Malam sudah semakin larut. Setelah jamuan makan malam bersama anggota kerajaan, Nath langsung masuk kamarnya. Lilin yang menyinari kamar telah sampai pada akhir perjuangannya. Nath menarik selimut dan mencoba memjamkan mata; hari yang melelahkan. Setelah tiga hari dia lewati di atas kereta yang berjalan.Â
Saat mulai memejamkan mata. Terdengar langkah seseorang yang berhenti di depan kamar Nath. Dua tiga ketukan pelan terdengar.
"Nona...! Apa Anda sudah tidur?"
Suaranya sedikit berbisik. Suara yang sama sekali tidak dikenalinya. Seketika bulu kuduk Nath berdiri. Waktu jelas sudah menunjukan tengah malam, lilin di kamarnya hampir padam. Sekali lagi seseorang itu mengetuk pintu bahkan menyebut nama Nath. Namun gadis itu tetap diam. Berharap seseorang itu menyerah dan menganggapnya telah tertidur.
Gubraak....
Aarrhh
Suara seseorang terjatuh, dan memekik kesakitan. Jelas itu terdengar di depan pintu. Tubuh gadis itu gemetar dan kakinya terasa lemas. Jangankan berjalan mungkin jika harus turun dari tempat tidur dan melihat apa yang terjadi di luar sana dia tidak akan sanggup. Malam itu begitu menakutkan hingga Nath yang lelah itu tertidur di atas ranjangnya dengan posisi duduk dan siap siaga belati di tangannya.Â
Tapi waktu terus beraari telah berganti. Pagi datang, suara kicau burung bersahutan di luar jendela. Aroma teh yang manis memasuki kamar Nath. Saling berpadu dengan aroma roti yang baru saja keluar dari panggangan.
"Maaf, apa Nona sudah bangun," suara Anna dari balik pintu.
"Masuklah, Anna!"