Lalu tangannya lembut menyentuh pundakku, kubilang " jangan mengkhawatirkan aku, temani saja anak-anak itu, sudah berapa lama mereka tidak bertemu dengan ayahnya?" suara ku mewakili rasa iba pada anak-anaknya.
Pundakku terasa sedikit ditekan, beralih tangannya mengelus kepala dan mencium rambut ku. Ah.. mengapa dadaku berdesir.
---
Hening malam menghadirkan sepi, namun gelisah rasaku tak jua usai.
Tuhan. Inikah ujian iman dari-Mu? Rintih hatiku lirih.
Rasanya, selama ini aku sudah melaksanakan kewajiban sebagai hamba-Mu.Berusaha berbuat baik kepada sesama.Mencegah diri menyakiti orang lain. Justru akulah yang sering merasa tersakiti.
Masih lekat rasa tersayat di sebilah hatiku ,diperlakukan pilih kasih oleh ibu tiri, anaknya diberi uang jajan dan perhatian berlebih dibandingkan aku.Dihadapan ayahku bermuka manis, dibelakang ayah menatap ku bengis.Diamku adalah demi rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Bukankah begitu ajaran agama?
Dan sekarang?
Aku tulus berniat membangun rumah tangga, menjalankan syariat agama. Baru menapak jalan sudah bertemu sandungan.
KepadaMu Tuhan, hamba memohon, berilah kami jalan keluar terbaik tanpa banyak mencipta luka. Tetap teguhkan imanku dalam menghadapi cobaan ini.
---