Dina menunggu hasil lomba dengan campuran antusiasme dan kecemasan. Ia sering memeriksa situs lomba, berharap pengumuman segera keluar. Ketika akhirnya daftar pemenang dirilis, Dina membuka halaman itu dengan tangan gemetar.
Saat melihat namanya tertera sebagai juara pertama, air matanya jatuh tanpa henti. Ia tidak percaya bahwa usahanya selama ini membuahkan hasil.
"Farah! Aku menang!" teriak Dina, memeluk sahabatnya.
Farah ikut menangis bahagia. "Aku bangga banget sama kamu, Din. Kamu layak dapat ini."
Dina diundang untuk mempresentasikan esainya di sebuah konferensi nasional. Di sana, ia berdiri di hadapan para ahli dan pejabat, berbicara tentang inovasi yang ia usulkan. Penghargaan ini tidak hanya memberinya pengakuan, tetapi juga peluang untuk melanjutkan studinya dengan beasiswa.
Namun, bagi Dina, kemenangan ini lebih dari sekadar prestasi pribadi. Ia merasa bahwa perjuangannya membuktikan satu hal penting: mimpi besar bisa tercapai dengan kerja keras, keberanian, dan ketulusan.
Ketika ia kembali ke desanya, Dina membawa hasil karyanya ke komunitas petani tempat ayahnya bekerja. Ia ingin ide pengelolaan limbah organiknya diterapkan di sana, membantu meningkatkan kesejahteraan mereka.
"Ayah, Ibu, ini semua untuk kalian," kata Dina sambil memeluk orang tuanya dengan erat.
Di bawah langit sore yang indah, Dina menyadari bahwa ambisinya bukan hanya tentang dirinya. Itu adalah tentang memberi kembali kepada orang-orang yang telah menjadi alasan ia bertahan, tentang menjadikan dunia tempat yang lebih baik untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dan itulah awal perjalanan baru Dina, seorang mahasiswa berambisi yang tak pernah berhenti bermimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H