Bandung - Satu di antara permasalahan yang rutin terjadi di Kota Kembang Bandung adalah banjir. Penyebab banjir ada beragam.
Namun, menurut pendiri dan Ketua Pembina Odesa Indonesia Budhiana Kartawijaya, salah satu penyebab terjadinya banjir di Kota Bandung karena kawasan Bandung utara sudah rusak.
“Banyak bukit yang hutannya sudah hilang. Kalau hujan otomatis lumpurnya terbawa. Ini terjadi salah satunya di Cimenyan, Kabupaten Bandung,” tutur Budhiana dalam Mimbar Iqra UM Bandung edisi ke-10 yang berlangsung di lantai 4 kampus ini pada Selasa (16/01/2024).
Budhiana mengatakan bahwa keberlanjutan lingkungan tidak dapat dicapai tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sangat krusial dalam upaya melestarikan lingkungan. Masyarakat yang terlibat secara langsung akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menjaga alam.
”Mungkin teman-teman mahasiswa tidak sadar bahwa tidak jauh dari kampus Muhamamdiyah ini ada wilayah yang sebetulnya sudah menjadi gurun. Karena teman-teman ini mainnya di kota, jadi wilayah tersebut tidak terlihat,” kata Budhiana.
Wartawan senior ini menegaskan bahwa kerusakan lingkungan banyak menimbulkan dampak negatif. Misalnya saja hilangnya keanekaragaman hayati.
Kalau keanekaragaman hayati sudah rusak, tidak akan ada kelelawar dan lebah sebagai makhluk penyerbuk yang terbaik. Begitu juga kelelawar, ia memakan pepaya, misalnya, lalu bijinya jatuh dan tumbuh bibit pohon pepaya yang baru.
”Begitulah cara Tuhan memberikan makan kepada kita sebagai makhluk-Nya. Kalau misalnya lebah punah, kemungkinan manusia juga akan punah. Pasalnya, tumbuhan dan tanaman pangan tidak akan tumbuh,” tegas Budhiana.
Kerusakan alam bisa terjadi, kata Budhiana, karena adanya pertanian yang keliru. Misalnya menanami lahan miring dengan sayur. Padahal, tanaman sayur itu perlu cahaya matahari seratus persen. Tidak boleh tertutup pohon.
Lahan pertanian yang ideal, menurut Budhiana, yakni ditanami beragam jenis tanaman. Gunung dan lerengnya ditanami pohon dan bambu. Dengan begitu, lebah, kelelawar, dan juga hewan-hewan yang lain akan berdatangan. Mereka akan betah berada di sana. ”Kalau hal ini dilakukan, resiko banjir dan kekurangan pangan bisa dihindari,” tandas Budhiana.
Pertanian yang salah, ditambah rusaknya alam, akan dekat dengan kemiskinan parah. Pasalnya, pertaniannya tidak membuat petani kaya. Kenapa? Mereka membeli bibit dari tengkulak, pupuknya utang dan dibayar saat panen, lalu pas panen harganya malah jatuh.
”Karena harga jatuh, mereka terkadang minus, akhirnya berhutang kepada bank keliling atau tengkulak. Bahkan kalau mereka sakit, menjual tanah. Jadi, dari kerusakan ekologi tiba-tiba ada pemiskinan masyarakat. Kerusakan ekologi akan menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan,” ungkap Budhiana.
Melihat permasalahan tersebut, Budhiana berharap Muhammadiyah bisa menjadikan perbaikan ekologi sebagai agenda teologi utama. Budhiana juga mendorong Muhammadiyah bisa menciptakan model-model ekonomi sirkular berbasis komunal. “Muhammadiyah harus memimpin di depan,” tandas Budhiana.
Sementara itu, inisiator Mimbar Iqra UM Bandung Roni Tabroni mengatakan bahwa konsep pemberdayaan yang dilakukan Odesa Indonesia di Cimenyan, Kabupaten Bandung, patut menjadi bahan inspirasi bagi Muhammadiyah, Aisyiyah, dan UM Bandung sendiri.
”Pemberdayaan yang sesungguhnya ya seperti yang dilakukan oleh Pak Budhiana dan kawan-kawan Odesa di Cimenyan,” ujar Roni.
Tambahan informasi, Mimbar Iqra kali ini mengetengahkan tema “Peran Odesa dalam Melestarikan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat.”
Hadir pada Mimbar Iqra edisi ke-10 kali ini para mahasiswa, perwakilan tenaga kependidikan UM Bandung, dan perwakilan dosen. Diskusi berlangsung santai dan khidmat dengan ditemani berbagai camilan ringan.***(FA/FK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H