Mohon tunggu...
Umbu Tagela
Umbu Tagela Mohon Tunggu... Dosen - jabatan fungsional saya, lektor kepala

Hobby saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan, Knowledge atau Service Industry

27 Juni 2022   09:59 Diperbarui: 27 Juni 2022   10:30 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PENDIDIKAN, KNOWLEDGE atau SERVICE INDUSTRY

Umbu Tagela

 

Seiring dengan berjalannya waktu, pandangan terhadap lembaga pendidikan yang semata-mata sebagai lembaga sosial penyedia peluang pendidikan bagi masyarakat mulai mengalami pergeseran makna secara substansial terutama bagi lembaga pendidikan swasta. 

Penyebab pergeseran itu disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) Maraknya lembaga pendidikan  swasta yang tumbuh bagai jamur di musim hujan, disamping makin besarnya volume kebutuhan dakhil, menyebabkan makin menurunnya kekuatan sumber dana dari  (lembaga keagamaan dan filantropis domestik dan internasional, yang selama ini menjadi tulang punggung atau penyandang dana operasional). 

(2) Perkembangan ekonomi domestik dan global meningkatkan tuntutannya pada penyelenggaraan pendidikan yang selama ini berkutat hanya pada aras kompetensi, yang semakin tinggi dan professional (misalnya penerapan konsep kurikulum berbasis kompetensi), untuk memberi perhatian pada mobilitas pengetahuan dan ketrampilan yang semakin deras melewati batas-batas negara, bahkan menjurus kearah maya (virtual). 

(3) Meningkatnya tuntutan kebutuhan dalam bidang pendidikan; dimana tuntutan itu hanya bisa diperoleh dengan uang, menyebabkan pihak penyelenggara dan pelaksana pendidikan mesti memperhitungkan secara cermat aspek penerimaan dan pengeluaran.

Fenomena empirik di atas, makin menguatkan cara pandang terhadap lembaga pendidikan sebagai lembaga yang semakin bersifat ekonomi. Jhon Ihalauw (1998) mengatakan lembaga pendidikan merupakan "knowledge indusrty atau "service industry". Konsekuensi logis dari pandangan ini adalah lembaga pendidikan harus bersaing berdasarkan nilai tambah yakni kualitas.

Defacto, fenomena -- fenomena tersebut di atas telah menghablur (kristal) dalam upaya lembaga pendidikan meningkatkan kinerjanya. Tetapi dejure belum ada pengakuan eksplisit terhadap lembaga pendidikan sebagai lembaga ekonomi. 

Pada hal fakta menunjukan lembaga pendidikan sebagai kowledge idustry atau service industry telah berlangsung lama, seperti kewajiban membayar pajak badan, pajak penghasilan, keikutsertaan dalam Jamsostek, membayar pajak sebesar US$ 100 bagi setiap tenaga asing yang dipekerjakan, penetapan standar akreditasi profesi.

Hal yang pasti adalah bahwa Pemerintah dalam berbagai kebijakannya langsung atau tidak telah memeterai lembaga pendidikan sebagai lembaga ekonomi. Salah satu kebijakan Pemerintah yang mengarah kepada pemaknaan lembaga pendidikan tinggi sebagai lembaga ekonomi adalah kebijakan otonomi Perguruan Tinggi. 

Persoalan yang kemudian muncul secara simultan adalah para penyelenggara dan pelaksana lembaga pendidikan terutama yang berlabel swasta kurang memiliki keberanian moral untuk  memanage lembaga pendidikan  sebagai lembaga ekonomi, walaupun kenyataannya menjurus kearah itu.

Diduga salah satu faktor penyebab adalah para penyelenggara dan pelaksana pendidikan tidak mau terjebak pada dimensi kemampulabaan (profitable) sebagai salah satu karakteristik utama lembaga ekonomi. 

Pada sisi inilah penyelenggara dan pelaksana menerapkan pola manajemen yang berdimensi ganda yang selalu mengundang reaksi dan kritikan terutama dari kalangan dakhil (intern). 

Mestinya para penyelenggara dan pelaksana menyusun formulasi baru yang lebih akomodatif terhadap konsep lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial dan lembaga pendidikan sebagai knowledge industry atau service industry, sehingga semua pihak yang terlibat dan melibatkan diri di dalamnya dapat segera menyesuaikan diri.

Pandangan yang dikemukakan. Ihalauw merupakan pandangan yang realistik, tanpa bermaksud mencederai kandungan nilai yang telah menghablur pada keberadaan lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial. 

Dalam tautan makna  yang sama dikatakan bahwa lembaga pendidikan pada dirinya sendiri adalah suatu integrated service system ".Pandangan ini mendeskripsikan bahwa integrated service system berintikan lembaga sekolah, karena sekolahlah yang diakreditasi pada dimensi mutu, kepenadan, kesangkilan yang meliputi komponen masukan, proses, keluaran dan indikator pasar pasokan yaitu siswa baru yang sangat berpengaruh terhadap posisi keuangan sekolah secara keseluruhan. Karena itu semua unsur dalam lembaga pendidikan mesti proaktif untuk dapat meluncurkan kepada customer utama layanan yang berkualitas dan  senantiasa meningkat dari waktu kewaktu.           

Proses pembangunan pendidikan membawa perubahan-perubahan dengan berbagai dimensi permasalahan, peluang dan ancaman. Karena itu perubahan bukan untuk perubahan itu sendiri, sebab dapat membawa mala petaka atau menjebak manusia pada suatu kehidupan materialistik. Pada sisi inilah dibutuhkan visi dan misi sebagai pemandu aktivitas sivitas akademika. Disamping dasar atau landasan pijak berdirinya suatu lembaga pendidikan.

Penerapan prinsip-prinsip ekonomi dalam pengelolaan suatu lembaga pendidikan saat ini adalah merupakan suatu keharusan dan merupakan hal yang wajar. Tetapi keharusan dan kewajaran dimaksud mesti diletakkan pada bingkai atau Roh berdirinya lembaga pendidikan tersebut. 

Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan kembali arti penting dari "integrity of creation"yang bernuansa keadilan,perdamaian dan kebersamaan baik pada tataran dakhil maupun eksternal, agar sistem yang dibangun tidak mengalami entropi. 

Mungkin, merupakan pekerjaan rumah bagi semua pihak yang terlibat dan melibatkan diri dalam pendidikan untuk memikirkan secara serius tentang konsep lembaga pendidikan yang dapat mengakomodasi  aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek  khusus ( bagi sekolah swasta yang berafiliasi keagamaan dan berafiliasi nasional dan sebagainya) dalam  bingkai idealisme.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun