Ada 3 tahapan terpenting dalam membangun bisnis rintisan:
1) Tahap pertama: Apakah masalah target market ini bisa diuangkan?
Untuk membangun perusahaan rintisan kita harus berangkat dari masalah. Masalah apa yang akan kita selesaikan dengan produk/bisnis kita itu.
Karena sesungguhnya produk hadir untuk menyelesaikan masalah dari target market.
Contohnya: gizidat sebagai solusi yang terbaik untuk anak susah makan.
Target market kita adalah first moms, mereka biasanya bingung ketika anaknya susah makan. Untuk itu mereka perlu solusi.
Untuk itu perlu dipahami juga tentang solusi ini, bahwa bersediakah target market kita mengeluarkan uang untuk mendapatkan solusi itu?
Untuk kasus anak sudah makan, ibu2 rela untuk membayar konsultasi tumbuh kembang anak. Termasuk di antaranya adalah membeli berbagai produk suplemen guna merangsang nafsu makan anak.
Ada masalah2 yang perlu solusi, tapi barangkali target market tidak bersedia mengeluarkan uang untuk mendapatkan solusi tersebut. Ya jangan dibikin produk.
Selain kebutuhan target market akan solusi dan kesediaan mereka untuk mbayar untuk mendapatkan solusi tersebut, perlu juga diketahui: apakah masalah itu bisa dipecahkan?
Kita yakin, dengan berbagai penelitian, gizidat bisa membantu first Moms untuk memecahkan masalah anak-anak mereka yang susah makan.
Segitiga antara: kebutuhan target market akan solusi (must have), kesediaan mereka untuk mbayar (viable), dan kemungkinan akan pemecahan masalah target market (feasible) adalah 3 syarat penting untuk memulai bisnis rintisan.
2) Tahap kedua: Apakah produk yang dibikin ini diinginkan orang?
Ketika rumusan masalah target market itu memenuhi kaidah must-have, viable, dan feasible, maka maka produk itu harus segera dijual. Di sini "diinginkan orang" itu perlu diukur dengan metrik-metrik ukuran yang sederhana dan mudah dipahami.
Contohnya: ada nggak yang mau beli, ada nggak yang mau jual, berapa retensi pelanggan, ada untungnya nggak dan lain sebagainya.
Dalam pelajaranku soal gizidat, ketika launching pertama di bulan April 2017, kita sudah bisa membukukan penjualan hampir 500jt dalam waktu 2 hari.Â
Walaupun pernah mengalami persoalan selama Oktober 2017 hingga mencapai titik kritis pada Juni 2018 yang akhirnya rebound, tapi hingga kini nilai penjualan yang telah dihasilkan mencapai double digit. Seandainya tidak ada persoalan di Oktober 2017, kita yakin nilai penjualan segitu bisa dicapai pada pertengahan 2018.
Selama ada yang mau beli, ada yang mau ro, ada yang mau jual, maka produk/bisnis itu berarti bisa dan layak dikerjakan.
3) Tahap ketiga: scale up
Di tahap ini kita harus merumuskan strategi percepatan pertumbuhan. Setelah tahap 2 terlampaui, maka sudah pasti barang/bisnis/produk itu akan sukses. Tinggal diatur kenop pertumbuhannya hingga pada titik di mana terjadi stagnasi, angel cari kastamer baru dengan cara-cara lama. Istilahe: wis mentog.
4) Tahap terakhir: komersialisasi
Pada saat kementogan sudah tercapai, maka tiba saatnya untuk melakukan langkah-langkah komersialisasi. Bisa dengan menjual bisnis model itu, atau kalau dalam kasus gizidat masuk ke jejaring modern trade. Peringatan terpenting: jangan pernah masuk ke fase komersial sebelum mentog, karena dampaknya bisa fatal. Babak bundhas remuk ambruk.
Antara tahap 1 dan 2 adalah proses belajar. Penuh dengan dinamika. Kita harus bikin langkah-langkah yang kadang2 inkonsisten, cepat berubah. Intinya fokus pada "dapur ngebul" dan "kompor ora nggoling".
Pasca tahap 2 menuju tahap 3 adalah proses tumbuh. Fokus pada optimisasi proses. Rumusnya: back to basic, sing penting sederhana. Cari best practice, bikin supaya practice yang best tersebut scalable.
Kalau mau bakulan, sebelum masuk ke medan perang, pahami dulu peta saingan. Ada 4 hal yang harus diteliti:
1) Ijin
Ijin adalah jurus terpenting untuk scale up. Usahakan ide produk/usahamu mudah untuk dicarikan ijin. Kalau susah, mending ditinggal aja ide itu.
2) Substitusi
Produk pengganti banyak nggak? Kalau banyak dan mudah dicari, mending idemu didelete aja. Butuh modal besar sekali untuk bersaing dengan yang sudah ada.
3) Bahan baku/suplai
Bahan bakunya gampang dicari dan tersedia banyak nggak? Ketersediaan bahan baku adalah faktor penting buat scale up. Kalau terbatas, repot ntar pas mau scale up.
4) Biaya entri
Nah, terakhir, kalau orang lain mau bikin produk itu biayanya mahal nggak, dan prosesnya repot nggak. Kalau murah dan gampang, nantinya gampang di tiru.
Gizidat termasuk produk yang unggul dilihat dari 4 aspek itu.
1) Ijin sudah ada. Ada ijin edar BPOM dengan nomer POM TR : 193627671.
2) Produk substitusi nggak banyak. Dari jenis madu "ikan" mungkin nggak sampai 200 brand. Untuk jenis madu "sidat", tidak sampai 5 brand. Jalur distribusi Gizidat yang hebat, membuatnya menjadi produk yang PALING mudah dicari, sehingga hal ini membuatnya memiliki keunggulan tersendiri.
3) Suplai dan bahan baku relatif terbatas. Madu hutan khususnya. Namun permasalahan itu bisa diselesaikan dengan mudah. Untuk scale up, kita bisa meramu madu hutan dengan madu ternak. Efeknya sama.
4) Biaya entri relatif mahal dan prosesnya tidak gampang. Botol Gizidat tidak dijual bebas di pasaran karena volume yang tidak lazim, untuk itu kalau hendak membuat produk "mirip" Gizidat harus sediakan modal relatif besar untuk memesan botol ke pabrik botol. Belum lagi di sisi kandungan, ada bahan di dalam Gizidat, yang pabriknya hanya 2 di Indonesia, dan brand yang menggunakan juga hanya 2 brand. Riset untuk produksi bahan itu mahal, belum lagi infrastrukturnya.
Melihat analisa dari 4 hal tersebut, sangat mungkin Gizidat akan memiliki daur hidup yang relatif panjang.
Bila ingin memulai bisnis rintisan bisa rekan-rekan mencontoh beberapa cerita saya ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H