Kehadiran tamu bernama pandemi sejak 2020 lalu membuat saya berkali-kali berkontemplasi, mungkin begitu juga bagi beberapa orang. Meskipun saat ini sudah ada kelonggaran untuk pemakaian masker dengan keadaan tertentu dan kegiatan berangsur normal, kita telah memiliki ingatan hidup dalam kondisi penuh ketidakpastian dan ketakutan---setiap memulai hari, setiap membuka mata.Â
Keadaan ini berkali-kali membuat saya merasa kehilangan privilese untuk mengembangkan diri. Dari yang memang sedang usianya memasuki dewasa muda, krisis semakin bertambah saja dan terdiskoneksi dengan pola-pola lama. Rasanya jadi memiliki waktu yang hilang sedangkan di sisi lain dunia tetap berjalan.
Namun setelah beberapa kali mengolah pikir dan mencoba beradaptasi dengan yang ada, saya percaya manusia memang dianugerahi kemampuan untuk lekas beradaptasi.Â
Tak ada tempat untuk berkumpul dan berbagi wawasan-warasan, tak ada seminar-seminar yang memungkinkan untuk bertemu mentor, dan tak ada pembukaan magang.
Namun bukan berarti sama sekali tak ada kemungkinan untuk mengembangkan diri. Kita semua tahu bahwa mengembangkan diri merupakan salah satu untuk menuju sukses. Hmm, klise sekali sebenarnya berbicara mengenai sukses ini.Â
Betul, kita tahu bahwa sukses ini definisinya banyak dan cara memperolehnya lagi-lagi tergantung seberapa banyak privilese serta pengambilan keputusan yang efisien.
Meskipun begitu, mari kita samakan dahulu tips sukses di sini dalam artian menjadi sebaik-baiknya diri sendiri seutuhnya.
Maka selanjutnya tulisan ini lebih akan merujuk bagi yang sedang di usia 20an. Kendati sekarang (lagi-lagi) sudah mulai normal, namun akan tetap relevan diaplikasikan jika tak punya banyak waktu ataupun terbatas.Â
1. Mengenali Diri: Kelebihan, Kekurangan, Kebiasaan BurukÂ
Seiring dengan bertambahnya usia, saya pun jadi tahu jika akan bertemu bagian dari diri sendiri bahkan yang tak disangka-sangka baik yang positif maupun negatif.
Memang seiring bertambahnya usia, kita tentu akan berubah seiring dengan pengalaman, lingkungan tempat tinggal, dan di mana saja kita menjatuhkan pilihan-pilihan.Â
Jangan terpaku pada ingatan pada kondisi di masa lalu, jangan denial akan kondisi di saat ini. Denial mungkin terasa melegakan karena kita sementara waktu menaruh hal tersebut di tempat lain, namun bukan berarti hal itu hilang. Fokus pada realita yang paling dekat atau di depan mata. Meskipun rasanya jadi pedih atau barangkali turut pegal sebadan-badan, proses penguraian dan penerimaan ini dapat membuahkan pribadi yang resilien.Â
Memang mudah kok, jika diucapkan dengan kata-kata ini. Praktiknya sendiri bisa memakan waktu tahunan, dan itu tak apa-apa. Wajar saja jika kita memiliki kelebihan A, namun sekaligus memiliki kekurangan di B dan bukan berarti juga nilai diri jadi turun akan hal tersebut. Terlepas dari semua label yang ada, ada satu hal penting yang perlu diingat: adalah kamu yang selalu mencoba.Â
2. Mengenali Pola Belajar
 Pola belajar akan terasa bedanya jika kita terbiasa di bangku pendidikan formal dan ketika belajar secara mandiri. Selama ini mungkin hanya sekadar mengikuti, namun sebetulnya bisa dimaksimalkan apabila kita menemukan cara belajar dengan tepat. Misalnya kondisi ideal untuk belajar, metode pembelajaran, dan kenyamanan apa yang dibutuhkan saat sedang belajar hal tertentu.
3. Bisa Membaca Situasi Lingkungan Tinggal
Akibat pandemi ini, pelajar dan mahasiswa ini jadi punya cara baru dalam belajar, yaitu secara daring dari rumah. Sudah jadi hal umum jika tak semua kondisi rumah mendukung dalam proses belajar maupun mengembangkan diri. Ada beberapa kondisi ideal yang tercabut, sebut saja ketenangan, fasilitas untuk belajar, dan mungkin juga koneksi internet.Â
Kondisi yang tak nyaman ini bisa mempengaruhi kondisi psikologis, proses belajar jadi kurang maksimal. Sembari dengan proses penyesuaian, segera juga fokus pada solusi untuk mengganti metode atau melakukan sesuatu agar proses belajar tetap maksimal.Â
Bagi yang tinggal di rumah dengan lingkungan yang cukup kental dalam banyak acara misalnya, maka bagi waktu untuk kapan bisa bergabung/berkontribusi, dan waktu untuk diri sendiri.
Sesekali, ke kedai kopi atau ruang kerja bersama yang suasananya lebih mendukung juga bisa membantu. Apapun itu, masing-masing kita memiliki caranya.Â
Tak semuanya bisa langsung pindah saja, bisa karena tidak efisien dalam biaya terutama di kondisi sulit saat ini. Sementara kita juga adalah bagian dalam lingkungan itu sendiri, penting untuk menyesuaikan sembari tetap menyiapkan bekal.Â
Istilahnya, untuk bisa memenangkan suatu hal, kamu harus kenal betul dengan medan pertempuranmu saat ini. Bisa jadi secara harfiah; tempat, ataupun dalam artian diri sendiri.Â
4. Punyailah Tujuan
 Sepusing-pusingnya dalam proses mengejar sesuatu, ternyata masih lebih pusing kalau tak memiliki tujuan apa-apa. Saya pernah berada di masa-masa tersebut, alasannya karena memang bimbang dan belum yakin.
Namun saya jadi belajar kalau nantinya keteguhan maupun keyakinan akan menebal jika sudah menjalani. Intinya, alih-alih terlalu banyak berpikir, lebih baik dipancing dengan aksi.Â
Wajar jika mengalami kebingungan akan jadi apa di masa depan, apa yang sebenarnya kita mau, dan lain-lain. Orang dewasa juga, sebenarnya pun masih mengalami krisis-krisis seperti ini. Namun bukannya untuk bersantai dan menunggu wangsit, kitalah yang mencarinya.Â
Dilihat dari kondisi paling dekat, apa kondisi yang ingin diubah. Atau jika tidak cukup menantang, cari sosok panutan yang bisa membangkitkan sparks tujuan itu. Memiliki tujuan ini yang membuat kita entah semangat menjalani hari atau seperti tertampar sebelum memulai hari.
Namun itulah, memiliki tujuan ini menjadikan kita lebih hidup dalam menjalani hidup. Tak perlu juga yang begitu besar dan hebat, namun dijalani dengan fokus dan sebaik-baiknya.
5. Jangan Telan dan Ikuti Mentah-Mentah Kata-Kata Figur Idola/Sosok Panutan
Hehe, siapa yang pernah mengalami?Â
Adalah saya.
Apakah ini salah? Ya, tidak juga sebenarnya sih. Namanya juga masa-masa mencari jati diri di mana kala itu membutuhkan tumpuan untuk mendorong kita tetap berapi-api. Untung jika ternyata menemui jawaban sesuai yang kita perkirakan.
Namun namanya juga hidup, ada kalanya kita ternyata bertemu dengan jawaban sebaliknya. Saatnya untuk apa? Kaget-kaget dulu lah, nangis juga boleh. Saya ada daftar lagu putarnya juga nih.Â
Jadi sebetulnya, masing-masing dari kita ini betul memiliki rumus atau formula yang berbeda dalam menjalani hidup. Bisa saat awal kondisi dan tujuan sama, namun ternyata di tengah jalan menemui hal yang berbeda. Segala kemungkinan bisa terjadi, dan kita juga berhak kecewa akan hal tersebut.
Tips ini sebetulnya mirip-mirip dengan "jangan telan mentah-mentah kata-kata motivator", tapi biasanya idola dan role model ini kan lebih personal. Boleh untuk tetap dijadikan penyemangat, namun ingat bahwa diri ini juga memiliki jalannya sendiri.
p.s: Barangkali jika ada yang mendapat jawaban sebaiknya dan mendefinisikannya sebagai kegagalan, itu belum tentu; bisa jadi sebuah pencerahan.Â
6. Manfaatkan Sumber Daya yang Tersedia: Jangan Fokus pada Membandingkan
Poin ini, masih berkaitan dengan nomor tiga. Terutama, bagi yang sudah ketemu dengan "kok bisa ya jalan hidup orang berbeda sekali dengan kita?" dan rasanya jadi banyak tertinggal, atau jalannya yang lebih lama. Belum lagi kalau misalnya ditambah mengutuki diri karena apakah kurang berusaha, atau bertanya-tanya apakah yang salah.Â
Menyalahkan keadaan terutama saat terasa tak mendukung memang "menyenangkan" kok, namun sebaiknya sih jangan keterusan. Hal itu bisa membuat kita jadi melewatkan sesuatu, melihat lebih jernih ke sekitar dan bisa dimanfaatkan. Kita nggak bisa dong menggunakan cara seperti orang lain kalau sumber daya sekitarnya berbeda, kurang tepat. Gimana kalau mulai mencari cara yang cocok dan tentunya, lebih efisien?
7. Bersabar Pada ProsesÂ
Saya mau memberi tahu hal yang menakjubkan: bisa merasakan nikmatnya bersabar adalah suatu kemewahan. Iya tau kalau dunia sedang berjalan sangat cepat, rasanya jadi ingin tak kalah cepat juga.Â
Bersabar juga ternyata memerlukan sebuah keahlian, karena kita bisa dengan mudah mengucap sabar, namun seluruh tubuh berkata sebaliknya. Nanti kita akan tahu, mengapa tak semua jawaban tak harus ditemui saat itu. Nanti akan ada massanya, bertemu dengan waktu yang lebih cocok dan lebih melegakan di saat kita lebih siap.
8. Perhatikan Ulang: Pola dan Repetisi Tak Pernah Berbohong
Sebenarnya ini bisa dimasukan pada poin nomor pertama, namun rasanya kurang afdol jika tak dijadikan sorotan poin seperti ini. Soalnya, poin ini akan lebih terasa dan lebih tercerahkan jika sedang dalam proses serta melalui banyak kegagalan.Â
Mungkin ada kalanya menemui suatu kondisi yang susah sekali dicerna dan merasa stagnan. Namun biasanya terlihat dari pola-pola dan repetisi yang dilakukan, sebetulnya itu adalah sebaik-baiknya signs atau pertanda di mana saja kita harus melakukan peningkatan. Bentuknya juga bisa berbagai macam, entah itu penerimaan, pemaafan, tindakan, apapun itu perlu kesadaran penuh dan keikhlasan untuk memulainya.Â
Curilah pengalaman orang lain yang sekiranya memiliki kondisi mirip dengan diri sendiri. Kira-kira kalau melanjutkan cara A maupun berganti haluan, sudah ada gambaran. Walaupun sebetulnya dari lubuk hati terdalam, kita sudah tahu apa yang sebaiknya dilakukan.
9. Minta Petuah Pada Sang Bijak dan Patuhilah
Kamu tak perlu harus membawa semua beban itu di pundak (meskipun seringkali begitu). Sekali-kali, mintalah nasihat atau wejangan pada sang bijak atau yang sudah lebih dahulu lama menjalani hidup. Jangan hanya meminta dan disimpan saja, namun manutlah atau patuhlah---simpan baik-baik petuah tersebut.Â
Panjang juga tulisan yang awalnya sekadar iseng untuk menyimpan catatan ini. Semoga siapapun yang membacanya, yang menemukannya, akan mendapatkan sesuatu dari sini. Terima kasih sudah mampir.
Salam hangat, dari sini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H