Review Book Pengantar Hukum Kewarisan Islam (Dr. Maimun Nawawi, M.H.I)
Umi Sofiatun Nisa
(222121145)
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstract:
Dalam hukum Islam, hukum kewarisan ini menduduki tempat amat penting. Ayat Al-qur’an mengatur hukum kewarisan dengan jelas dan terperinci. Hal ini dapat dimengerti, bahwa sebab masalah kewarisan pasti dialami oleh setiap orang. Kecuali itu, hukum kewarisan langsung menyangkut harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan pasti, amat mudah menimbulkan sengketa di antara ahli waris. Adakalanya seseorang meninggal dunia dengan meninggalnya ahli waris yang masih dalam kandungan. Siapapun tidak mengetahui apakah anak yang sedang dikandung tersebut akan lahir dengan selamat atau sebaliknya meninggal dunia, laki-laki atau perempuan, tunggal atau kembar. Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan (ibu) akan berhak mewarisi bila lahir dalam keadaan hidup dan berada dalam ikatan perkawinan yang sah menurut syariat. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Abu Daud, dimana Rasulullah s.a.w., mengatakan: “apabila menangis anak yang baru lahir, maka dia mendapatkan warisan pula” Ini berarti bahwa kalau anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan (ibu) tersebut lahir dengan selamat, namun beberapa saat kemudian meninggal dunia, maka anak tersebut tidak (akan) mempunyai hak kewarisan.
Pasal 2 KUHPerdata mengatur mengenai pengakuam yang dilakukan terhadap anak anak yang belum lahir. Artinya anak dalam kadungan seorang perempuan dianggap sebagi telah dilahirkan, bilamana kepentingan anak menghendakinya. Oleh karena bayi dalam kandungan itu dinyatakan sebagai orang yang pantas menerima hak, maka ia ditetapkan sebagai ahli waris yang berhak menerima harta warisan dari pewaris bila telah terdapat sebab dan syarat kewarisan pada dirinya. Di samping itu, para ulama menetapkan pula syarat-syarat seseorang dapat menguasai atau mengendalikan harta yang dimilikinya itu, yaitu setelah ia mencapai taraf yang disebut “rusydu’ dalam arti cerdas, yang padaumumnya dicapai setelah seseorang dinyatakan dewasa. Oleh karena masalah kewarisan itu hanya berkaitan dengan mendapatkan hak dan bukan menguasai atau mengendalikan hak, maka ditetapkan bahwa janin dalam kandungan adalah ahli waris yang berhak.
Keywords: Hukum Islam, Ahli Waris, Kandungan.
Introduction
Dalam buku Pengantar Hukum Kewarisan Islam membahas tentang kelompok ahli waris dalam hukum waris Islam. Terdapat 3 kelompok utama: kelompok ahli waris cabang, kelompok ahli waris usul, dan kelompok hawashi. Kelompok ahli waris cabang terdiri dari anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki garis keturunan laki-laki, dan cucu perempuan garis keturunan laki-laki. Kelompok ahli waris usul terdiri dari bapak, ibu, kakek garis bapak, dan nenek garis ibu. Kelompok hawashi terdiri dari berbagai kerabat samping yang terdekat hingga keturunannya. Prioritas penerimaan warisan diberikan kepada kelompok ahli waris cabang karena kedekatannya dengan al-marhum.
Tujuan Hukum Waris antara lain mengatur hak dan kewajiban keluarga al-marhum. Setelah seseorang meninggal dunia, maka ia tidak lagi punya hak atas hartanya kecuali tidak lebih dari 1/3 (sepertiga). Karena itu perlu ada hukum yang mengatur hak dan kewajiban keluarga yang ditinggalkan baik terhadap al-marhum maupun terhadap orang lain yang terkait. Serta menjaga harta warisan hingga sampai kepada individu yang berhak menerima.