Mohon tunggu...
Umi NurBaity
Umi NurBaity Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serabutan

Man jadda wa jadda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mercon Buat Macron

4 November 2020   13:52 Diperbarui: 4 November 2020   14:02 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penolakan diunduh dari freepik.com 


Dunia dihebohkan dengan aksi penghinaan Nabi Muhammad SAW melalui karikatur yang dilegalkan di Perancis. Dilansir dari Tribunnews.com pada (2/1/2020) Macron menjelaskan bahwa perannya bukanlah sebagai pendukung konten kartun yang dipandang sebagai alat penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Ia menambahkan bahwa posisinya sekarang untuk membela hak atas kebebasan berekspresi.

Hal ini dipicu dari adanya serangan mematikan yang terjadi di gereja tepatnya di Nice dan Paris yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Sudah ketiga kalinya Perancis mendapatkan serangan misterius yang diduga dilakukan oleh kelompok radikal dalam satu bulan terakhir. Tentu hal ini menjadi sorotan bagi publik secara meluas.  

Gema Boikot

Kasus ini menuai kecaman dari berbagai pihak terutama dari negara Timur Tengah  bahkan, dari negara kita Indonesia sekalipun. Aksi kecaman ini disampaikan langsung oleh Majelis Ulama Indonesia dengan menyerukan pemboikotan terhadap produk Perancis. 

Negara Perancis sendiri bukanlah negara pemasok sumber daya yang berlimpah, jika pemboikotan ini terjadi pun tak menjadi masalah. Kegiatan ekspor dan impor dari negara ini pun terbilang kecil, inilah yang membuat Indonesia pro dengan aksi pemboikotan ini. 

Menilik kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki toko kelontong, tentu mereka memilih bungkam dan pasrah. Pasalnya penjualan mereka selama pandemi berlangsung tak seberapa dibanding biasanya.

Bagai jatuh tertimpa tangga, begitulah kiranya pepatah yang serasi dengan alur kehidupan ini. Ditambah dengan aksi pemboikotan yang terjadi di seluruh dunia terhadap berbagai produk Perancis, tentu akan berpengaruh pada pendapatan masyarakat.

Apabila kebijakan boikot ini resmi dilakukan maka, masyarakat seperti mereka juga harus diberikan arahan misalnya dengan memberikan bantuan modal atau barang tanpa embel-embel merek Perancis lagi. Hal ini dimaksudkan sebagai buah dari kesabaran mereka selama ini. Dengan begitu tidak akan ada pihak-pihak yang dirugikan.

Sejalan dengan itu, aksi pemboikotan terhadap Prancis pun semakin digalakkan baik di sosial media maupun lewat aksi damai. Hal ini dilakukan sebagai wujud penolakan besar-besaran terhadap penghinaan Nabi Muhammad SAW dalam bentuk apa pun juga dan dengan alasan apa pun itu.

Mayoritas negara Timur Tengah dan negara lainnya bahkan, melakukan blokade terhadap produk-produk dari Perancis. Mereka tetap bertahan dengan keyakinannya bahwa, akan ada seribu jalan yang memberikan solusi saat mereka mendapati masalah apalagi urusan rezeki. Nah, dari sini bisa kita lihat bagaimana dampak negatif yang luar biasa dari adanya karikatur itu. 

Dampak negatif ini takkan terjadi apabila kantor majalah Charlie Hebdo mau berkaca di tahun 2015 silam. Saat itu pertama kalinya kantor ini mengeluarkan karikatur Nabi Muhammad SAW di media massa. Berkat kecaman yang kuat dari seluruh negara, akhirnya karikatur itu bisa dibungkam penyebarannya.

Coba saja redaktur majalah bisa berkaca sedikit, agar bisa mengurangi penderitaan Perancis. Sudah pasti dunia tak heboh seperti ini bahkan, melakukan boikot terhadap Perancis. Benar kata pepatah "nasi sudah menjadi bubur" tak mungkin bisa dikembalikan lagi.

Dalam konteksnya saja sudah jelas bahwa Nabi Muhammad SAW tidak boleh dibuatkan ilustrasi atau sejenisnya sebagai bukti penghormatan kenabian beliau. Dalam tayangan kisah-kisah nabi pun ilustrasi Nabi Muhammad SAW hanya berbentuk kaligrafi dengan sinar yang memancar, bukan gambar manusia seutuhnya.

Apalagi di dalam Islam sudah dijelaskan adanya aturan pelarangan penggunaan gambar bernyawa karena dianggap menandingi ciptaan Allah yang Maha Menciptakan segala sesuatu. Jika melanggar maka akan mendapatkan balasan berupa siksa yang berat di akhirat kelak.  

Kebebasan yang Kebablasan

Macron menyebutkan bahwa posisinya sekarang sebagai pembela hak dan kebebasan berekspresi. Memang benar boleh saja berekspresi secara bebas akan tetapi, perlu ada batasan juga dalam mengolahnya agar tidak menyinggung perasaan orang lain apalagi jika dikaitkan dengan agama.

Lagipula agama itu tidak sepantasnya dikritik dan dihina hanya untuk membela kebebasan berekspresi. Kalau pun ingin bereskpresi tentu harus bisa mempertimbangkan baik buruknya nanti, apakah akan meresahkan atau bahkan, memecah belah umat. Inilah hal utama yang seharusnya dipikirkan sebelum bertindak agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Masih banyak cara yang lebih wajar dilakukan untuk menyuarakan kebebasan berekspresi misalnya dengan berdiskusi untuk mendapatkan solusi terbaik atas permasalahan yang dihadapi. Ingat kebebasan berekspresi itu sah yang tidak sah itu adalah saat kita kebablasan dalam kebebasan hingga melukai perasaan orang lain.

Korban Perasaan

Peristiwa yang terjadi di Paris dan Nice adalah bentuk kekejaman yang pantas dikecam. Tindakan teror yang terjadi di Perancis ini membuat jatuhnya korban jiwa. Kasus seperti ini juga pernah terjadi di Indonesia apalagi, kasus ini mengaitkan isu radikalisme dan terorisme dengan Islam.

Tak hanya memakan korban jiwa akan tetapi, juga menyayat hati seluruh umat Islam di dunia. Pasalnya tak hanya korban yang terkena imbasnya tetapi juga umat Islam yang semakin disudutkan. Rasanya tak layak jika agama dijadikan kambing hitam terhadap aksi terorisme. 

Tak mungkin jika ada agama yang mengajarkan kekerasan pada umat manusia jadi tindakan terorisme tak ada kaitannya dengan agama apa pun juga. Bisa jadi tindak terorisme ini dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dengan dalih jihad atau alasan keagamaan lainnya. Mereka sengaja menjelekkan Islam agar para pemeluknya merasa terpojokkan.

Kita bisa lihat betapa banyaknya umat Islam yang dikecam dan dicaci di lingkungan masyarakat hanya karena mereka berpenampilan mirip teroris. Ingat penampilan para terorisme memang menyerupai umat Islam agar pergerakannya tidak diketahui oleh umat Islam.

Dengan begitu mereka lebih leluasa masuk dan mengobrak-abrik benteng persaudaraan antar umat. Nah, dari sini kita bisa lihat bahwa tak ada agama yang menganut aliran terorisme dalam bentuk apa pun.

Mercon Terbesar

Nabi Muhammad SAW adalah orang pertama yang diakui oleh dunia sebelum nama para ilmuwan berderet di sepanjang zaman. Jadi tak heran apabila ada kelompok yang melakukan penghinaan terhadap beliau bahkan, saat beliau sudah tiada pun masih dihina. Jelas hal ini memicu terjadinya kecaman dari berbagai pihak.

Bisa jadi umat Islam juga melakukan aksi unjuk rasa yang dilakukan di seluruh penjuru negara. Mereka ingin menunjukkan bahwa Islam itu tak seperti apa yang dikatakan oleh Macron. Sesuai kata pepatah "senjata makan tuan" inilah yang dialami Macron saat ini.

Kejadian ini memberikan pelajaran bagi Macron agar lebih berhati-hati lagi agar tidak mengusik hati yang tenang. Semoga saja kejadian ini tak terulang lagi dan Nabi Muhammad SAW akan selalu dikenang dan dijadikan  suri teladan bagi manusia.

Salam satu pena
Gembul Can

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun