Hari ini tepat setelah sebulan kepergian ayah. Gading masih mengingat masa itu. Masa dimana ia harus kehilangan ayahnya. Ia masih termenung dalam sesalnya. Sekalipun Gading tidak begitu dekat dengan ayahnya. Namun Gading amat sangat segan pada ayahnya. Almarhum Ayah Gading tutup usia di 65 tahun. Menderita sakit batu ginjal yang sudah kronis dan beberapa penyakit komplikasi lainnya.
Sebenarnya ini yang ia takutkan jika harus pergi merantau keluar pulau meninggalkan keluarganya. Ibunya yang sudah tak muda lagi pun kadang jadi pikirannya. Sebelumnya Gading mantap meninggalkan rumah karna sudah lolos ujian PNS. Dan melakukan test terakhir di Jakarta. Dengan bekal uang 10 juta yang di berikan oleh ayah dan ibunya juga restu kedua orang tuanya Gading mantap beranjak keluar rumah. Perjalanan dari Makassar ke Jakarta membutuhkan waktu hanya 3 jam pesawat. Namun sebelum nya Gading harus melakukan perjalanan 8 jam untuk sampai dari Palopo ke Makassar. Dengan modal yang cukup dan pengetahuan yang sedikit tentang jakarta ia berangkat.
"Ayah, Ibu Gading pamit ya." Pamit Gading sambil mencium tangan kedua orang tuanya
"iya nak, hati hati dijalan ya." Sambut ibunya
Ayahnya hanya mengangguk sambil tersenyum. Tidak ada kata-kata atau pesan yang ia sisipkan untuk Gading. Sedari kecil Gading merasa bahwa ayahnya tak sehangat Ibunya. Didikan keras ayahnya masih membekas. Ayahnya sangat peduli pada pendidikan anak- anaknya. Gading putra bungsu di keluarganya dari 4 bersaudara. Belajar dan belajar adalah suguhan yang didangkan ayahnya setiap hari. Namun Gading merupakan anak yang enggan belajar melalui buku. Gading kecil lebih suka belajar secara visual. Oleh karenanya Gading kecil lebih suka belajar pada saat di sekolah. Ia pun membuktikan bisa lulus dari universitas negeri ternama si Makasar dengan status cumlaude.
Gading tiba di Jakarta pukul 4 Pagi. Gading sudah memesan hotel untuk tempat menginap nya selama 3 hari di Jakarta Selatan. Sesampainya dijakarta Gading teramat lelah. Setelah mandi ia memutuskan tidur sejenak sampai nanti pukul 8 ia harus berangkat untuk mengikuti tes CPNS terakhir.
Tut tut tut tut alarm berbunyi sejak pukul 5 pagi hingga pukul 10 tepat.
"Aaah jam berapa ini" Gading panik
Saat membuka jendela matahari sudah tersenyum lebar diatas sana. Gading terdiam lalu duduk menghela.
"Kenapa aku bodoh banget sih bisa kesiangan gini!" keluh Gading menyesal.
Dalam hati Gading merasa bodoh pada dirinya sendiri. Penuh sesak Gading saat itu menyesali apa yang dilakukan nya.
"kenapa mesti tidur aaaaah" Gading memarahi dirinya sendiri.
"apa yang mesti aku katakan pada ayah dan ibu"
Namun Gading berani mengakui kesalahannya pada orangtuanya. Terlambat mengikuti tes terakhir CPNS. Gading pun menghubungi Ibunya.
"Assalamu'alaikum Bu"
"Waalaikum salam Gading gimana test terakhir mu, lancarkan?" Tanya ibu gading
"Mmh bu.. Maafin gading ya.. Maaf karna sudah bikin ayah dan ibu kecewa"
Ibu Gading terdiam sambil mendengarkan yang akan di bicarakan oleh gading padanya.
"Bu, gading tadi tidak jadi ikut test CPNS tadi pagi gading kelelahan bu sampai kesiangan bangun."
Ibu Gading tampak sedih dan kecewa terdengar dari suara lirihnya.
"Ya sudah pulang aja nak. Tidak apa-apa. Coba lagi nanti tahun depan." jawab ibu Gading sedikit kecewa.
Ayah dan Ibu Gading merasa sedih dan kecewa karna gading anak paling bungsu maka gading adalah tanggung jawab terakhir ayah dan ibunya.
"Tidak bu, Gading tetap di Jakarta ya Gading coba cari lowongan kerja di Jakarta. Nanti kalau masih ada umur Gading coba CPNS tahun depan. Sisa uang dari ayah ibu masih Gading simpan sampai Gading dapat pekerjaan. Maafkan Gading ya bu, sampaikan salam Gading sama Ayah"
Gading masih mengingat betul betapa ia mengecewakan ayah dan ibunya. Mungkin itu sakit yang tak bisa hilang yang ada dalam pikiran dan hati Gading. Gading bertekad untuk mengubah kenyataan sedih itu. Gading berusaha melamar pekerjaan dan akhirnya mendapatkan panggilan di salah satu perusahaan pembiayaan leasing sebagai marketing. Dunia Baru yang ia jalani itu belum pernah ia jajali.
Gading berupaya belajar. Ia adalah sosok introvert dan dunia marketing membutuhkan keluwesan sebagai tenaga penjual. Awalnya tentu berat untuk Gading untuk berubah. Namun ia tak ada pilihan. Ia mau menunggu kesempatan lain untuk bisa ikut CPNS di tahun depan. Selama menjadi tenaga marketing Gading menemukan sosok wanita yang membuat ia nyaman. Ya wanita tersebut selalu menguatkan hati Gading di setiap penyesalan yang tiba-tiba ia ingat. Fitri namanya, wanita yang dekat dengannya dan ia berencana untuk menikahinya setelah ia mapan.
Intensitas nya bertemu membuat Gading yakin bahwa fitri adalah wanita yang cocok untuk ia bahagiakan. Wanita yang cerdas dan luwes juga kelembutannya yang membuat Gading merasa dewasa bila berada di dekatnya. Ia pun selalu mendukung apapun yang Gading dalam hal apapun.
Suatu ketika saat sedang makan malam bersama Fitri
"Fit, Terima kasih sudah banyak ngajarin aku dari 0 sampai saat ini"
"Iya Gading, aku ndak sangka penjualan mobil mu meningkat pesat. Kita maju bareng ya." ucap fitri menguatkan
"aku berencana mau kerumah mu ketemu orang tua mu fitri." ucap Gading serius
"Ndak perlu buru buru Gading. Boleh aja, tapi fokus dulu sama tujuan awalmu. Orang tua mu harus prioritas." jawab fitri
Gading memegang tangan fitri dengan penuh keyakinan. Gading menjadi marketing terbaik di tempat ia bekerja. Banyak koneksi membuat ia lebih mudah maju dalam bidang yang sebelumnya belum pernah ia kuasai. Namun Gading tetap fokus pada tujuan awalnya. Sudah 1 tahun berjalan ia mencoba kembali test CPNS. Dan kembali ia lolos.
Namun ditengah kebahagiaan nya karna lolos dan hanya tinggal masuk ke test akhir. Ia harus mendengar kabar dari kakaknya bahwa ayahnya harus pergi meninggalkan nya untuk selamanya. Betapa lebih sedih hatinya Gading. Tadinya ia berpikir akan memberitahu ayahnya ketika sudah lolos tahap akhir. Namun takdir berkata lain. Saat itu pula ia memutuskan kembali sekaligus resign dari tempat bekerjanya saat ini.
Ia kembali ke kampung halamannya ditemani Fitri. Perjalanan nya yang jauh membuat ia tidak bisa bertemu ayahnya untuk terakhir kali. Ayah Gading sudah dimakamkan terlebih dahulu. Ia hanya mampu untuk menangis di pusara ayahnya.
Sambutan hangat dari ibunya membuat Gading merasa rumah adalah tempat ternyaman. Gading sudah berjanji pada dirinya dan Fitri untuk tidak menangis di depan ibu nya. Gading sudah meluapkan  tangisnya sepanjang perjalanan.
"Ini Fitri bu yang sering Gading ceritakan kalau Gading telpon ibu"
Ibu Gading pun membelai rambut Fitri dengan lembut. Sambil bersedih masih berduka dengan kematian ayahnya.
"Gading, kamu langsung saja kemakam ayah." ibu segera menyuruh Gading pergi ke makam
Gading pun segera bergegas pergi ke makam ayahnya yang hanya berjarak 500 meter dari rumahnya. Dengan menggunakan motor kakak nya Gading membawa Fitri mengunjungi ayahnya di makannya.
"Ayah Gading pulang, Gading lolos test CPNS yah Gading juga bawa calon istri Gading yah. Maafkan Gading ayah." Gading terisak penuh duka dan kesedihan
Gading tidak menyangka bahwa ia akan terlambat melihat senyum ayahnya melihat Gading berhasil seperti apa yang ayahnya inginkan.
"Sudah sayang, ayah mu sudah bahagia, ndak rasain rasa sakit lagi"ucap kekasih hati Gading itu. Wanita itu memegang erat tangan Gading meyakinkan Gading bahwa ia berhasil dan untuk tidak bersedih lagi.
Dalam benak Gading berkata "Terima kasih ayah, terima kasih atas apa yang kau lakukan padaku hingga aku bisa berprestasi dan berhasil. Semoga ayah bangga memiliki aku. Aku akan hidup membawa bekal yang engkau berikan"
Gading dan fitri kemudian memutuskan untuk menikah. Gading memutuskan menetap di Jakarta. Sampai saat ini Gading sekalipun rasa sedih dan duka masih menyertainya ia meyakini ayahnya bangga dengannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H