Hari masih pagi, udara terasa sejuk. Aku suka suasana tenangnya.Tidak terlalu berisik dengan suara knalpot yang lalu lalang di jalan, meskipun rumah ini di pinggir jalan. Begitulah mungkin adanya jalan-jalan di pedesaan.
Rumah-rumah penduduk masih didominasi oleh bentuk rumah adat. Rumah panggung, dinding dan lantai dari kayu/papan. Mungkin ini yang menjadikan hangat di dalam.
Masyarakatnya mayoritas berkebun kopi dan cengkeh. Selebihnya menanam padi dan sayuran. Orang -orang yang kutemui tampak sederhana dan bersahaja.
Aku selesai sholat duhur ketika Hendar datang.Raut wajahnya tampak letih, bajunya dari kemarin belum ganti, sepertinya juga belum mandi. Ah..kenapa aku merasa prihatin melihat nya.
Ku tunggu kabar apa yang dibawa.
Lalu Hendar bercakap dengan Malini dalam bahasa daerah yang belum ku pahami. Seperti logat Melayu tapi beda di pengucapan akhirnya, a terucap e, itu apa? diucapkan tu ape ( ape-l, contohnya)
Malini yang kemudian menerjemahkan.
"Kakak bilang, Ayuk kalau perlu ada yang mau dibeli biar saya yang ke pasar, tidak jauh kok! Ayuk butuh apa?"tanyanya penuh perhatian.
"Ooh.. nanti sajalah." kataku, berterima kasih.
Bagus juga bentuk perhatian suami yang sudah menipuku.Mungkin hanya salah satu caranya minta maaf?
Dan cerai?