"Kakak tidur, ya?" Teriakku mengatasi bunyi air yang terdengar deras mengucur di bak kamar mandi.
Tiba-tiba sebuah tangan berkulit putih terulur dari balik pintu kamar mandi.
"Aina mighrofatii?" Sebuah suara bernada marah terdengar dari dalam kamar mandi. Terdengar seperti berasal dari tempat yang sangat jauh. Seperti bukan suara kakakku. Duh, pasti Kak Yumna marah karena aku menggangunya, makanya suaranya melengking aneh.
Dosaku kali ini pasti tak termaafkan. Mengganggu mudabbirah di kamar mandi, berisik, dan tidak menggunakan bahasa Arab.
"I-i-ini, Kak." Tergagap, aku segera memberikan gayung ke tangan yang terjulur. Secepat kilat, tangan itu merebut gayung.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka lebar. Tak ada Kak Yumna atau santri lain di dalam. Sebuah tangan berkulit putih pucat yang memegang gayung merah terlihat melayang di udara.
"Hantu mighrofah!" Aku menjerit sejadinya dan lari lintang pukang. Saat melewati kamar mudabbirah terdengar sebuah suara memanggil.
"Nayla! Kamu dari mana malam-malam begini?"
Reflek aku memperlambat langkah dan menoleh. Sesosok tubuh bergamis putih mengacung-acungkan sebuah gayung berwarna merah menyala.
"Astaghfirullah, hantu mighrofah-nya nyusulin!" desisku tak percaya. Dengan sisa kekuatan yang ada, aku kembali memacu langkah tanpa memedulikan panggilannya.
"Hantu mighrofah! Tolooong!"