"Kalau ke kamar mandi hati-hati, kudu ngajak temen."
"Emang kenapa, Kak?"
"Ada hantu mighrofah, hihihihi ...." Kak Yumna tertawa cekikikan seperti kuntilanak sambil mengacungkan gayung warna merah ke atas. Aku yang memang penakut merinding ngeri sambil memegang erat ember berwarna hitam berisi gayung dan peralatan mandi.
"Emang mighrofah itu apa, Kak?"
"Gayuuung, hihihi ...." Tubuh Kak Yumna berbalik dan matanya mendelik ke arahku. Sontak aku berlari kembali ke mobil yang parkir di bawah pohon rambutan di depan pesantren, dan baru mau beranjak ke meja lapor diri santri baru setelah diantar oleh kedua orang tuaku.
Kak Yumna yang merupakan santri kelas 4 (setingkat kelas X SMA) tertawa lebar. Ia segera menarik tanganku dan mengantar ke asrama di lantai dua, lalu kembali lagi ke ruangannya di lantai satu.
***
Seminggu di pondok, aku masih dibantu oleh Kak Yumna yang bertugas sebagai pendamping santri baru (mudabbirah). Kakakku sangat suka membaca dan jago bahasa Arab dan Inggris, sehingga bertugas di seksi bahasa.
Sebenarnya, pendampingku bernama Kak Silva. Kamarnya ada di ujung deretan kamar santri baru di lantai dua. Tapi kalau punya kakak mudabbirah, kenapa nggak dimanfaatkan?
Setelah seluruh kegiatan selesai, seluruh santri naik ke ranjang masing-masing dan bersiap tidur. Tiba-tiba aku teringat kalau tadi belum buang air kecil. Karena takut mengompol, aku selalu melakukan ritual ke kamar kecil sebelum tidur.