Mohon tunggu...
Umi Lasminah
Umi Lasminah Mohon Tunggu... Penerjemah - warga Jakarta, Indonesia, Semesta. Manusia adalah paling mulia, paling sederhana sekaligus paling kompleks

just the note of personal ideas, in searching of TRUTH as woman who live in Beautiful Indonesia, the legacy of GREAT NUSWANTARA created by the Ancestor of great human

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kelas, Privileg dan Akses Sumber Penghidupan

29 Januari 2022   12:02 Diperbarui: 2 Februari 2022   15:26 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa bilang kelas manusia tak ada, sampai hari ini Patriarki masih kuat mencengkram sebagai Kasta terhadap Kehidupan. Kelas yang membentuk hirarki Laki-laki di atas perempuan dibawah.

Kasta sosial menurut darah dan kelompok peer memang sejak dahulu kala ada, namun semakin kekinian semakin berkurang, berganti menjadi kelompok kepentingan, hobby, dan pertemanan.

Secara riil garis keturunan darah seseorang penentu utama kelas mana manusia terlahir. Kelas ekonomi yang utama, A. Kelas ekonomi Atas, di dalam negara modern Indonesia walaupun telah dianggap tidak mengenal kasta, pada kenyataannya seorang dengan garis darah biru (ningrat) akan mempunyai privileg dari para terdahulunya.

Seorang yang lahir dari keluarga miskin ekonomi, dan secara kasta umumnya ningrat dan sehingga tidak berpunya (secara materi tidak ada warisan dari leluhurnya) maka iapun tidak memiliki privileg. Privileg yang mulanya tercukupi makan, minum, rumah tinggal akhirnya merembes kepada penopang hidup. Mereka dapat hidup sehat, dapat belajar tenang dan akhirnya pandai, sehingga dapat pendidikan bagus, lalu bekerja dan menghasilkan ekonomi bagus.

Priveleg kasta ningrat sangat terkait dengan akses sumber penghidupan: pendidikan, tanah (sandang pangan) dan jaringan klan nepotisme kekerabatan atau pertemanan yang berbasis kepercayaan pada teman dan kerabat maka akses "berbagi" sumber penghidupan pun berdasarkan favoritisme (yang dipercayanya). 

Favoritisme yang mirip dengan sikap permisif ketika terjadi nepotisme. Sebenarnya nepotisme seringkali diterapkan oleh banyak pihak sampai kini. Terutama terhadap orang yang yang mempunyai Trust Issue. Tidak mudah percaya pada orang, demi melindungi diri, kelompok atau keluarganya.  Mungkin nepotisme yang paling sulit ditiadakan, karena Trust Issue tadi telah membatasi pilihan-pilihan atas akses kerjasama, membuka diri atau akses ekonomi. 

Akhirnya selalu berputar saja pada lingkaran/faksi/grup/kelompok pertemanan/sahabat/kerabat  yang berbagi akses penghidupan. Agak sulit memasukkan orang baru apalagi yang berbeda kelas ekonomi atau kasta. Hal ini terkait dengan sistem layer pengamanan individu.

Saya tetap membagi kelas ekonomi dan kasta karena meskipun sudah menjadi Negara modern, kasta "aristokrasi" dalam sistem kerajaan yang sebenarnya terbuka (tiap kasta bisa berpindah karena hukum alam)  namun ketika jaman modern kemerdekaan ternyata kasta tersebut tetap hidup tanpa nama (brahmana, ksatria, waisa, sudra) malah cenderung tertutup, dan secara faktual berlaku dan menempel merger dalam kelas ekonomi. Lagi-lagi terutama pada mereka yang mempunyai Trust Issue. Sulit masuk ke dalam lingkaran kalangan tersebut, kecuali dapat ajakan, undangan dari kalangan itu.

Mereka yang secara garis keturunan ningrat (brahmana-ksatria) akan tetap dalam kasta tersebut, bergaul dan berfaksi dengan sesama kasta yang secara inheren juga menjadi kelas ekonomi A (mengikuti kelas dalam marketing dengan degradasi penghasilan/pendapatan dan kepemilikan harta A atas, B, menengah tengah, C menengah bawah dan D kelas bawah).

Di Indonesia kelas kasta berblender dengan ekonomi juga tampak dari Golongan Pegawai Negri (Aparat Sipil Negara) dengan golongan sesuai gaji dan kepangkatan. Dari A1 sampai Eselon. Golongan pegawai negeri ini dapat dikategorikan kelas menengah dari bawah hingga atas kasta ksatria (raja dan pegawai kerajaan).

Kelas menengah bawah banyak yang bisa berubah dengan kerja sehingga naik pangkat, atau kalau kasta waisa dengan usaha yang keras.

Untungnya dijaman kini, nepotisme tidak berlaku secara luas dalam korporasi atau penerimaan ASN, karena telah ada sistem tolok ukur bagi kerja fungsional dan profesi, dimana skill menentukan posisi, namun lagi-lagi kadang selalu saja ada pihak yang terbentur pada akses, yaitu kelas masyarakat bawah dan ekonomi rendah.

Ketika kompetisi berebut akses berla gsung secara bebas maka tidak akan pernah ada keadilan yang sejati, mengingat tiap manusia pada awalnya memiliki perbedaan. Tentulah keadilan dan kesetaraan dapat direngkuh walaupun sedikit oleh mereka yang memiliki semuanya kasta tertinggu dan kelas atas ekonomi.

Manusia pada prinsipnya mahluk sosial sekaligus mahluk individual. Kehidupan sosialnya adalah bagian dari pengamanan kehidupan pribadinya. Namun seorang yang telah melepas kemelekatan pada dunia tidak akan terpengaruh pada perkstiwa sosial di luar dirinya. Apa yang "menjadi" di luar dirinya bukanlah dirinya. Hanya aura. Semua status jabatan, gelar, apapun bukan dirinya. Ia adalah manusia yang tinggal di bumi sebagai dirinya sendiri dan Sang Pencipta yang ada didalam diriNya yang selalu berbagi pada semesta setiap saat.

Tulisan sepanjang ini terjadi karena pengalaman bekerja pada orang yang memiliki trust issue.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun