"Iya, Lima menit yang lalu."jawab Bayu Singkat.
"Harusnya kamu tidak berlari jika ingin mengejutkanku," gadis itu menoleh," kamu pasti ingat kalau ruangan ini di lantai dua dan rumah ini berbahan kayu. Langkah mu terlalu keras saat menaiki tangga."Â
"Kamu terlalu banyak bicara hari ini, Naira. Sampai kamu lalai, matahari yang indah itu segera bersembunyi dan meninggalkan kamu," ucap Bayu.
Naira hanya mendengus kesal, dengan segera gadis itu mencelupkan kuasnya pada wadah berisi air di hadapannya.Â
"Kamu mau ke mana?" tanya Bayu.
Naira berjalan cepat menuruni anak tangga, langkahnya cepat dan tak berirama menyusuri jalan setapak kecil ke arah pintu samping.
"Hari ini pasti bibi memasak makanan enak. Lebih baik kamu cepat pulang."
Naira membuka pintu itu dan mempersilahkan Bayu untuk keluar. Â Ya, laki-laki itu menurut saja dan keluar.
Malam semakin gelap, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Naira masih duduk di galerinya dengan jendela yang masih terbuka. Tatapannya luas mengarah ke barat. Cocok, hari ini begitu cerah dan bulan masih belum muncul, langit yang gelap dan bersih hanya di hiasi taburan bintang.Â
Tangannya memegang kanvas, matanya menatap langit tapi hatinya memeluk angin. Angin adalah Bayu dan Bayu memang seperti angin, kau dapat merasakannya tapi kau tak akan mampu menggenggam nya.Â
Naira mengusap pipinya, setitik air jatuh dari kelopak matanya kecil. Berkali-kali ia menghela nafas mengingat bagaimana dulu dia begitu mencintai Bayu lebih dari dia mencintai kanvas dan senja.