"Apa saya harus memperkenalkan diri saya secara resmi, Tuan?"
"Tidak! Tidak sama sekali. Saya tidak menyangka jika Grand Duke mempunyai putri yang begitu cantik. Dan panggil saja saya Hazeel," pujinya sedikitpun tak membuat Nath tersipu.
"Terima kasih. Tapi sepertinya pujian Anda berlebihan,"Â
Musik berhenti. Mereka mengakhiri dansa dengan sempurna. Saling membungkuk. Hazeel meninggalakan Nath setelah mengucapkan terima kasih. Tidak ada lagi yang laki-laki itu ucapkan. Hanya diam di menit-menit terakhir. Apa ucapanku menyinggung laki-laki itu, pikir Nath. Atau dia memang menikmati gerakannya.
Suasana malam itu semakin meriah. Seorang laki-laki melangkah menghampiri Nath dengan segelas anggur di tangannya. Gadis itu sendiri---berdiri di antara orang-orang yang tengah berpesta.
"Apa Anda sangat suka anggur dari wilayah Selatan?" kata Artur membuka percakapan. Laki-laki itu meraih satu gelas dari meja. Aroma anggur menguap menjadi manis dan merah muda. Seperti perasaanya sekarang. Ada rona merah muda dan hitam pekat mengelilingi hatinya. Bersambut dengan rona abu-abu dari sisi gadis itu.
Nath menoleh. Mencari tahu siapa yang mengajaknya berbicara. "Saya tidak tahu kalau ini anggur dari Selatan. Saya hanya tahu kalau ini enak." Nath meneguknya habis. Anggur dalam gelasnya tak bersisa.
Artur tertegun. "Anda akan mabuk jika meminumnya seperti itu."
Nath menoleh. "Sungguh? Tapi ini sudah gelas ketiga saya?" ucapnya polos.
Artur tersenyum tipis. Dia percaya gadis di depannya sungguh menyukai rasa anggur itu. Aroma manis dan pahit bercampur menjadi satu kesatuan. Ini pengalaman pertama Nath dengan minuman beralkohol. Sebelum ini dia tidak mendapat ijin dari Duchess.
Artur mengusap sisa anggur di ujung bibir mungil Nath. Gadis itu terlihat merona. Entah mabuk atau sentuhan itu juga menyentuh hatinya.Â