan Anda."

Nath menuruti ucapan Mark. Ia mengulurkan tangannya tanpa ragu.

"Sekarang Anda genggaman tangan Anda. Pusatkan semua jenis mana Anda ke ujung jemari Anda."

Nath mulai melakukan apa yang Mark katakan.

"Gunakan semua elemen mana yang Anda miliki. Tapi dalam jumlah paling minimum. Campurkan semua elemen itu jadi satu kesatuan benang-benang mana yang tersimpul. Perlahan Anda masukkan ke lubang gembok itu dan putarlah!"

Krek..

Gembok itu terbuka.

"Yang pertama menggunakan, adalah Anda. Makan hanya Anda yang dapat membukanya." Jelas Mark.

"Rumit sekali---" gumam Nath.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun